Mataram, Berita11.com— Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan berharap perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) berpihak terhadap kedaulatan pangan nasional.
Harapan legislator asal Pulau Sumbawa tersebut menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) berkaitan pengujian omnibus law, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang memerintahkan pembentuk undang-undang melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun dan apabila tidak dilakukan perbaikan, maka UU tersebut menjadi inkonstitusi–onal secara permanen.
Johan menegaskan pandangannya terhadap sektor pangan pada muatan UU tersebut yang harus segera diperbaiki. Menurutnya pasal-pasal dalam UU Cipta kerja selalu mengarah pada liberalisasi pangan, sehingga hal itu bertentangan dengan konstitusi. Untuk itu perbaikan ke depan harus difokuskan agar memiliki keberpihakan terhadap kedaulatan pangan nasional.
Anggota Fraksi PKS DPR RI ini menyatakan, UU cipta kerja tidak berpihak kepada produksi pangan nasional dan juga tidak berpihak pada kepentingan petani. “Saya tegaskan agar point perbaikan omnibus law ini dapat menunjukkan keberpihakan kepada produksi dalam negeri, dengan adanya larangan mengimpor pangan secara tegas ketika konsumsi dan cadangan pangan dalam negeri masih mencukupi,” ujar Johan.
Johan menjelaskan, berlimpahnya bahan pangan dalam negeri akibat masuknya impor pangan akan membuat petani semakin terpuruk, karena itu muatan perbaikan yang harus ada dalam omninus law berkaitan pangan, khususnya mengenai strategi perlindungan petani, di mana pemerintah harus memberikan prioritas membantu petani dalam penyediaan prasarana dan sarana produksi pertanian.
“Memberi kepastian usaha, dan membuat kebijakan harga komoditas pertanian yang menguntungkan petani serta memberikan ganti rugi gagal panen dan memperkuat asuransi pertanian,” ujarnya.
Legislator Senayan ini menilai muatan dalam UU Cipta Kerja telah mendorong peningkatan laju impor pangan sehingga membanjiri pasar pangan domestik dan telah berdampak membuat petani terpuruk, sehingga tidak berpihak pada pertanian nasional.
“Putusan MK ini memiliki makna bahwa hal tersebut telah melanggar konstitusi, karena menimbulkan korban dari masyarakat petani dan menciderai kedaulatan pangan nasional,” ucap Johan.
Selanjutnya Johan menyebut bahwa omnibus law telah menghapus tujuh UU berkaitan dengan sektor pangan dan investasi sektor pertanian, bahkan telah melegalkan alih fungsi lahan budidaya pertanian untuk kepentingan umum dan atau proyek strategis nasional. “Namun saya lebih prihatin ternyata pangan dan kawasan pertanian rakyat tidak menjadi bagian dari kepentingan umum ataupun isu strategis nasional,” papar Johan.
Johan setuju jika harus segera dilakukan perbaikan muatan dan sasaran dari UU Cipta Kerja, karena sejak awal dirinya menegaskan telah menolak muatan dari omnibus law yang terlalu mengedepankan pertumbuhan ekonomi berbasis lahan yang diperuntukkan bagi pelaku usaha skala besar.
“Saya menilai omnibus law telah memicu terjadinya laju konversi dari pertanian ke nonpertanian secara signifikan dan hal ini telah mengancam ketahanan pangan nasional,” tutup Johan Rosihan.[B-12]