Kisah Desi Nargis, calon wisudawati terbaik Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Taman Siswa Bima, adalah narasi indah tentang pengorbanan, takdir, dan tekad membalas budi. Desi, putri dari Desa Donggobolo, Kecamatan Woha, berhasil meraih IPK 3,77 dan akan dikukuhkan sebagai sarjana pada 1 November 2025.
Perjalanan putri pasangan Syafrudin dan Suhemi dari Desa Donggobolo, Kecamatan Woha, menuju bangku sarjana penuh dengan liku-liku tak terduga yang ia yakini sebagai takdir terbaik dari Tuhan.
Desi mengakui, pahlawan di balik pendidikannya adalah kakaknya. Sejak usia 18 tahun, sang kakak telah menjadi tulang punggung, merantau ke luar negeri untuk membiayai kebutuhan keluarga, termasuk pendidikannya.
“Dia pas umur 18 tahun sudah jadi tulang punggung keluarga… bahkan sampai adik saya yang terakhir bisa jadi tentara dibiayain sama dia,” cerita Desi haru. Janji dalam dirinya pun bulat: “Saya harus bisa banggain dia juga dan nggak mau kalah sama adik saya yang jadi tentara.”
Awalnya, Desi sangat ingin kuliah di STIBA Makassar mengambil Sastra Bahasa Arab, bahkan sempat menangis sejadi-jadinya saat gagal tes wawancara. Kegagalan itu, kini ia sadari, adalah takdir baik.
“Tapi qadarullah saya nggak lolos di tes wawancara. Mungkin Allah nggak mau saya lolos karena nggak mau ngerepotin kakak saya. Karena biayanya mahal banget,” ceritanya.
Shalat Istikharah Memilih Angka
Setelah gagal menembus STIBA Makassar, kakaknya memberikan pilihan untuk kuliah di Bima antara Jurusan Bahasa Inggris atau Matematika. Kakaknya menyarankan dua jurusan tersebut karena ia sudah memiliki basic di Matematika.
Setelah shalat istikharah, Desi mantap memilih Matematika. Keputusan ini didukung oleh orang tuanya yang melarangnya ngekos jika kuliah di kampus UM Bima yang memiliki jurusan Bahasa Arab di Kota Bima karena khawatir salah pergaulan, sehingga STKIP Taman Siswa menjadi pilihan yang memungkinkan Desi pulang-pergi.
“Tanpa panjang kata saya milih Matematika, karena suka dan sudah ada basic-nya,” kenangnya.
Selama kuliah, Desi membuktikan pilihannya tepat. Ia aktif berprestasi di dalam dan luar kampus: saat menjadi peserta Kampus Mengajar Angkatan 5 (2023): Desi berperan aktif membantu guru, menyusun materi ajar interaktif, mengembangkan media pembelajaran sederhana, dan melaksanakan program penguatan literasi dan numerasi.
“Pengalaman itu mengajarkan sebelum menjadi seorang guru, seorang guru harus kreatif dalam menyentuh hati siswa maupun harus berinovasi dalam menerapkan gaya mengajar,” katanya.
Sementara di bidang organisasi, ia aktif sebagai pengurus HMPS HIMAPTIKA STKIP Taman Siswa dan menjabat sebagai Ketua Bidang Tablig Keislaman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) periode 2021-2025. Jauh sebelum menempuh kuliah, ia juga menunjukkan sejumlah prestasi. Sejak SMP ia langganan peringkat 1-4 dan aktif di berbagai kegiatan siswa (OSIS, drum band, silat). Ia juga pernah juara tilawah tingkat desa.
Pengalaman pahit pun ia rasakan, seperti saat KKN/PPL di desa penempatan, ia sering sakit hingga mengalami gejala tifus dan cacar, membuatnya harus berulang kali pulang untuk berobat.
Desi sangat mengagumi semangat dosen-dosennya di STKIP Taman Siswa Bima yang usianya tak lagi muda namun tetap bersemangat melanjutkan studi hingga meraih gelar doktor. “Dari semangat mereka itulah yang membuat saya malu dan bersemangat untuk bisa menjadi mereka,” tuturnya.
Lulus Tanpa Skripsi dan Siap Jadi Guru Inovatif
Di bangku kuliah, Desi membuktikan bahwa pilihannya tidak salah. Ia menjadi mahasiswi berprestasi, berhasil lulus tanpa skripsi dengan Jurnal Sinta 3.
Pengalaman terbesarnya adalah saat mengikuti Kampus Mengajar Angkatan 5, di mana ia menyusun materi ajar interaktif dan mengembangkan media pembelajaran sederhana. Pengalaman ini mengajari Desi filosofi penting.
“Seorang guru harus kreatif dalam menyentuh hati siswa maupun harus berinovasi dalam menerapkan gaya mengajar menyesuaikan usia dan kondisi zaman sekarang,” ujarnya.
Kini, selain aktif mengajar di sekolah sekitar rumah, Desi bertekad mewujudkan janji terbaik untuk kakaknya. Ia berencana mengikuti seleksi Pendidikan Profesi Guru (PPG), CPNS, dan berburu beasiswa untuk melanjutkan studi S2.
“Saya lagi cari info beasiswa, tapi kalau ada beasiswa dari kampus, wah saya nggk bakalan nolak,” kelakarnya.
Desi berharap pemerintah dapat menyediakan lapangan kerja atau program pengembangan soft skill agar sarjana seperti dirinya bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. (US)
Follow informasi Berita11.com di Google News











