Israel Tunda Sidang Penggusuran Paksa Warga Palestina

Bendera Israil. (AFP PHOTO / THOMAS COEX).

Jakarta, Berita11.com— Mahkamah Agung Israel menunda sidang penggusuran paksa sejumlah warga Palestina di Sheikh Jarrah, Yerusalem. Mereka akan menetapkan tanggal sidang baru dalam kurun waktu 30 hari.

MengutipCNN, Mahkamah Agung mengatakan sidang yang seharusnya berlangsung pada hari ini, Senin (10/5) dibatalkan atas permintaan Jaksa Agung Israel.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya, pengadilan menyatakan akan mendengar banding dari pihak keluarga Palestina mengenai penggusuran yang menimpa di Yerusalem Timur.

Sebuah organisasi pro-pemukiman, Nahalat Shimon menggunakan undang-undang tahun 1970 untuk menyatakan bahwa pemilik tanah Palestina saat ini harus digusur, dan memberikan propertinya kepada orang Yahudi Israel.

Warga Palestina mengatakan undang-undang restitusi di Israel itu tak adil lantaran tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengklaim kembali properti mereka yang hilang dari keluarga Israel pada akhir 1940-an.

Pada Jumat lalu, Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mengatakan UU tersebut diterapkan dengan cara yang diskriminatif.

BACA JUGA: 180 Luka dalam Bentrok Lanjutan Israel-Palestina di Yerusalem

Mereka juga menyebut pemindahan warga sipil Israel ke tanah yang diduduki melanggar hukum humaniter internasional dan dapat dianggap sebagai kejahatan perang.

Ketegangan terus meningkat di Yerusalem dan Tepi Barat selama bulan Ramadan akibat penggusuran yang dilakukan otoritas Israel di wilayah tersebut.

Bentrokan antara warga Palestina dan kepolisian Israel itu terjadi hampir setiap malam di Sheikh Jarrah. Di lingkungan itu, terdapat banyak keluarga warga Palestina yang menghadapi penggusuran.

Menurut catatan Palang Merah Palestina, setidaknya 100 warga terluka selama kerusuhan pada Sabtu (8/5) malam.

Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri Israel, menyebut situasi di Sheikh Jarrah sebagai perselisihan lahan.

“Sayangnya, Otoritas Palestina dan kelompok teror Palestina menampilkan perselisihan real-estate antara pihak-pihak swasta, sebagai alasan nasionalistik, untuk memicu kekerasan di Yerusalem,” kata kementerian itu, Sabtu (8/5).

Sementara itu, menurut kantor berita resmi Palestina, para pemimpin dan institusi Palestina, termasuk Dewan Nasional Palestina, menggambarkan penggusuran terhadap penduduknya dari rumah mereka di Yerusalem Timur sebagai tindakan “pembersihan etnis” yang bertujuan “mencederai kota suci.”

Sebagian besar komunitas internasional menganggap Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan, dan Palestina melihatnya sebagai ibu kota negara masa depan.

BACA JUGA: Kecam Pembantaian Jemaah Masjid Al Aqso dan Muslim Palestina, Ketua FUI Bima Serukan Qunut Nazilah

Tetapi Israel bersikeras ingin menjaga kota tetap bersatu sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya, menolak ide bahwa bagian mana pun dapat diduduki.

Situasi di Sheikh Jarrah telah menarik perhatian dunia, salah satunya Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

“Kami sangat prihatin mengenai potensi penggusuran keluarga Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah dan Silwan di Yerusalem, banyak yang telah tinggal di rumah mereka selama beberapa generasi,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price.

AS menyerukan parah pihak menghindari langkah yang memperburuk ketegangan atau membawa keduanya semakin jauh dari perdamaian.

“(hal) ini termasuk penggusuran di Yerusalem Timur, aktivitas permukiman, pembongkaran rumah, dan tindakan terorisme,” katanya.

Tak hanya AS, Sekjen PBB Antonio Guterres meminta Israel menahan diri dan menghormati kebebasan berkumpul.

Hal itu disampaikan juru Bicara PBB, Stephane Dujarric dalam pernyataan resminya pada hari Minggu (9/5).

Guterres, lanjut Dujarric mendesak agar status quo di tempat-tempat suci itu ditegakkan dan dihormati.

Sumber: CNN Indonesia

Pos terkait