(Ginanjar Gie)
Sang malaikat mungkin tersinggung
Atau mungkin marah
Bahkan juga tengah memaki
Sebab catatan-catatan saling memacu
Bersaing bengis untuk saling mendahului
Mencerca seluruh badan
Menghardik kentraman jiwa
Menyambuk aliran nafas
Hingga ketenangan jauh dari singgasana
Kebahagian yang dikejar pudar
Hilang musnah bersama asap yang terbakar
Pikiran dililit rasa nanar
Entah label apa yang akan dilekatkan dalam badan
Sang nama jangan ditanya
Kesehariannya menjadi buah bibir
Satu sisi jelmaan para aktivis azan
Sisi lain melampaui masa lalu gelap sang nasuha
Sungguh kelam
Kuresapi diri dalam-dalam
Entah ini kemunafikan atau ketaatan
Hanya sang penerima rekam jejak abadi yang mengetahui
Bergelut dengan diri
Bertengkar dengan pikiran
Memakasa menjawab pertanyaan sendiri
Namun yang di dapat hanyalah kehampaan pun kepasrahan
Berkutat dalam argumen buta
Menanyakan kebenaran tentang sisi benar
Lalu menghitung sisi bathil
Hingga menjumpai kalkulasi tak berujung
Sebab bagi diri ini adalah kenikmatan dunia
Puaskan saja segalanya
Urusan Tuhan adalah masa depan
Sama seperti samarnya masa depan kehidupan yang akan di capai oleh kehidupan ini dimasa depan
Lalu jiwa tak ingin kalah
Ia berdalih bahwa kematian tak mengenal usia
Bahkan tanpa tegur sapa ia datang menyapa
Membelah hidup dengan kehidupan
Menarik paksa semua kenikmatan yang ada
Sebelum dihempaskan kepada dua penjaga
Sang introgator ulung milik semesta
Yang akan melempar pertanyaan tanpa ampun
Dan pula tanpa ampun harus dijawab dengan kebenaran yang telah disepakati
Kebenaran mutlak yang tak bisa digugat bahkan oleh Mahkamah Konstitusi
Sebab konstitusi dari perintah adalah kejelasan kebenaran
Kebenaran mutlak tanpa ada keraguan di dalamnya
Sekalipun keimananmu tak mempercayainya
Namun kebenaran itu ada
Akan tetap ada sampai dunia ini tiada
Masih dalam waktu yang pelik
Dua instrumen masing-masing memiliki pendirian
Mempertahankan ego keakuan yang di imani
Hingga melahirkan raga tanpa tuan
Tanpa kejelasan dalam memilah laku
Hingga terciptalah satu keputusan dalam dilema
Bahwa dunia adalah segalanya
Dan akhirat tetap harus menjadi prioritas utama
Hahaha
Sungguh kehidupan yang ironi
Tak sadar diri adalah seorang hamba
Seorang musafir dalam perkara keimanan
Namun masih tega berfantasi
Bahwa ini adalah laku dari tingkah sang sahabat
Seorang pemabuk yang mendapat ridho dari Tuhan dan Rasul
Pribadi liar dan lucu yang amat disayang Rasulullah
Meski dalam kehumorisannya selalu memacu amarah sang Baginda
Memaksa tangan sucinya untuk menyambuk untuk hukuman
Sebab di sela waktu untuk beribadah
Ia sempatkan untuk menenggak khamar
Meski setiap kali ia melakukannya
Selalu berakhir dengan kulit nanar penuh darah
Namun kebiasaan buruk itu tetap ia lakukan
Sampai sang izrail datang merenggut nyawa
Ia masih menjadi sosok yang dibenci sekaligus yang paling disayangi dan kasihi oleh sang Baginda Rasulullah SAW.
Astaghfirullah
Sungguh tinggi angan-angan
Sungguh besar pengharapan
Ingin menyamai kedudukan sahabat
Meski itu adalah mimpi yang mungkin tak pernah terbeli
Entah di sini atau di akhirat kelak
Namun tak peduli bagaimana
Perintah yang diyakini telah melekat dalam darah
Bahwa keajibaan taat kepada sahabat adalah sunah
Dan mengikuti jejak para sahabat sangat dianjurkan
Hingga diri dalam diri bermunajat dalam kekalutannya :
“Jika jalan kelam ini masih melekat dalam darah dan kebajikan ibadah belum mampu menepis celah. Maka dua-duanya akan tetap dijalankan, meski yang hak dan yang bathil tak bisa dicampur, tapi yang hak dan yang bathil juga adalah dinding pemisah.
Memang ini adalah ujian besar yang harus di lewati, memaksa diri untuk lulus dalam menjawab dan melakukan serta mempraktikkan setiap perkara soal dalam paket yang ada, dan itu adalah keharusan yang wajib ain harus dilaksanakan yakni meluruskan segala tingkah laku dan perbuatan untuk meningkatkan akhak tul karimah agar tercapai standar yang telah ditentukan. Tapi meski bagaimanapun pentingnya, seberapa berharganya semua itu, ego diri yang menempati keakuan tidak mau dan tidak bisa melupakan kecintaannya pada gemerlapnya dunia, hingga semua fatwa-fatwa perintah maupun larangan yang dijelaskan itu terabai oleh kefanaan hawa nafsu yang meraja.
Tapi sekali lagi diri ini mengimbau, sekalipun semua perintah larangan selama ini terabai, alangkah baiknya, hari ini semua perintah itu dijalankan sekalipun itu dibarengi dengan larangan juga yang dilaksanakan. Sebab ada satu riwayat ulama terkenal yang mesih menjadi acuan, sakalipun itu bukan hadist atau ucapan sahabat namun ucapan sang ulil amri itu membekas dan melekat dalam keyakinan ini. Bahwasanya sang buya pernah berkata kepada seorang gadis yang datang bertanya kepada beliau tentang apakah ia bisa sholat atau tidak, sementara semua kuku kaki dan tanangnya di lapisi oleh kutex yang begitu tebal. ‘Ya Buya, apakah aku bisa melakukan ibadah menyembah Tuhanku semantara 20 kuku di tiap jariku, diolesi oleh ketebalan kutex yang mewarnai, sehingga mungkin setiap aku mengambil air wudlu, semua kuku-kukuku tak terbasuh oleh air, dan jika itu terjadi maka sholatku tidak sah dan tidak akan diterima oleh Tuhan, sebab salah satu riwayat mengatakan bahwa kesempurnaan suatu sholat ialah bergantung pada kesempurnaan air wudlunya.’ Lalu sany Buya menjawabnya dengan kalimat simpel, padat jelas serta sederhana yakni ‘Wahai anakku, jalankanlah ibadahmu, perkara diterima atau tudaknya itu adalah Mutlak keputusan Allah. Dan perlu kau pahami ya anakku bahwa kelak semakin tebal imanmu maka akan semakin tipis kutex yang mewarnai kuku-kukumu.”
Hikayat itulah yang menguatkan hati
Berpegang teguh pada pendirian untuk menjalankan ibadah dan perintah menyembah meski kerap dalam keseharian masih mengonsumsi larangan yang dilarang. Tapi yakinku bahwa, suatu saat keimananku akan mampu menepis segala godaan itu dan kebenaran dari hadist “Assholata, ina sholata tanhar anihfahsa iwal mungkar” Akan meresap dalam diri, lalu mengalir dalam darah hingga tiap denyutan nadi selalu mengingat kepada-Nya untuk menghamba dan segala larangannya dapat dilupakan selamanya.
Harapan dan Do’aku
Amin