Kota Bima, Berita11.com— Duta Daerah Pemilihan Pulau Sumbawa di DPR RI, Dr H Muhammad Syafruddin MM menanggapi tentang gugatan syarat batas usia calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK). Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu meminta semua pihak untuk bersabar menanti putusan lembaga hukum berkaitan gugatan tersebut.
“Kita tunggu saja hasilnya, saya kira lembaga hukum MK dan lain-lain akan memberikan pertimbangan serta memberikan jawaban yang tidak merepotkan dan tidak mengecewakan publik, persyaratan umur dan lain-lain. Kita tunggu saja,” ujar HMS menjawab wartawan di Kota Bima, Rabu (9/8/2023).
Menurutnya, gugatan atau permohonan judicial review yang diajukan ke MK tidak harus diasumsikan sebagai bagian dari kepentingan politik tertentu. “Tentu pemerintah dan lain-lain sudah melihat ini sesuatu keharusan tapi tidak memberatkan semua sisi,” ujarnya.
Dia menyatakan, hingga saat ini pihak DPR RI melalui Komisi II masih melakukan kajian, termasuk berbagai pertimbangan. “Nanti di Komisi II yang melihat aksesibilitasnya. Mereka yang akan melihat,” ujar HMS.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah kompak memberi sinyal setuju agar batas minimum usia calon presiden dan wakil presiden turun dari 40 ke 35 tahun atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara.
Sinyal itu tampak dalam keterangan masing-masing yang disampaikan dalam sidang pemeriksaan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (1/8/2023) lalu.
DPR diwakili anggota Komisi III dari fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman, sedangkan pandangan presiden diwakili oleh Menkumham Yasonna H. Laoly dan Mendagri Tito Karnavian yang bertindak atas nama Presiden RI Joko Widodo.
DPR dan pemerintah sama-sama menyinggung putusan MK terdahulu, yakni nomor perkara 15/PUU-V/2007 dan 58/PUU-XVII/2019, yang pada intinya menegaskan bahwa batas usia capres dan cawapres merupakan ranah pembentuk undang-undang (open legal policy).
Konstitusi UUD 1945 tidak mengatur sama sekali batasan-batasan itu. Dalam pandangannya, DPR menyinggung bahwa perubahan dinamika ketatanegaraan perlu dipahami oleh capres sebagai calon penguasa tertinggi suatu negara, sehingga yang bersangkutan perlu memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Habiburokhman menyinggung bahwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk produktif akan sangat berperan dalam beberapa tahun mendatang. “Oleh sebab itu, penduduk usia produktif dapat berperan serta dalam pembangunan nasional di antaranya untuk mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres,” kata dia.
Dia juga menyebutkan beberapa kriteria usia minimum capres-cawapres di negara lain yang pada intinya memvalidasi keinginan untuk menurunkan batas usia minimum capres-cawapres Indonesia.
“Empat puluh lima negara di dunia memberikan syarat minimal 35 tahun, di antaranya Amerika Serikat, Brasil, Rusia, India, dan Portugal,” ujar dia.
Dari pihak pemerintah menyinggung Pasal 28D Ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. “Perlu dipertimbangkan perkembangan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan, salah satunya terkait kebijakan batasan usia bagai calon presiden dan wakil presiden,” menurut Yasonna dan Tito dalam keterangan yang dibacakan oleh Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Togap Simangunsong, di hadapan sidang.
Adapun pemerintah menilai batasan usia minimum capres-cawapres merupakan sesuatu yang adaptif dan fleksibel, sesuai perkembangan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai kebutuhan penyelenggaraan ketatanegaraan.
Alasan pemerintah bahwa tolok ukur batasan usia dengan memerhatikan dinamika perkembangan usia produktif penduduk perlu dipertimbangkan kembali.
Dalam petitumnya, DPR dan pemerintah kompak menyerahkan urusan ini ke MK, tanpa sikap tegas yang menyatakan persetujuannya atau penolakannya terhadap permohonan uji materi ini.
Dalam perkembangannya, kini juga muncul gugatan agar batas usia Cawapres menjadi 25 tahun. Berdasarkan gugatan yang dilansir website MK, Senin (7/8/2023), gugatan itu diajukan oleh calon advokat Melisa Mylitiachristi Tarundung. Melisa menggugat Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang berbunyi: Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.
“Menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu, sepanjang frasa ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun’ bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 25 tahun,” ujar Melisa.
Menurut Melisa, dirinya tertutup menjadi Capres atau Cawapres gara-gara belum berusia 40 tahun. Padahal sesuai UU, usia 27 tahun telah dewasa. Yaitu:
1. UU Kewarganegaraan, dewasa di atas 18 tahun.
2. KUHPerdata, dewasa di atas 21 tahun atau telah kawin.
3. Kompilasi hukum Islam, dewasa di atas 21 tahun.
4. KUHP, dewasa di atas 16 tahun.
5. UU Perkawinan, dewasa setelah 18 tahun.
6. UU Ketenagakerjaan, dewasa setelah 21 tahun.
7. UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dewasa di atas 18 tahun.
8. UU Perlindungan Anak, dewasa setelah 18 tahun
9. UU HAM, dewasa di atas 18 tahun
10. UU Pornografi, dewasa setelah 18 tahun
11. UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, di atas 18 tahun
12. Syarat calon anggota DPD minimal 21 tahun
13. Syarat calon hakim minimal 25 tahun
14. Syarat calon jaksa, minimal 23 tahun
15. Syarat calon Kepala Daerah, minimal 25 tahun
16. Syarat calon kepala desa, minimal 25 tahun
“Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, syarat batas usia bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden minimal berusia 40 tahun, terbukti telah mengakibatkan kerugian konstitusional PEMOHON dalam hal menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden dalam Pemilu yang diselenggarakan pada setiap lima tahun sekali, dengan jaminan penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan secara adil sebagaimana yang yang dijamin dalam ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945,” katanya.
Tak berhenti di Melisa, gugatan terbaru itu salah masuk pada Jumat (4/8/2033), yang diajukan oleh dua mahasiswa yang kampusnya sama-sama berlokasi di Kota Solo, Jawa Tengah. Keduanya adalah Arkaan Wahyu dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Almas Tsaqibbirru dari Universitas Surakarta (Unsa).
Gugatan mereka belum teregister secara resmi di MK, tapi sudah tercatat dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) dengan nomor 86/PUU/PAN.MK/AP3/08/2023.
Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur batas usia minimum capres-cawapres adalah 40 tahun. Keduanya meminta MK mengubah bunyi pasal tersebut dengan mengganti batas usai 40 tahun menjadi 21 tahun. [B-19]
Follow informasi Berita11.com di Google News