Pelukan Terakhir Sang Ayah: Kisah Al Iqamahul Islam, Calon Wisudawan Terbaik yang Berjuang di Tengah Duka

Calon wisudawan terbaik STKIP Taman Siswa Bima, Al Iqamahul Islam
Calon wisudawan terbaik STKIP Taman Siswa Bima, Al Iqamahul Islam

Di balik senyum hangat yang tersemat, tersimpan kisah perjuangan seorang anak yang mengabdikan masa studinya untuk pendidikan dan merawat ayahnya. Ia adalah Al Iqamahul Islam (Iqa), pemuda kelahiran Dompu, 10 Maret 2003, yang akan dikukuhkan sebagai calon Wisudawan Terbaik dari Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Taman Siswa Bima pada 1 November 2025, dengan capaian Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,75.

Iqa adalah anak keenam dari tujuh bersaudara, putra dari almarhum Al Bukhari dan Maemunah. Ia berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Semasa muda, ayahnya sempat menjadi guru sebelum beralih profesi mengumpulkan barang rongsokan. Namun, sejak 2021, ayahnya mengalami sakit stroke dan hanya bisa duduk atau berbaring di rumah, hingga wafat pada 19 Mei 2025. Demi merawat ayah yang sakit, Iqa dan keluarga juga sempat pindah ke Mataram beberapa tahun dan melanjutkan studi di MTs Nahdlatul Wathan Mataram setelah sempat duduk di bangku MTsN Dompu.

Bacaan Lainnya

Perjuangan Iqa selama kuliah tak terlepas dari kondisi ini.  Jeda kuliah ia manfaatkan untuk merawat sang ayah. Masa-masa awal kuliah di semester 1 dan 2 menjadi babak paling menantang. Iqa harus berangkat kuliah, lalu segera pulang untuk merawat ayahnya.

BACA JUGA:  Tapak Tilas Anak Petani, Dulu pernah jadi Buruh, kini Sukses Duduk di Kursi Legislatif

“Mulai dari memberi obat, memandikan, mencuci baju,” kenang Iqa. Saat itu, ibunya, Maemunah—sosok yang sabar dan tabah merawat suaminya selama empat tahun—juga sempat sakit, dan kakak-kakaknya sibuk bekerja.

Memasuki semester 3, Iqa mulai aktif di kampus, khususnya di organisasi. Ia sering mengikuti kegiatan yang membutuhkan waktu menginap, seperti English Camp Himpunan Mahasiswa Bahasa Inggris (HIMABI) di Lakey dan pengkaderan Lembaga Dakwah Kampus (LDK).

Meskipun kegiatan ini memberinya banyak pelajaran dan pengalaman, ada penyesalan yang mendalam. “Dukanya itu saya sedikit menyesal tidak terlalu banyak waktu di rumah,” ujarnya sedih.

Penyesalan itu sedikit terobati di akhir masa studinya. “Akhir semester, yaitu semester 8 saya sering di rumah menemani ayah saya pada saat ajalnya,” kata Iqa. Ia masih mengingat momen terakhir memijat ayahnya. Dengan senyum hangat, sang ayah memuji hangatnya tangan Iqa. “Ternyata itu hari terakhirnya,” kenangnya dengan nada pilu.

 

Biaya Kuliah dari Patungan dan Kampus Mengajar

Dengan kondisi ayah yang telah tiada dan ibu yang hanya ibu rumah tangga, Iqa bersyukur berhasil menyelesaikan studinya. Biaya kuliahnya ditopang dari hasil patungan kakak kedua, Nurwalidatul Islamiyah dan keempatnya, Addawatul Islamiyah.

“Mereka menjadi tulang punggung untuk membiayai sekolah dan kuliah adik-adiknya dan tidak memikirkan kehidupan diri sendiri, seperti menikah dan lainnya. Padahal umurnya yang mau masuk 30-an termasuk sudah matang untuk menikah,” ujar Iqa yang biasa juga disapa Qama di rumah.

Al Iqamahul Islam foto bersama siswa yang dibimbingnya saat mengikuti Program Kampus Mengajar.
Al Iqamahul Islam foto bersama siswa yang dibimbingnya saat mengikuti Program Kampus Mengajar.

Untuk biaya tambahan, Iqa mandiri. Ia berhasil mengumpulkan dana dari keikutsertaannya dalam program Kampus Mengajar Angkatan 7 Tahun 2024, di mana ia ditempatkan di SDN Nggembe Kecamatan Bolo. Di sana, ia belajar banyak hal baru, mulai dari dunia pendidikan, pembuatan program kerja, hingga kemampuan yang sebelumnya tidak ia miliki. Selain itu, ia juga sempat bekerja paruh waktu sebagai designer PDH lepas dengan magang delapan bulan di Inge Ndai Konveksi.

BACA JUGA:  Salman Al Farizy: Dari Penjual Jasuke hingga Calon Wisudawan Terbaik dengan IPK 3,80

 

Menemukan Panggilan di HIMABI dan Bahasa Inggris

Awalnya, Iqa memilih Prodi Pendidikan Bahasa Inggris karena ketertarikannya pada komputer, ingin memahami kata-kata dalam program komputer. Namun, ia menemukan lebih dari sekadar kosakata.

Pengalaman paling berkesan baginya adalah berkecimpung di HIMABI. Sejak semester awal, ia sudah menyukai keakraban para senior. Di tahun kedua, ia aktif sebagai panitia berbagai kegiatan seperti English Camp dan LC Inauguration, hingga akhirnya dipercaya menjadi Sekretaris HIMABI periode 2023-2024. Pengalaman ini mengasah kemampuannya dalam meng-handle kegiatan dan menyusun rencana.

Meskipun di MTs Nahdlatul Wathan Mataram dan MA Darul Hikmah Tente ia hanya langganan juara 2 dan 3, keaktifannya di Palang Merah Remaja (PMR) dan OSIS sejak sekolah membuktikan jiwa organisasinya telah terbentuk.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1, Iqa berencana langsung bekerja. Ia berharap agar generasi muda dapat bekerja sesuai minat atau hobi, karena hal itu akan membuat proses dijalani dengan senang. “Tentunya itu yang perlu disyukuri,” tutup Iqa. (US)

 

Follow informasi Berita11.com di Google News

Pos terkait