Bima, Berita11.com— Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bima, KH Abdurrahim Haris berharap tidak ada konflik komunal di wilayah Bima, khususnya antarumat beragama. Sebab, sejak lama nilai-nilai kebersamaan dan toleransi telah diajarkan pemimpin terdahulu, Sultan Bima.
Pada saat itu, meskipun muslim telah menjadi masyarakat mayoritas sejak lama, Sultan Bima memberikan izin pembangunan gereja di Kelurahan Rabangodu Kota Bima. “Mudah- mudahan sampai kapanpun tidak terjadi konflik. Ini yang diajarkan pemimpin kami, Sultan Bima memberikan tanah untuk dibangunkan gereja di Rabangodu,” ujar Abdurrahim saat peluncuran buku Muhammad Adnan Arsal Panglima Damai Poso di Ponpes Al Madinah, Sabtu (18/9/2021).
Dikatakannya, nilai-nilai keteladanan dari tokoh dalam buku Muhammad Adnan Arsal Panglima Damai Poso mengajarkan tentang himayatul diin dibangun bersama himayatul daulah dan himayatul ummah, sehingga tidak berjalan bertentangan. “Butuh musyawarah dan mufakat dalam kehidupan kita. Tadi Pak Wakil Bupati Bima telah menyampaikan konflik beragama di Bima ini hampir tidak ada, yang ada hanya konflik antarkampung,” ujarnya.
Kiai Abdurrahim Haris menyampaikan contoh kehidupan beragama pada sejumlah dusun di Desa Mbawa Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, di mana muslim dan umat kristiani hidup berdampingan dengan damai. Hal itu bisa menjadi contoh untuk direplikasi pada banyak tempat lain dan menjadi motivasi untuk menjaga kerukunan.
“Pernah kah terjadi konflik di antara mereka? Tidak pernah ada konflik di sana. Mudah- mudahan sampai kapanpun tidak terjadi konflik. Ini yang diajarkan pemimpin kami, Sultan Bima,” ujarnya.
Namun demikian, bercermin dari pemantik konflik di Poso yang bersumber dari persoalan kecil yaitu minuman keras, MUI Kabupaten Bima berharap pemantik konflik tersebut diperhatikan piihak terkait agar tidak terjadi di Bima.
“Memang khamar, minuman alkohol itu perbuatan setan akan masuk ke manusia menimbulkan permusuhan, meskipun dengan sentimen agama. Kami yakin dengan dialog dan tokoh yang betul-betul keaslian tinggal di negara kesatuan bisa diselesaikan. Negara tidak boleh kalah,” ujarnya.
Ketua MUI Kabupaten Bima juga memuji buku Muhammad Adnan Arsal Panglima Damai karya Khoirul Anam. “Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada penulis muda kita. Cara penulisannya bagus, sehingga kita tidak mau berhenti membaca,” ujarnya.
Khairul Anom mengungkapkan, buku berjudul Muhammad Adnan Arsal Panglima Damai merupakan satu dari sejumlah buku yang dia tulis, di mana buku tersebut laku di pasaran dan menjadi best seller pada sejumlah daerah.
Dia menceritakan proses pengumpulan informasi dan penulisan berlangsung hampir satu tahun. Buku tersebut tidak hanya menceritakan KH Muhammad Adnan Arsal, namun memberikan gambaran konflik Poso yang menimbulkan banyak kerugian.
“Ini adalah buku saya kesekian kali, tapi yang paling berkesan. Saya sebenarnya tidak menulis Haji Adnan, tapi menceritakan konflik Poso. Hal-hal besar itu dari hal kecil, dari alkohol. Munculnya konflik Poso itu karena alkohol,” ujarnya.
Khoirul Anam juga menceritakan mengapa buku yang dia tulis tersebut diluncurkan di Bima, karena tokoh dalam buku meminta agar diluncurkan di Bima. “Pertama permintaan Haji Adnan. Haji Adnan bilang yang pertama waktu konflik Poso datang ke sana angkat senjata, walaupun tidak kenal, itu orang Bima. Andai tidak ada orang luar yang datang ke Poso maka selesai sudah umat Islam di Poso,” katanya.
Dijelaskan dia, inti penyampaian KH Muhammad Adnan Arsal dalam buku tersebut, bahwa konflik di Poso telah selesai dan jangan ada lagi orang Bima yang datang ke sana jika hanya datang untuk perang atau angkat senjata.
“Banyak orang Bima di Poso sudah seperti orang Poso, Ustadz Yusrin salah satunya. Selain risiko perang, banyak orang-orang (di Poso) tidak makan karena takut ditembak, takut ditombak. Semoga Bima dan Poso menjadi daerah yang asri. Agama Islam juga tidak pernah mengajarkan kekerasan kecuali untuk mempertahankan diri,” ujarnya.
Keteladanan dari Rasulullah tentang Rekonsiliasi
Pengurus MUI Pusat, KH Muhammad Najih Arromdoni menceritakan melihat langsung dampak kekerasan dan mengetahui penyebab konflik di Suriah, karena setelah selesai menamatkan pendidikan di Ponpes, langsung menempuh pendidikan tinggi di Timur Tengah.
“Kebetulan saya korban konflik, pemantik konflik hal kecil. Saya sampai Desember saya masih di Suriah, kalau Bapak-Ibu lihat video Suriah, saya mengalami sendiri. Dulu di Suriah sepele juga, anak-anak grafity tulisan di tembok menuntut pemerintah jatuh karena pemerintah di sana otoriter dan represif, orang orang turun ke jalan,” ujarnya.
“Mungkin ada orang Bima di sana, di mana-mana ada orang Bima. Warga kita Indonesia di sana masih ada 700 di camp pengungsian, yang lali-laki sudah banyak yang meninggal, tentu di sana dimensinya lebih dari Poso,” lanjutnya.
Menurut Najih, pertikaian atau konflik kekerasan di Poso yang sudah menimbulkan korban jiwa ribuan maupun konflik di Timur Tengah harus menjadi pembelajaran bersama untuk menjaga perdamaian.
“Tapi alhamdulilah separah-parah konflik, kita punya tokoh pendamaian, lebih dari 2.000 tewas jadi korban. Muslim-Kristen berjatuhan, kedua-duanya anak bangsa menjadi korban pertikaian, berapa banyak pesantren yang terbakar, yang puing-puing bisa kita lihat dan ada sebuah gereja, tidak tahu berapa yang jadi korban,” ujarnya.
Dikatakannya, MUI juga sudah menyampaikan agar tidak mudah mengkafirkan orang lain, terutama sesama muslim.
“Karena mengkafirkan yang lain, apalagi umat Islam konsekuensi sangat berat. Siapa mengkafirkan sesama muslim maka kekafiran kembali kepada dirinya. Kemudian untuk NKRI tidak ada lagi yang diperdebatkan, karena negeri ini saham terbesarnya umat Islam, tidak ada lagi untuk menyatakan negara ini negara kafir dan negara thogut, sudah selesai, Tanwir Muhammadiyah, NU dan MUI bahwa negara ini didirikan dari darah para ulama,” ujarnya.
Menurut Najih, pesantren harus menegaskan komitmennya kepada negara, karena histori pesantren dibangun untuk negara bersama-sama TNI. “MUI merekomendasikan pemerintah untuk menyelesaikan secara adil, masih ada sisa sisanya teroris di Gunung Biru, kemudian saling memaafkan, karena rekonstruktif infrastruktur itu bisa cepat, tapi rekonstruksi sosial ini masih terlihat sisa sisanya,” ujarnya.
Ulama muda ini juga menyampaikan keteladanan rekonsiliasi dari Rasulullah SAW setelah umat Islam menang dan pulang dari perang.
“Ketika orang-orang berteriak, sahabat berteriak hari ini hari pembalasan (untuk nonmuslim), maka Rasulullah berkata hari ini hari kasih sayang, siapa yang masuk Ka’bah, siapa yang mangunci rumahnya aman. Ini adalah keteladanan rekonstruksi dari Rasulullah,” ujarnya.
Selain Wakil Bupati Bima dan Ketua MUI Kabupaten Bima, peluncuran buku juga dihadiri Kapolres Bima Kota AKBP Henry Novika, Kapolres Bima AKBP Heru Sasongko, Dandim 1808/Bima Letkol Inf Teuku Mustafa Kamal, perwakilan MUI Pusat Dr M Najih Arromdloni, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bima, H Taufiqurahman, Ketua Forum Umat Islam Bima, Ustadz Asikin bin Mansyur, Pimpinan Ponpes UBA Dompu, Ustadz Zaenudin MY, mantan Panglima JAD Ustadz Gunawan, pimpinan Ponpes Al Maliki/ mantan Ketua LPTQ Kabupaten Bima, KH Fitrah Malik, Sekcam Bolo Drs Abbas, wali santri dan Kades se-Kecamatan Bolo. [B-11/B-12]