Bima, Berita11.com— Harga komoditas pangan utama (bapok) di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, mengalami kenaikan drastis, dengan cabai keriting melonjak hingga 100% di Pasar Pagi Sila, Kecamatan Bolo. Kenaikan tajam ini disebabkan oleh berkurangnya stok komoditas pertanian serta tingginya permintaan untuk kebutuhan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Data yang dihimpun pada Selasa (15/10/2025) menunjukkan bahwa harga sejumlah komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi (volatile food) telah meningkat signifikan, memicu kekhawatiran akan lonjakan angka Indeks Harga Konsumen (IHK) daerah yang merujuk pada Kota Bima.
Lonjakan Harga Komoditas Pertanian
Pedagang bapok di Pasar Pagi Sila, Rubiah, mengungkapkan bahwa harga cabai keriting kini mencapai Rp50.000 per kilogram (kg), naik tajam dari harga sebelumnya Rp25.000/kg. Sementara itu, harga cabai rawit naik dari Rp20.000/kg menjadi Rp25.000/kg, dan bawang merah naik dari Rp20.000/kg menjadi Rp30.000/kg dalam dua pekan terakhir.
“Kenaikan harga ini karena stoknya saat ini berkurang,” ujar Rubiah, Selasa (15/10/2025) lalu.
Pedagang lain, Rahma, bahkan mencatat harga cabai keriting dijual mencapai Rp60.000 hingga Rp70.000 per kg, sementara bawang merah mencapai Rp40.000/kg. Rahma menyebutkan kenaikan terjadi karena rantai pasok terbatas dan adanya kenaikan harga dari tingkat produsen.
Selain itu, harga telur ayam ras juga tercatat naik dari Rp58.000 menjadi Rp60.000 per krat, dengan kenaikan rata-rata Rp5.000 per ikat dari tingkat distributor.
Dampak Permintaan MBG dan Prediksi Musiman
Sejumlah pedagang menduga tingginya permintaan dari dapur umum (SPPG) untuk program MBG turut memicu ketidakseimbangan antara ketersediaan barang dan permintaan masyarakat, khususnya pada komoditas seperti telur dan beras medium Bulog.
Suhada, pedagang daging merah, melaporkan terjadi peningkatan penjualan harian dari 40 kg menjadi 50 kg per hari, yang ia duga karena tingginya kebutuhan MBG.
Rubiah memprediksi kenaikan harga pangan akan berlanjut pada Desember 2025 dan awal 2026. “Pada akhir tahun dan awal tahun sedang berada pada musim hujan, sehingga stok cabai dan bawang merah semakin menipis dan tidak sebanding dengan permintaan,” jelasnya.
Isu Tata Niaga dan Keluhan Pedagang Lokal
Di tengah lonjakan harga, pedagang ayam broiler, Kartini, menyoroti praktik pembelian ayam untuk kebutuhan MBG. Menurutnya, pengelola dapur umum cenderung membeli langsung dari kandang atau perusahaan penyuplai, bukan melalui pasar tradisional.
“Ini justru menyusahkan para pedagang di pasar, karena stok ayam broiler berkurang dan pemasok akan menaikkan harga,” kata Kartini. Ia berharap pemerintah mengatur agar pembelian untuk MBG dialihkan ke pasar tradisional.
Sementara itu, pedagang beras, Feriwati, dan pedagang bapok, Mangis, menuding adanya praktik penimbunan dan “mafia” yang bermain pada komoditas beras medium dan gula pasir.
Pedagang juga mengeluhkan harga jual beras medium dari Bulog yang dianggap terlalu mahal, yakni Rp11.500 per kg, sehingga margin keuntungan bagi pedagang kecil sangat tipis.
Hanya harga daging merah Rp120.000/kg, ayam broiler Rp40.000/kg, dan gula pasir Rp18.000/kg yang dilaporkan stabil. Adapun harga tomat masih anjlok di harga Rp5.000/kg dan berpotensi naik tajam saat musim hujan. [B-31]
Follow informasi Berita11.com di Google News













