Januari-Juni Tembus 300 Kasus, Gigitan Anjing di Kabupaten Bima Rata-Rata 20-30 Kasus per Pekan, 17 Meninggal Dunia

Sri Kurniati. Foto US/ Berita11.com.
Sri Kurniati. Foto US/ Berita11.com.

Bima, Berita11.com— Jumlah kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) atau anjing di Kabupaten Bima periode Januari sampai dengan Juni 2025 mencapai 300 kasus dengan rata-rata per pekan 20-30 kasus. Ironis, meskipun jumlah kasus cukup tinggi, namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima menghadapi kendala anggaran untuk mendukung pengadaan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR).

Secara akumulatif kasus kematian akibat positif rabies di Kabupaten Bima mencapai 17 kasus hingga per akhir Juni 2025. Kematian akibat positif rabies di Kabupaten Bima tertinggi di Kecamatan Langgudu mencapai lima kasus. Sementara kasus terbaru kematian karena rabies di Desa Nggelu Kecamatan Lambu.

Bacaan Lainnya

Fungsional Epidemiologi Ahli Madya Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, Sri Kurniati menyebut akibat tingginya kasus gigitan anjing penular rabies di Kabupaten Bima, pihaknya terpaksa mengalihkan anggaran penanganan kejadian luar biasa (KLB) untuk menangani kasus GHPR. Karena di Kabupaten Bima tidak ada kode rekening (anggaran) khusus untuk menangani rabies.

“Memang tidak ada kode rekening untuk penanganan rabies. Saya hanya memanfaatkan kegiatan penanggulangan KLB. Jadi tidak ada lagi kegiatan KLB selain KLB rabies. Memang untuk penanganan KLB kita siasati dengan anggaran kegiatan lain, belum ada angaran khusus untuk KLB rabies,” ujar Kurniati kepada Berita11.com di Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, kemarin.

BACA JUGA: Keponakan Tega Aniaya Paman hingga Terluka Parah

Ia menyebut, kendala utama penanganan rabies di Kabupaten Bima saat ini jumlah Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) yang terbatas dan hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah pusat yang disalurkan melalui pemerintah provinsi.

“Stok VAR kita kalau dibilang cukup mengkhawatirkan karena kita dibatasi oleh kiriman dari pusat melalului provinsi. Kuota tergantung permintaan kita, kadang 300 sekali minta. Tapi 300 VAR kadang habis tidak sampai sebulan, karena terus terang saja satu-satunya solusi untuk anjing (rabies) itu hanya vaksinasi di anjing saja, karena sudah tidak ada lagi eliminasi,” ujarnya.

Menurut Kurniati, vaksinasi terhadap anjing merupakan satu-satunya solusi untuk meminimalisasi kasus rabies, karena saat ini kegiatan eliminisasi anjing dihilangkan karena tidak efektif. Terlebih setelah adanya sorotan kelompok pemerhati hewan. Vaksinasi terhadap anjing sebagai penular utama rabies sampai 70 persen memberikan perlindungan (kekebalan) terhadap anjing sehingga dapat meminimalisasi kasus GHPR.

Alumnus S2 Epidemiologi Universitas Airlangga ini juga menyebut, kasus rabies sudah semestinya ditangani serius, karena selain mengancam nyawa manusia, juga meninggalkan jejak ancaman terhadap fisik korban.

“Kasus rabies itu selain ancaman kehilangan nyawa, juga ada ancaman cacat permanen, ada yang kehilangan hidung, terlinga. Itu korbannya rata-rata anak di bawah 15 tahun, ada juga yang dua tahun, ada 1,5 tahun, ada juga 1,8 tahun,” ujarnya.

BACA JUGA: Jarak Pandang di bawah 5 KM karena Kabut Haze, BMKG tidak Rekomendasikan untuk Penerbangan dan Pelayaran

Kurniati mengatakan, selain kendala stok VAR dan SAR, kendala lain penanganan kasus rabies di Kabupaten Bima berkaitan respon masyarakat pemilik anjing. Sebagian warga terkontaminasi disinformasi (hoaks). Warga pemilik anjing menganggap petugas yang hendak menvaksi anjing hendak mengeliminasi hewan pelilharaan mereka dengan cara injeksi.

“Masalah kedua, petugas turun melakukan vaksinasi anjing, masyarakat pada kabur pergi membawa anjingnya. Banyak hoaks di masyarakat, katanya petuga mau datang menyuntik mati anjing. Padahal tidak seperti itu. Padahal mau menumbuhkan kekebalan aktif di anjing sehingga kalau ada anjing liar yang menggigit dia tidak terkenal lagi (rabies) sebenarnya,” ujar dia.

Untuk menangani kasus rabies Dinas Kesehatan Kabupaten Bima berkolaborasi dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Setiap muncul kasus GHPR yang dibawa berobat ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), pihaknya tetap berkoordinasi dengan OPD tersebut.

“Rata-rata kasus di Kabupaten Bima per minggunya 20 kasus gigitan. Kami selalu berkoordinasi dengan Dinas Peternakan ketika ada pasien yang datang ke PKM, kami langsung kontakan dengan Dinas Peternakan untuk melacak anjing yang menggigit, biar mereka bisa mengambil sampel dan mengobservasi anjing yang menggiggit,” kata Kurniati. [B-19]

Follow informasi Berita11.com diGoogle News

Pendaftaran%20Maba%20UM%20Bima

Pos terkait