(Andra PS)
Di balik pena yang lusuh dan tua,
ia menulis kebenaran tanpa jeda.
Meski dapur tak selalu menyala,
ia tak pernah menjual kata.
Sepatu bolong menapak berita,
mengendap di lorong fakta dan dusta.
Gajinya kecil, bahkan sering tak ada,
namun nuraninya tak pernah rela dibeli siapa.
Ia tahu, idealisme itu bukan barang dagangan,
bukan pula tiket naik jabatan.
Tugasnya menyalakan terang,
meski hidupnya remang-remang.
Dalam sunyi ia tetap menulis,
tentang rakyat yang tertindas dan menangis.
Bukan demi pujian atau popularitas,
tapi demi nurani yang tak pernah bias.
(Pantai Utara, 8 Mei 2025)