Ironi Pelayanan Publik SPKT, Kalah Cepat dari Damkar, Wakapolri: Mayoritas Kapolsek Underperform

Komjen Pol Dedi Prasetyo.
Komjen Pol Dedi Prasetyo.

Jakarta, Berita11.com—Institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sedang menghadapi tantangan serius terkait kinerja internal dan krisis pengawasan.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI pada Selasa (18/11), Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo secara gamblang membeberkan data yang mengejutkan mengenai rendahnya performa jajaran di tingkat wilayah dan merebaknya praktik police brutality.

Bacaan Lainnya

Data yang disampaikan Wakapolri menyoroti kegagalan sistemik dalam penempatan pejabat dan pengawasan internal, yang berdampak langsung pada pelayanan masyarakat dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

 

Kinerja Jajaran Wilayah: “Underperform” di Setiap Tingkat

Komjen Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa buruknya kinerja tidak hanya terjadi di satu lini, melainkan merata dari tingkat Ditreskrim hingga Kapolsek.

Dedi mengakui bahwa 67% dari 4.340 Kapolsek dinilai underperform. Penyebab utamanya adalah penunjukan yang kurang tepat, di mana hampir 50% posisi tersebut diisi oleh perwira lulusan PAG (Perwira Alih Golongan).

Dari 47 Direktorat Reserse Kriminal yang menjadi fokus, 15 di antaranya dicatat berkinerja buruk.

BACA JUGA:  Polri Jelaskan Personel Senjata Lengkap Turut Jaga Pos Mudik

Sebanyak 36 dari 440 Kapolres yang telah diasesmen juga didapati berkinerja kurang maksimal.

Bahkan, akar masalah kepolisian mayoritas berada di tingkat daerah, dengan 62% permasalahan Polisi muncul di tingkat wilayah, sementara 30% terjadi di Mabes Polri.

 

Pengawasan Lemah, Police Brutality Merajalela

Dedi Prasetyo menyoroti kurangnya pengawasan internal sebagai biang keladi munculnya arogansi dan perilaku menyimpang di kalangan anggota.

“Kenapa terjadi arogansi? Kenapa terjadi perilaku-perilaku menyimpang abuse of power? Pengawasan kita kurang kuat,” tegas Dedi.

Kelemahan pengawasan ini berujung pada peningkatan kasus police brutality dan public complain yang signifikan. Polri bahkan telah memetakan permasalahan ini di akhir 2024 dan awal 2025. Aduan masyarakat didominasi oleh penyalahgunaan senjata api yang berlebihan yang bahkan mengakibatkan korban jiwa, baik anggota maupun masyarakat.

Dedi mencatat, kasus-kasus kekerasan ini terjadi hampir di seluruh wilayah, termasuk insiden penembakan di Solok Selatan, serta dugaan brutality saat demonstrasi di Sorong, Papua Barat, hingga kasus penyekapan dan penganiayaan di Sulawesi Selatan.

 

Ironi Pelayanan Publik: Kalah Cepat dari Damkar

Kelemahan Polri juga terlihat jelas dalam pelayanan publik, khususnya di SPKT (Satuan Pelayanan Kepolisian Terpadu). Dedi mengakui adanya quick response time yang lambat dalam menangani laporan masyarakat.

BACA JUGA:  Tujuh tanda Ekonomi RI sedang tidak baik-baik saja, Rupiah Anjlok, Suku Bunga Acuan Tinggi hingga Rasio NPF Naik

“Di bidang SPKT dalam laporan masyarakat lambatnya quick response time. Standar PBB itu di bawah 10 menit, kami masih di atas 10 menit,” ungkapnya.

Kondisi ini menciptakan ironi di mata publik, di mana masyarakat kini cenderung lebih mudah dan cepat melaporkan segala sesuatu ke Damkar, karena kecepatan responsnya yang unggul.

 

Komitmen Perbaikan: Dari Rekrutmen hingga Paradigma

Menanggapi permasalahan ini, Dedi menyatakan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah meminta pembenahan total. Upaya perbaikan difokuskan pada:

Reformasi Rekrutmen dan Pendidikan: Memperbaiki proses rekrutmen melalui meritokrasi dan pendidikan yang lebih baik, bahkan dengan menggandeng pihak eksternal untuk mengontrol proses.

Perubahan Paradigma Pengamanan Unjuk Rasa: Setelah evaluasi di 12 Polda, Polri berkomitmen mengubah pendekatan dari “menghadapi massa” menjadi “melayani massa” dengan cara-cara yang lebih humanis, sebagai bentuk penghargaan terhadap demokrasi.

Secara keseluruhan, pemaparan Wakapolri ini menjadi pengakuan bahwa Polri harus melakukan perombakan fundamental, terutama dalam meningkatkan pengawasan dan mempercepat respons pelayanan, demi mengembalikan citra dan kepercayaan publik. [B-19]

Follow informasi Berita11.com di Google News


Pos terkait