Meraih Mimpi yang Pernah Patah: Kisah Sulis Sulastri, Calon Wisudawati Terbaik STKIP Taman Siswa Bima

Sulis Sulastri, calon wisudawati terbaik STKIP Taman Siswa Bima.
Sulis Sulastri, calon wisudawati terbaik STKIP Taman Siswa Bima.

Di tengah keterbatasan dan padatnya tanggung jawab, Sulis Sulastri membuktikan bahwa ketekunan adalah kunci. Mahasiswi asal Kelurahan Jatiwangi, Kota Bima, ini akan dinobatkan sebagai calon Wisudawati Terbaik dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) STKIP Taman Siswa Bima pada 1 November 2025, dengan perolehan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,98 yang hampir sempurna.

Sulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bambang Hermanto dan Nur Asiah. Pencapaian ini bukan sekadar gelar, melainkan sebuah janji yang ditepati untuk meneruskan mimpi yang pernah terhenti: mimpi sang ayah yang kala itu gagal melanjutkan pendidikan tinggi karena kendala restu keluarga. Berbekal semangat dari ayahnya dan doa tak putus dari ibunya, Sulis berjuang menyelesaikan pendidikannya dari SMPN 7 dan MAN 1 Kota Bima hingga meraih gelar sarjana.

Bacaan Lainnya

“Dulu, ayahku sempat mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi lewat jalur beasiswa prestasi. Namun, mimpi itu kandas karena ayahnya kala itu tidak mengizinkan. Ia pulang dari tanah rantauan dengan hati yang patah,” ungkap Sulis.

 

Belajar di Luar Kelas: Kepemimpinan dan Pengabdian

Bagi Sulis, masa kuliah adalah perjalanan menemukan jati diri dan makna pengabdian. Meskipun awalnya memilih PGSD karena dorongan orang tua dan pertimbangan prospek kerja, ia akhirnya menemukan bahwa menjadi guru adalah panggilan hati—sebuah proses yang mengubah keterpaksaan di awal menjadi cinta di akhir.

BACA JUGA:  Kukuhkan 186 Sarjana Angkatan XV, STKIP Tamsis akan Buka Dua Prodi Magister dan Menuju Universitas

Ia menyukai kesempatan untuk tumbuh bukan hanya secara akademik, tetapi juga dalam mengembangkan potensi kepemimpinan dan kepekaan sosial. Sulis aktif mencari ruang belajar di luar kelas: Berdiskusi isu pendidikan, mengikuti kegiatan sosial,  dan berinteraksi langsung dengan masyarakat desa melalui program Kampus Mengajar Angkatan ke-5.

Sulis Sulastri, saat membimbing peserta didik dalam kelas.
Sulis Sulastri, saat membimbing peserta didik dalam kelas.

Pengalaman paling berkesan baginya adalah saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Nggembe, Kecamatan Bolo.

“Itu menjadi pengalaman yang mengajarkan bahwa ilmu tidak hanya dibuktikan lewat nilai, tapi juga lewat pengaruh nyata pada kehidupan orang lain,” ujarnya.

 

Ujian Mental di Tengah Tiga Peran

Namun, perjalanan Sulis tidaklah mulus. Tantangan terbesarnya adalah mengatur waktu di tengah tanggung jawab ganda: tugas akademik, kegiatan organisasi yang padat, dan pekerjaan.

Salah satu fase paling menantang adalah ketika ia harus magang sebagai pegawai di Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) kampus, bersamaan dengan penyelesaian skripsi dan tanggung jawab akademik lainnya.

“Kondisi ini membuat saya sering kali harus membagi waktu dan tenaga secara ekstrem, menghadapi dinamika mahasiswa dan problem kampus, mulai dari administrasi, aksi protes, hingga menghadapi emosi mahasiswa yang sulit dikendalikan,” cerita Sulis.

Dari tekanan ini, ia justru belajar arti tanggung jawab, kesabaran, dan keteguhan hati, menjadikannya sebuah ujian mental yang membentuk kedewasaan berpikir.

BACA JUGA:  Putri Karimah: Pindah Kuliah Akibat Pandemi, Lulus Cumlaude dengan IPK Nyaris Sempurna 3,96

 

Visi Masa Depan: Guru Inovatif dan Agen Perubahan

Sebagai sosok yang selalu berprestasi, ia pernah meraih penghargaan tahfidz Al-Qur’an Juz 30 saat SMA dan menjadi peserta Festival Puisi se-Pulau Sumbawa saat kuliah. Sulis percaya bahwa mahasiswa harus berproses menjadi manusia yang bermanfaat, sesuai dengan hadis yang ia kutip:”Khairunnas Anfa Uhum Linnas” (sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya).

Setelah lulus, Sulis berencana mengabdi sebagai guru yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi dan menanamkan nilai-nilai karakter. Dalam jangka panjang, ia menargetkan melanjutkan ke Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan jenjang Magister sambil berfokus pada pengembangan media pembelajaran digital yang kreatif.

 

Suara untuk Kesenjangan Daerah

Di akhir perjalanannya, Sulis menyuarakan keprihatinannya terhadap realitas sosial. Ia menyoroti kesenjangan kesempatan kerja bagi sarjana muda dan ketimpangan pembangunan yang masih meminggirkan daerah seperti Bima dari segi fasilitas dan akses ekonomi.

Sulis berharap pemerintah lebih serius dalam menciptakan kebijakan yang berpihak pada daerah. Memperluas program Kampus Merdeka berbasis desa. Ia juga berharap pemerintah memberikan insentif bagi lulusan yang mau mengabdi di daerah terpencil.

Ia juga menekankan pentingnya kesadaran ekologis yang harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan, karena pembangunan tidak boleh terus mengorbankan keberlanjutan lingkungan.

Bagi Sulis, lulus bukan berarti berhenti belajar, melainkan awal dari tanggung jawab yang lebih besar untuk menghadirkan kebermanfaatan bagi masyarakat dan bangsa. (US)

 

Follow informasi Berita11.com di Google News

 

Pos terkait