Pagi menyapa pelan di Teluk Bima,
laut tenang seperti jiwa yang baru dibasuh doa.
Di dermaga Desa Bajo, bayang manusia mulai duduk,
menanti kapal bagang—penjaring rezeki dari palung biru yang jauh.
Suara kapal bagang dari tengah teluk bersahutan,
bagai denting perang yang rindu pulang.
Belasan lambung kayu bergelombang,
mengiris sunyi dengan gemuruh napas nelayan.
Dari ufuk timur, mentari muncul malu-malu,
menyusup di sela langit merah kebiruan.
Cahayanya jatuh lembut di kulit laut,
menghias pagi dengan perasaan yang belum selesai.
Di tepi pantai, sebuah kapal tua membisu,
bagang lapuk yang menyimpan kisah—
tentang musim, badai, dan lelaki yang pernah bertaruh nyawa.
Kini ia diam, dipeluk usia dan garam laut.
Teluk Bima bersaksi,
setiap pagi bukan hanya permulaan,
tapi pengulangan harapan
yang terus dibawa ombak menuju hari depan.