Editorial: Tonggak Sejarah Pendidikan di Pulau Sumbawa Sumbawa dan PR Besar IAIN Bima

Ilustrasi.
Ilustrasi.

Tanggal 26 November 2025 patut dicatat sebagai hari bersejarah bagi kemajuan pendidikan di Nusa Tenggara Barat. Dengan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Barang Milik Daerah (BMD) senilai lebih dari Rp20,5 miliar dari Pemerintah Kabupaten Bima kepada Kementerian Agama (Kemenag) RI, berdirilah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bima.

Ini adalah kabar baik yang melampaui batas administrasi semata. IAIN Bima adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pertama di Pulau Sumbawa. Keberadaannya membuka akses pendidikan tinggi yang lebih terjangkau dan berkualitas bagi ribuan generasi muda Bima dan daerah sekitarnya, mengurangi beban biaya dan migrasi ke Jawa atau Bali. Komitmen Bupati Ady Mahyudi dan jajarannya untuk mengalokasikan aset di lokasi strategis (eks-Kampus Vokasi Unram, Desa Sondosia) patut diacungi jempol.

Bacaan Lainnya

Serah Terima Aset Baru Permulaan

Editorial ini wajib mengingatkan bahwa penyerahan aset senilai Rp20,5 miliar, seluas 9,6 hektar, beserta bangunan dan perlengkapannya, bukanlah akhir, melainkan awal dari tantangan sesungguhnya. Ada beberapa catatan penting yang harus segera diselesaikan oleh Kemenag, Panitia Pendirian, dan Pemkab Bima:

BACA JUGA:  Asa di Tengah Realita Peringatan Hari Guru Nasional

 

  1. Percepatan Administrasi dan Upgrade Status

 

Ketua Panitia Pendirian UIN Bima, Prof. Muhammad, telah mengonfirmasi bahwa penyerahan aset hanyalah satu persyaratan dari banyak persyaratan lain yang harus dipenuhi. Target perubahan status dari IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Bima (seperti yang diisyaratkan Panitia) membutuhkan kelengkapan administratif yang jauh lebih rumit, termasuk penyusunan organisasi, struktur dosen, dan program studi.

 

Proses pengajuan kepada Menpan RB hingga pengesahan oleh Presiden harus menjadi prioritas utama. Penundaan di tahap ini berarti penundaan dimulainya perkuliahan dan penerimaan mahasiswa baru (Maba), yang sudah dinantikan publik.

 

  1. Sumber Daya Manusia dan Kurikulum

 

Aset fisik berupa tanah dan gedung memang krusial, tetapi kualitas sebuah PTN ditentukan oleh sumber daya manusia. IAIN Bima harus segera merekrut dan menempatkan dosen-dosen berkualitas dengan kualifikasi memadai (minimal S2, idealnya bergelar Doktor) yang memiliki rekam jejak riset dan pengabdian masyarakat. Kurikulum yang disusun juga harus relevan, tidak hanya dengan kebutuhan lokal Bima-Sumbawa, tetapi juga tantangan global.

BACA JUGA:  Level 3 Covid-19 di NTB dan 100.000 Tiket MotoGP

 

  1. Jaminan Ketersediaan Anggaran Pusat

 

Setelah aset daerah dihibahkan, tanggung jawab operasional dan pengembangan ada di pundak Kemenag RI. Anggaran yang dialokasikan harus dipastikan memadai untuk pembangunan infrastruktur lanjutan, pemeliharaan aset, gaji pegawai, dan beasiswa. Komitmen Kemenag harus diwujudkan dalam alokasi DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) yang signifikan mulai tahun fiskal berikutnya.

Kelahiran IAIN Bima adalah hadiah terbesar bagi dunia pendidikan di Pulau Sumbawa. Kini, saatnya berhenti berpuas diri dengan seremoni penandatanganan. Energi dan komitmen yang ditunjukkan Pemkab Bima harus ditangkap oleh Kemenag RI dan Panitia untuk bekerja maraton.

Masyarakat Bima menanti bukan hanya nama IAIN, tetapi juga kualitas pendidikan yang ditawarkannya. Hanya dengan kerja keras kolektif, IAIN Bima akan benar-benar menjadi “kebanggaan masyarakat” sebagaimana harapan Bupati, dan bukan sekadar nama baru di atas aset lama (*)


Pos terkait