Mataram, Berita11.com— Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 menyarankan pemerintah daerah (Pemda) agar memanfaatkan aset pemerintah yang tak terpakai seperti bangunan untuk kegiatan budidaya walet bagi penyintas Covid-19 / C-19.
Hal itu karena banyak bangunan milik Pemda yang tak dihuni di kabupaten dan kota di NTB, sehingga terkesan kumuh. Selain ruko-ruko di kawasan niaga, juga banyak aset Pemda, baik milik pemerintah provinsi maupun milik pemerintah kabupaten dan kota di NTB.
Mi6 menilai di tengah pandemi perlu upaya inovatif memanfaatkan bangunan yang tak berfungsi itu untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Salah satunya untuk pengembangan budidaya burung walet.
Mi6 menilai pengembangan budidaya burung walet melibatkan kelompok masyarakat akan memberi nilai tambah ekonomis dan pasti untung. Selain itu, bangunan rumah atau perkantoran yang tadinya “nganggur” dan terkesan kumuh, bisa disulap lebih indah dan produktif.
“Ini bagian dari strategis tata kota, yang bermuara ke ekonomi masyarakat. Sarang walet kan nilai ekonomisnya cukup tinggi,” kata Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto didampingi Kepala Divisi Litbang Mi6 , Zainul Pahmi, Jumat (27/8/2021).
Menurutnya, sejauh ini solusi untuk bangunan asset Pemda hanya dilakukan dengan menyewakan bangunan tersebut. Selebihnya, bangunan mangkrak (asset idle) dibiarkan kosong dan terkesan tidak terurus. Hal ini membuat wajah Kota / kabupaten terkesan kumuh meskipun di jalur utama.
Padahal meski disewakan pun harganya tidak seberapa dan tak mampu menutup biaya pemeliharaannya. “Nah kalau dimanfaatkan untuk budidaya walet tentu nilai ekonomis akan lebih terasa,” imbuhnya.
Menurut pria yang akrab disapa Didu ini, sejumlah budidaya walet dikelola swasta sudah banyak sukses di NTB. Komoditas sarang walet menjadi menjanjikan secara ekonomi karena harga jual yang mahal dan pasar yang luas.
“Burung walet sendiri merupakan burung yang memiliki ciri fisik bagian ekor yang panjang dan sayap yang agak meruncing, dengan bagian bawah tubuh berwarna cokelat dan bagian atas berwarna hitam. Burung yang memiliki nama latin Collocalia Vestita ini juga senang dan banyak hidup di daerah pantai,” urainya.
Didu menjelaskan, bukan burung yang bisa dimanfaatkan, karena yang membuat burung ini istimewa adalah sarangnya. Sarang burung walet sangat diburu orang, sehingga banyak orang yang sengaja membudidayakan burung walet, karena sarangnya memiliki harga yang fantastis. Karena sarang burung walet merupakan sarang yang dibuat menggunakan air liur mereka sendiri dan memiliki manfaat luar biasa terutama untuk kesehatan.
Manfaat Sarang Burung Walet
Sarang burung walet terkenal dengan manfaatnya yang luar biasa, khususnya untuk kesehatan. “Karena saking sulitnya untuk menemukan, mengambil, hingga membudiaya burung walet sampai menghasilkan sarang, harga sarang burung walet ini bisa mencapai US $2.000-3.000 atau sekitar Rp28-42 juta per kilo gram,” katanya.
Penyintas Covid dan Harapan Hidup Baru
Sementara itu, Kepala Divisi Litbang Mi6, Zainul Pahmi mengatakan, tidak salah jika nanti budidaya walet memanfaatkan aset Pemda yang nganggur dan kegiatan itu perlu melibatkan penyintas Covid 19 sebagai simbol optimisme dan membangun harapan hidup baru.
“Jika penyintas Covid -19 dilibatkan dlm pemanfaatan aset pemda, ini perlu dimaknai membangun optimisnm dan harapan kepada masyarakat di tengah ujian badai pandemi,” papar Pahmi sembari menambahkan asset idle perlu didata dan didesain pemanfaatannya.
“Jika campaign design inovasi ekonomi kreatif yang melibat penyintas meluas, tidak tertutup Kemungkinan akan berpengaruh signifikan terhadap citra baik NTB di mata publik,” ujarnya.
Apalagi tahun 2021- 2022 akan ada gelaran internasional FIM World Super Bike dan MotorGP, maka Pemprov NTB dan stakeholder lain perlu membuat terobosan simpatik yang out of the box untuk memoles citra baik NTB di tengah pandemi agar publik nasional dan internasional terbangun empati dan humanisme.
“Ide Mi6 memberdayakan kaum penyintas haruslah dimaknai dalam kerangka membangun sisi lain (back stafe) dan optimisme di balik opini-opini yang kontraproduktif selama ini,” tukas Pahmi. [B-19]