LPG Bersubsidi di Kabupaten Bima masih Dijual hingga Rp30 Ribu/ Tabung, ini kata Pertamina

LPG Bersubsidi. Foto Ist.

Bima, Berita11.com— Kendati pemerintah pusat mulai mewajibkan penebusan LPG bersubsidi menggunakan E-KTP per awal Januari 2024, namun hingga saat ini  belum diimplementasikan hingga Tingkat daerah. Ironis, LPG melon bahkan masih dijual hingga Rp30 ribu per tabung.

Praktik penjualan LPG bersubsidi jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) di antaranya terjadi  di Desa Bajo Kecamatan Soromandi. LPG 3 kg dijual dengan harga Rp30 ribu per tabung, sedangkan pada tingkat pangkalan resmi yang mengantungi izin resmi dari pemerintah dijual dengan harga Rp23 ribu per tabung, meskipun di papan  informasi yang ditempel di pangkalan HET LPG Rp18 ribu per tabung.

Salah satu warga Desa Bajo Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima yang enggan namanya ditulis mengaku kecewa dengan pengawasan barang bersubsidi oleh pemerintah daerah. Masalahnya, HET yang seharusnya menjadi acuan penjual justru “dikangkangi” oleh para pemilik pangkalan dan pengecer. Padahal saat ini masyarakat menghadapi dampak kenaikan harga beras yang mencapai 50 persen dan kenaikan harga bahan pokok serta barang strategis lain.

“Harga LPG di tingkat pengecer masih dijual Rp30 ribu per tabung. Kalau di pangkalan resmi yang punya izin itu paling murah Rp23 ribu per tabung walaupun yang kita tahu HET hanya Rp18 ribu per tabung,” ujar warga di Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima, Rabu (17/1/2024).

Warga berharap, organisasi perangkat daerah terkait rutin memonitor dan menindak tegas pemilik pangkalan yang menjual LPG bersubsidi jauh di atas HET. Karena rata-rata harga bahan pokok sedang  mahal. Namun pada sisi lain, pendapatan masyaakat justru berkurang, termasuk para petani dan nelayan menghadapi ancaman gagal panen karena kondisi cuaca tak menentu.

Warga lainnya yang juga enggan menyebut namanya mengaku terpaksa  rutin membeli LPG di luar wilayah Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima walaupun jaraknya hingga 5 kilometer. “Harga jual  LPG di pangkalan yang berada di Desa Rada dan Desa Nggembe Kecamatan Bolo jauh lebih murah, rata-rata dijual Rp20 ribu per tabung. Bahkan salah satu pangkalan di Desa Rada rencananya akan turunkan harga jadi Rp18 ribu sesuai HET,” kata warga Kecamatan Soromandi.

Diungkapkannya, hingga saat ini penebusan LPG bersubsidi di berbagai wilayah di Kabupaten Bima sebagaimana di Kecamatan Soromandi dan Kecamatan Bolo belum mewajibkan menggunakan E-KTP.

“Harapan kami semua pangkalan menjual LPG sesuai ketentuan pemerintah, sesuai HET yang ditentukan atau paling mahal Rp20 ribu per tabung lah. Kalau di pangkalan saja sudah Rp23 ribu di pengecer sudah dijual Rp30 ribu per tabung. Padahal yang kami dengar itu tidak boleh lagi  pengecer yang jual,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bima, Amrin, yang dihubungi melalau layanan media sosial whatshaap belum lama ini tidaj merespon  saat dikonfirmasi wartawan berkaitan masalah LPG bersubsidi di wilayah Kabupaten Bima masih dijual jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah.

Pertamina Isyaratkan Tindak Tegas Pangkalan Nakal yang Jual LPG di atas HET

Secara terpisah, Comunnication Relation (Comrel) Pertamina Patra Niaga, Mutiara Evy yang dihubungi Berita11.com mengisyaratkan akan menindaktegas pangkalan yang terbukti menjual LPG di atas HET. Untuk menindaklanjuti pelanggaran HET tersebut, Pertamina membutuhkan data terkait nama pangkalan.

“Pangkalan wajib menjual dengan sesuai HET, jika menemukan hal demikian maka bisa dilaporkan ke agen terkait atau pengawas dari pemda agar pangkalan tersebut mendapatkan pembinaan,” kata Mutiara saat dihubungi melalui layanan media sosial.

Diisyaratkannya, untuk memastikan pelanggaran oleh pangkalan yang menjual LPG bersubsidi di atas HET agen Pertamina akan mengeceknya di lapangan.

Mutiara juga menjelaskan soal penjualan LPG bersubsidi wajib disertai E-KTP. Ketentuan tersebut diterapkan secara bertapah menyesuaikan kondisi masyarakat dan pengelola pangkalan.

“Pembelian dengan KTP sudah mulai diwajibkan ke semua pangkalan, namun kondisinya masih bertahap dikarenakan masih banyaknya pangkalan belum paham teknologi dan beberapa masyarakat yang menolak dengan KTP dan program subsidi tepat secara perlahan masih diajarin satu per satu ke semua pangkalan,” ujarnya. [B-22/B-19]

Follow informasi Berita11.com di Google News