Sedih atas Kasus HIV AIDS di Bima Capai Ratusan, MUI: Cepat Respon, jika tidak Tunggulah Kehancuran

Ustadz Irwan M.Pd.I (Kiri). Foto Ist.
Ustadz Irwan M.Pd.I (Kiri). Foto Ist.

Bima, Berita11.com— Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bima mengingatkan stake holder terkait menerapkan peraturan yang jelas dalam mencegah atau meminimalisasi perbuatan dan dampak dari kasus sosial perzinahan dan LGBT.

Hal itu menanggapi tingginya kasus warga Kabupaten Bima yang terpapar HIV AIDS sampai 200 orang sebagaimana data RSUD Bima.

Bacaan Lainnya

“Jika dilihat dari bahayanya kami berharap semua untuk segera menerapkan aturan yang jelas untuk mencegah atau meminimalisir perbuatan serta dampak dari perzinahan dan LGBT,” harap Wakil Ketua MUI Kabupaten Bima, Ustadz Irwan M.Pd.I saat dihubungi Berita11.com melalui layanan media sosial whatshapp, Jumat (14/7/2023).

Akademisi Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Bima itu mengimbau seluruh lapisan masyarakat agar merespon tinggi angka kasus HIV AIDS tersebut. “Karena jika slow respon (lambat tanggapi) atau bahkan tidak direspon sama sekali, maka tunggulah kehancuran generasi dan peradaban kita. Ini kondisi yang luar biasa menyedihkan,” ujar Ustadz Irwan.

Diakui Ustadz Irwan, sesuai hasil riset dan ilmu kedokteran selama ini memang banyak yang menyebabkan penyakit menular seksual (PMS), namu yang paling berpengaruh adalah perzinahan atau seks bebas (free sex) melalui medium gonta ganti pasangan dan juga LGBT yang merajalela.

BACA JUGA: Kepala PBB akan Kunjungi NTB, Pemprov dan UNIDO Bahas Persiapan

“Padahal semua sudah paham dalam Islam, terdapat pandangan bahwa zina (hubungan seksual di luar pernikahan) dan perilaku LGBT bertentangan dengan ajaran agama. Pendekatan hukum Islam terhadap zina dan LGBT didasarkan pada prinsip-prinsip agama dan norma-norma yang dianggap sebagai tuntunan Allah lewat Quran dan Hadits serta pendapat para ulama,” katanya.

Beberapa dalil yang berkaitan dengan bahaya zina ujarnya, Alquran secara jelas melarang zina dalam beberapa ayat, seperti Surat Al-Isra’ [17:32], Surat An-Nur [24:2], dan Surat Al-Furqan [25:68-69]. Ayat-ayat ini menggambarkan zina sebagai perbuatan yang keji dan kotor serta sangat rendahan, karena orang yang berperilaku demikian disamakan dengan binatang.

“Begitu juga banyak Hadis Nabi Muhammad SAW menyampaikan larangan terhadap zina dalam berbagai hadisnya. Misalnya dalam salah satu hadis yang menyatakan bahwa “Tidak ada zina kecuali akan melahirkan kemarahan Allah dan mendatangkan malapetaka” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Islam mengajarkan bahwa zina memiliki dampak negatif yang serius, baik pada individu maupun masyarakat,” ujarnya.

Dampak itu sebut Ustadz Irwan, antara lain melanggar kehormatan, merusak stabilitas keluarga, mengganggu ketenangan pikiran, meningkatkan risiko penyebaran penyakit seksual, dan mengganggu ketertiban sosial. Terlebih lagi terhadap LGBT Islam telah memberikan gambaran yang jelas terhadap bahayanya hal tersebut, yang seharusnya sama-sama tidak boleh diberikan ruang untuk berkembang dan mengakar, kerena akan merusak prinsip fitrah.

“Islam mengajarkan bahwa manusia dilahirkan dengan fitrah yang bersifat heteroseksual, yaitu menarik secara alami kepada lawan jenis untuk menjalin hubungan yang sah dalam pernikahan. Praktik homoseksualitas dianggap sebagai penyimpangan dari fitrah tersebut dan mengundang azab serta laknat jika pelakunya tidak segera bertaubat. Kita dapat membaca dalam Quran tentang kisah Nabi Luth: sebagaiman dijelaskan dalam Alquran (Surat Al-A’raf [7:80-81] dan Surat An-Naml [27:54-55]) yaitu tentang bagaimana Allah menghancurkan kaum sodom yang terlibat dalam perilaku homoseksual,” ujarnya.

BACA JUGA: Ketua MUI: Menjaga Toleransi adalah Warisan Sultan Bima sejak lama

Allah SWT menghancurkan kaum Sodom dengan dikubur hidup-hidup dengan tanah. Hal itu dianggap sebagai peringatan akan konsekuensi buruk dari perilaku tersebut. “Apakah kita harus menunggu hal tersebut terjadi, sehingga kita belum bergerak untuk mencegah pengaruh mereka terhadap diri, keluarga, peserta didik, dan siapapun?” ujarnya.

Direktur Pondok Pesantren Al Maliky Kabupaten Bima itu berharap, semua stake holder segera menerapkan aturan yang jelas untuk mencegah atau meminimalisasi perbuatan serta dampak dari perzinahan dan LGBT dengan penegakan peraturan hukum yang sudah ada.

“Ditambah dengan aturan perda (peraturan daerah), hukum adat, perpu dan lain sebagainya. Karena jika tidak segera ditangani akan menimbulkan masalah yang sangat merusak tatanan kehidupan masyarakat,” tandasnya.

Selain itu, MUI juga berharap semua pihak segera mengambil peran, baik sebagai orang tua dalam lingkungan keluarga, ulama, umara , warga masyarakat, para pendidik di lingkungan pendidikan.

“Serta pemerintah tentunya untuk mencegah dan tidak memberikan peluang perbuatan zina dan LGBT,” harapnya. [B-22]

Follow informasi Berita11.com di Google News

Pos terkait