Dapat menyelesaikan studi tepat waktu dan dikukuhkan sebagai sarjana merupakan salah satu hal membahagiakan bagi sebagian besar mahasiswa. Hal itu pula yang dirasakan oleh Walid Alfian, mahasiswa Strata Satu (S1) Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Bima.
Putra pasangan almarhum Firman dan Asmah asal Desa Ncera Kecamatan Belo Kabupaten Bima ini dikukuhkan sebagai sarjana bersama ratusan mahasiswa lain yang berhasil menuntaskan kuliah, pada prosesi rapat terbuka Senat Universitas Muhammadiyah Bima, prosesi wisuda angkatan IV di kampus UM Bima Sabtu (30/8/2025) sore.
Di balik rasa bahagianya dapat menyelesaikan kuliah strata satu, Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Bima ini masih menyimpan sekelumit suka duka selama menempuh kuliah di kampus UM Bima. Salah satu yang membekas dalam ingatannya termasuk saat ia pernah dikira sebagai anggota intelijen karena berambut gondrong.
Pria kelahiran Bekasi, 23 Mei 2002 silam ini, juga mengaku pernah dikucilkan rekan kuliahnya karena penampilannya dianggap mirip preman. “Pernah disangka intel polisi karena gondrong. Terus pernah dikejar polisi waktu demo,” cerita Walid mengingat suka dukanya selama menjadi mahasiswa dan aktivis organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) di Bima.
Berasal dari latar belakang ekonomi pas-pasan, membuat alumnus jurusan Teknik Mesin SMKN 2 Kota Bima tahun 2021 ini menjalani masa kuliah dengan sederhana. Walid sadar betul bapaknya yang menjadi tulang punggung keluarga telah menghadap illahi. Sementara pada sisi lain, sebagai anak sulung dari dua bersaudara ia memiliki tanggung jawab membantu ibunya.
Orang tuanya merupakan petani bawang merah di Kecamatan Belo Kabupaten Bima yang kehidupannya kembang kempis. Hal itulah yang membuatnya beberapa kali terpaksa menunggak membayar kuliah. Ia juga terpaksa mengurangi uang makan untuk membeli buku pendukung kuliah.
“Dulu pernah terpaksa kurangi uang makan karena harus beli buku dan pernah nunggak bayar (biaya) kuliah,” cerita dia.
Semasa kuliah di kampus UM Bima, Walid tidak hanya menghabiskan waktu untuk fokus menimba ilmu dalam ruang kelas. Ia juga berupaya mengeksplorasi kemampuan (soft skill) dan memperluas jaringan dengan mengarungi organisasi mahasiswa. Ditempa dalam organisasi membuat mentalnya semakin meningkat. Ia memiliki banyak teman dan relasi selain di luar kehidupan kampus. Bahkan mengenal sejumlah orang hebat.
“Pengalaman suka selama kuliah dan berorganisasi punya banyak relasi dan kenal orang-orang hebat. Punya banyak senior-senior hebat di organisasi,” ujarnya.
Bagi Walid, hal paling berkesan dalam hidupnya sebagai mahasiswa, saat ia dipercaya rekan-rekannya memimpin IMM Cabang Bima. Sebagai ketua IMM Cabang Bima ia dikenal banyak orang. Jauh sebelum itu, ia menempa dirinya mulai dari bawah, masuk dalam organisasi mahasiswa.
“Pernah tidur tiga jam sehari selama satu minggu karena jadi peserta pengkaderan DAD (Darul Arqam Dasar) IMM,” cerita Walid.
Selama menjadi aktivis mahasiswa, Walid memiliki pengalaman memimpin unjuk rasa (demo). Salah satunya saat unjuk rasa menyorot legislatif berujung penyegelan kantor DPRD Kota Bima.
Saat ini dia belum menentukan langkah selanjutnya pasca dikukuhkan sebagai sarjana hukum pada prosesi wisuda angkatan IV Universitas Muhammadiyah Bima. Namun jika ada kesempatan ia bermimpi dapat melanjutkan studi profesi sebagai advokat. “Setelah selesai periodesasi di IMM insya Allah sekolah advokat,” pungkasnya. (US)