Oleh Iwan Harsono
Associate Professor of Economics – Universitas Mataram
(Mantan Direktur Utama/Wakil Ketua KAPET Bima (Kawasan Ekonomi Terpadu – Bima)
Menuju Babak Baru Konektivitas Pulau Sumbawa
Rencana pembangunan Jembatan Lewa Mori di Kabupaten Bima bukanlah gagasan baru yang muncul tiba-tiba. Bagi masyarakat Pulau Sumbawa, jembatan ini adalah mimpi panjang yang kini perlahan mulai menjadi nyata.
Proyek yang direncanakan menelan biaya sekitar Rp 1,2 triliun dari APBN ini diharapkan mulai dikerjakan pada Agustus–September 2026, setelah penyelesaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Detail Engineering Design (DED) pada pertengahan tahun 2026.
Jembatan dengan panjang struktur utama sekitar 600 meter dan total koridor darat ± 2,7 kilometer ini akan menghubungkan Desa Panda (Kecamatan Palibelo) dengan Desa Sondosia (Kecamatan Bolo) — dua wilayah yang selama ini dipisahkan oleh perairan Teluk Bima. Jika terwujud, Jembatan Lewa Mori akan memangkas jarak tempuh, memperkuat konektivitas antarwilayah, dan menjadi infrastruktur monumental yang mengubah wajah ekonomi serta pariwisata Pulau Sumbawa.
Sewaktu saya menjabat sebagai Direktur Utama sekaligus Wakil Ketua KAPET Bima (Kawasan Ekonomi Terpadu – Bima) pada tahun 2008-2012, di mana Gubernur NTB saat itu bertindak sebagai Ketua ex officio, gagasan tentang jembatan ini telah kami usulkan ke pemerintah pusat dan dibahas dalam Rapat Dengar di Komisi V DPR RI mendampingi Wakil Gubernur NTB kala itu.
Saat itu, kami menyebutnya sebagai “jembatan impian”, simbol keterhubungan antara harapan dan kemajuan. Kini, setelah lebih dari satu dekade, impian tersebut mulai menemukan jalannya menuju realisasi.
Nilai Ekonomi dan Efisiensi Wilayah
Dari perspektif ekonomi wilayah, pembangunan jembatan ini menghadirkan efisiensi logistik dan mobilitas yang signifikan. Jalur Panda–Sondosia akan memangkas jarak tempuh, menghemat biaya distribusi barang, serta mempercepat arus perdagangan dan transportasi masyarakat pesisir.
Efek berantai yang ditimbulkan—seperti meningkatnya nilai tanah, tumbuhnya aktivitas jasa, dan berkembangnya pasar lokal—akan memperkuat daya saing ekonomi Pulau Sumbawa di tingkat regional.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah memulai tahapan awal melalui program reviu desain dan penyusunan AMDAL sebagai dasar pelaksanaan pembangunan fisik.
Tahapan ini menandakan bahwa proyek Jembatan Lewa Mori tidak lagi berada pada level gagasan, melainkan telah memasuki proses perencanaan teknis resmi dalam sistem penganggaran nasional.
Menjawab Kekhawatiran terhadap UMKM dan Ekonomi Lokal
Sebagian kalangan menyoroti kemungkinan bahwa jalur baru ini akan mengalihkan arus kendaraan dan pelanggan dari jalur lama, yang selama ini menjadi pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan kecil.
Kekhawatiran seperti ini wajar dan perlu dihargai, karena menunjukkan kepedulian terhadap keberlangsungan UMKM lokal.
Namun dari sudut pandang pembangunan wilayah, Jembatan Lewa Mori justru berpotensi memperluas poros ekonomi, bukan menggantikan yang lama.
Jalur eksisting akan tetap berfungsi sebagai simpul pelayanan publik dan perdagangan tradisional, sementara jalur baru membuka koridor ekonomi pesisir dengan potensi sektor baru—pariwisata bahari, jasa logistik, dan investasi maritim.
Dengan strategi kebijakan yang tepat, kedua jalur ini akan saling menguatkan. Pemerintah daerah dapat menyiapkan zona wisata dan rest area UMKM di sekitar jembatan, sekaligus menata jalur lama sebagai pusat kuliner dan pasar rakyat.
Pendekatan seperti ini melahirkan manfaat ganda (dual economic benefit): pembangunan berjalan maju tanpa meninggalkan ekonomi lokal yang telah ada.
Keselamatan Penerbangan dan Kajian AMDAL
Kekhawatiran lain yang sempat muncul ialah posisi jembatan yang cukup dekat dengan Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, sehingga berpotensi bersinggungan dengan jalur pendekatan pesawat dan rencana perpanjangan landasan pacu.
Kekhawatiran ini sepenuhnya relevan dan telah menjadi fokus kajian dalam dokumen AMDAL dan DED yang sedang/akan disusun.
Kajian tersebut mencakup analisis arah angin dominan, elevasi bentang jembatan, jarak horizontal terhadap ujung runway, serta potensi gangguan terhadap keselamatan penerbangan.
Dengan pendekatan berbasis data dan regulasi aeronautika, hasil studi ini akan memastikan desain jembatan yang aman, sesuai standar Kementerian Perhubungan, dan tidak menghambat pengembangan bandara di masa depan.
Dengan demikian, isu keselamatan penerbangan yang sempat mencuat kini telah terjawab melalui mekanisme ilmiah dan kajian teknis yang ketat.
Dari Infrastruktur Menuju Ikon Pariwisata
Lebih dari sekadar infrastruktur konektivitas, Jembatan Lewa Mori menyimpan potensi menjadi ikon baru pariwisata dan kebanggaan daerah. Bentangnya di atas perairan Teluk Bima akan menjadi panorama indah dan titik pandang wisata strategis.
Dengan desain arsitektur dan pencahayaan yang baik, jembatan ini dapat menjadi “Golden Gate of Sumbawa” — ikon kebanggaan yang tidak hanya menghubungkan wilayah, tetapi juga menyatukan identitas dan semangat masyarakat Pulau Sumbawa.
Jika ditata secara terpadu dengan jalur wisata bahari Panda–Sondosia–Teluk Bima, infrastruktur ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata dan memperkuat posisi Pulau Sumbawa sebagai destinasi ekonomi dan budaya di kawasan timur Indonesia.
Pentingnya Pengawalan dan Tata Kelola
Saat ini, pemerintah sedang menuntaskan revisi AMDAL dan DED. Proyek ini perlu dikawal bersama oleh seluruh pemangku kepentingan—pemerintah pusat, DPR, pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat—agar tetap menjadi prioritas pembangunan nasional dan berjalan sesuai prinsip keberlanjutan lingkungan serta efisiensi anggaran.
Dalam konteks ini, patut disampaikan terima kasih dan apresiasi kepada H. Mori Hanafi, S.E., M.Com, Anggota Komisi V DPR RI Dapil NTB I (Pulau Sumbawa) yang membidangi infrastruktur dan perhubungan, atas peran aktif dan komitmennya dalam mengawal serta memperjuangkan pembangunan Jembatan Lewa Mori hingga masuk dalam agenda nasional.
Demikian pula, apresiasi yang tinggi layak disampaikan kepada H. Harwoto, S.H., Anggota DPRD Provinsi NTB, atas kontribusi pemikiran, pandangan kritis, dan perhatian yang konstruktif dalam memastikan bahwa proyek ini tetap berpijak pada kebutuhan nyata masyarakat dan memberi manfaat yang seimbang bagi seluruh pelaku ekonomi lokal.
Langkah-langkah seperti ini memperlihatkan pentingnya sinergi antara wakil rakyat di berbagai tingkatan dan pemerintah pusat demi terwujudnya pembangunan yang berkeadilan bagi daerah-daerah luar Jawa.
Pelibatan masyarakat dan keterbukaan informasi publik juga penting untuk memastikan manfaatnya dirasakan oleh semua lapisan.
Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam pandangan saya, infrastruktur perhubungan — termasuk jalan dan jembatan — merupakan urat nadi pertumbuhan ekonomi daerah. Konektivitas fisik antarwilayah akan mempercepat terbentuknya pusat-pusat kegiatan ekonomi baru, menurunkan biaya distribusi, serta memperluas jangkauan pasar bagi masyarakat lokal.
Selain itu, pembangunan infrastruktur transportasi tidak hanya menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya, tetapi juga menciptakan jejaring peluang sosial, ekonomi, dan kesejahteraan.
Jembatan yang menghubungkan dua daratan seperti Lewa Mori akan membawa efek ganda: memperlancar arus barang dan jasa, serta memperluas akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.
Dengan kerangka berpikir tersebut, Jembatan “Golden Gate” Lewa Mori bukan sekadar proyek fisik, melainkan instrumen transformasi ekonomi regional yang akan memperkuat integrasi Pulau Sumbawa dan menghubungkannya lebih erat dengan pusat-pusat pertumbuhan di kawasan timur Indonesia.
Harapan dan Refleksi
Setiap pembangunan besar selalu menimbulkan perbedaan pandangan. Namun di balik berbagai sudut pandang, ada satu semangat yang sama: keinginan agar Pulau Sumbawa tumbuh dan maju.
Mereka yang mendorong, maupun yang mengingatkan, sesungguhnya sama-sama mencintai daerah ini.
Dari sinilah, pembangunan seperti Jembatan Lewa Mori seharusnya dikawal — bukan sebagai proyek satu pihak, melainkan sebagai buah gotong royong dan mimpi kolektif masyarakat Pulau Sumbawa.
Jika jembatan ini benar-benar terwujud, maka ia tidak hanya menghubungkan dua daratan, tetapi juga menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan Pulau Sumbawa.
Sebagaimana Jembatan Golden Gate di San Francisco menjadi simbol kemajuan dan harapan, Jembatan “Golden Gate” Lewa Mori kelak akan berdiri sebagai jembatan kebanggaan yang menandai era baru kemajuan Pulau Sumbawa.*)












