Sore merambat pelan di Teluk Bima,
air surut membuka lantai laut yang retak-retak,
perahu kecil bersandar di lumpur
seperti ingatan yang belum selesai dikisahkan.
Dari kampung pesisir di Bajo,
nelayan berjalan dengan jaring dan harap,
melangkah di sela karang dan lumpur yang lengket
mencari ikan, mencari karang,
agar dapur terus mengepul,
agar anak-anak tetap bisa mengunyah malam.
Langit mengguratkan merah lembut di ufuk barat,
angin membawa suara burung laut dan
jerit kecil ombak yang tak pernah lelah memanggil.
Dari jauh,
pelabuhan masih sibuk seperti biasa,
derek besi bergerak lambat
membongkar karung, kotak, dan takdir.
Kapal-kapal penumpang dan barang
berbaris rapi, menunggu giliran
seperti orang-orang yang sabar menanti kabar
tentang besok yang mungkin lebih terang.
Di atas air yang menghitam pelan,
pantulan langit mulai pudar,
tapi nelayan di Bajo tahu,
dalam surut yang terdalam pun
harapan tetap bisa dilempar,
seperti jaring yang lepas dari tangan,
menuju laut yang selalu menjanjikan sesuatu.
Pantura, 24 Mei 2025