Bima, Berita11.com—Pihak Kementerian Agraria / Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) Kabupaten Bima membentuk forum yang akan menyelesaikan polemik program sertifikat lahan konsolidasi (Land Consolidation/ LC) di Desa Rasabou Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Hal tersebut terungkap saat audiensi antara massa Aliansi Masyarakat Pencari Keadilan Desa Rasabou dengan Kementerian Agraria / Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) Kabupaten Bima yang berlangsung di aula kantor Pemerintah Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Rabu (25/10/2023).
Kepala ATR/ BPN Kabupaten Bima Lalu Mahyarin Huda mengungkapkan, berkaitan program LC 500 sertifikat, 28 sertifikat di antaranya menjadi jaminan di perbankan. “Kami juga kaget. Kondisi tanah memang harus digeser dan kelebihan tanah akan digunakan fasilitas umum.” Ujarnya.
Mahyarin menjelaskan, 13 sertifikat telah pihaknya tarik. Diakuinya memang terdapat 20 persen yang lebih digunakan untuk fasilitas umum.
“Forum pemilik lahan belaku tahun sebelumnya dengan anggotanya dari pemilik lahan. Sesuai peta BPN sudah sesuai dengan bestek gambar pemukiman sejak tahun 2019,” kata Mahyarin menjelaskan kepada pemilik lahan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pencari Keadilan Desa Rasabou.
Dungkapkannya, pada awal tahun 2023 pemerintah desa mendatangi meminta ATR/ BPN Kabupaten Bima untuk menata lahan di wilayah tersebut, namun ada protes Sebagian masyarakat.
“Untuk pengukuran perbidang lahan itu sudah kami ukur sedetail mungkin. Jadi tidak ada kesalahan, sedangkan SPPT yang berhak BPKAD dan bukan ranah kami. Bagaimana teknis pengukurannya gimana dengan BPKAD,” katanya.
Mahyarin menyilakan warga untuk mengembalikan sertifikat LC yang ad ajika mau proses ukur ulang. “Namun perlu diingat sertifikat itu sudah final. Tinggal 13 sertifikat yang akan diselesaikan. Persoalannya ada pihak ketiga atau terkait perbankan, Desa Laju juga memiliki cerita yang sulit diselesaikan. Silakan kalau memang mau ajukan,” tandasnya.
Koordinator massa Aliansi Masyarakat Pencari Keadilan Desa Rasabou, Hikmah mengatakan, proses penerbitan sertifikat tanah tanpa melibatkan masyarakat pemilik lahan adalah sebuah kesalahan. Selain itu, dia menyorot tidak ada keterbukaan pergeseran tanah masyarakat. “Apakah ada permainan kami menduga demikian. Munculnya persoalan ini sudah 13 tahun berlalu tanpa penyelesaian. Kita ukur secara manual lahan warga 54 are dan dalam sertifikat hanya 15 are,” ujar dia.
Dikatakannya, pihaknya tidak mempersoalkan program LC dilanjutkan. Namun dengan catatan proses pencatatan diikuti pengukuran fisik lahan, sehingga Masyarakat mengetahui kerugian maupun luas lahan yang lebih.
“Masyarakat telah menyumbang tanah untuk program pemerintah dengan 20 persen. Hal ini sangat luar biasa. Tanah hasil sertifikat muncul di lahan orang dan akhirnya dikejar oleh masyarakat lain,” katanya.
Hikmah juga menyorot proses pembuatan setifikat tanah yang awalnya diinformasikan gratis. Namun fakta di lapangan berbeda. “Untuk selesaikan masalah ini tolong kami buatkan forum agar didampingi sehingga persoalan ini tidak bermasalah terus,” harapnya.
Pada kesempatan yang sama, warga lainnya, Yudi mengungkapkan, pihaknya sudah melaporkan permasalahan lahan warga yang berkurang dalam program sertifikat LC. Namun pihak pemerintah kecamatan setempat belum mampu menyelesaikan persoalan tersebut.
“Program LC ini kami dukung hanya saja harus ada transparansi. Hilangnya dan bergesernya lahan warga memicu konflik tengah masyarakat,” katanya.
Berkaitan keluhan pemilik lahan, Kepala ATR/ BPN Kabupaten Bima Lalu Mahyarin Huda meminta data konkret agar bisa menyelesaikan persoalan lahan di wilayah stempat. “Biar kami selesaikan dengan detail lahan yang bermasalah waktu paling tidak tiga minggu,” ujarnya. [B-17]
Follow informasi Berita11.com di Google News