PPATK Ungkap 27.932 Penerima Bansos Merupakan Pegawai BUMN, ini Tanggapan Aktivis Mahasiswa di Bima

Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Bima, Yahya. Foto Rizky/ Berita11.com.
Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Bima, Yahya. Foto Rizky/ Berita11.com.

Bima, Berita11.com— Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sejumlah kejanggalan dalam data penerima bantuan sosial (bansos) yang diajukan Kementerian Sosial (Kemensos). Salah satunya adalah 27.932 pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terindikasi menerima bansos tersebut.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengungkapkan, dari profil di satu bank saja, terdapat 27.932 penerima bansos yang berstatus pegawai BUMN. Selain pegawai BUMN, PPATK juga menemukan 7.479 penerima bansos yang berprofesi sebagai dokter dan lebih dari 6.000 penerima bansos yang bekerja sebagai eksekutif atau manajerial.

Bacaan Lainnya

Ivan mengingatkan, Kemensos harus menindaklanjuti laporan PPATK tersebut agar penyaluran bansos tepat sasaran kepada mereka yang berhak. “Apakah yang bersangkutan memang masih layak menerima bansos atau tidak, ini perlu dicek kembali,” ujar Ivan dikutip Selasa (12/8/2025).

PPATK telah menerima sekitar 10 juta rekening penerima bansos dari Kemensos. Dari 10 juta rekening yang diserahkan Kemensos, hanya 8.398.624 rekening yang teridentifikasi menerima bansos, sisanya sekira 1,7 juta rekening tidak ditemukan bukti bahwa mereka menerima bansos.

“Ini jelas menjadi perhatian. Bahkan, kami temukan hampir 60 orang penerima bansos yang memiliki saldo rekening di atas Rp50 juta, namun masih menerima bantuan,” ujar Ivan.

Menanggapi banyaknya penerima bansos yang tidak valid dan bukan dari kelompok yang berhak, mantan Menteri Koordinator Aksi dan Pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa, Universitas Muhammadiyah (BEM UM) Bima yang juga aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Bima, Yahya mengatakan, setelah adanya laporan PPATK yang mengungkapkan banyaknya kelompok tidak berhak menerima bansos, dirinya ragu selama ini bansos hingga daerah seperti di Bima disalurkan tepat sasaran.

BACA JUGA:  Hanya ada di Dinas Dukcapil, Warga Minta Pemkab Bima Tinjau Keberadaan Jukir

“Kita semua tahu bantuan sosial (bansos) adalah nafas tambahan bagi jutaan warga yang hidup di tepi jurang kemiskinan (prasejahtera). Tetapi, kabar terbaru dari PPATK membuat kita bertanya-tanya: masihkah bansos benar-benar jatuh ke tangan yang tepat?” ujar mantan Kepala Bidang Kajian dan Pengembangan Keilmuan Pimpinan Cabang IMM Bima ini, Senin (11/8/2025).

Menurutnya, temuan PPATK baru-baru ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah. Bagaimana tidak, dari jutaan penerima bantuan sosial (bansos), ribuan di antaranya ternyata berstatus pegawai BUMN, dokter, bahkan eksekutif.

“Data yang dipaparkan PPATK tidak hanya tentang satu atau dua kesalahan entry, tetapi tentang masalah sistemik yang mengakar dalam tata kelola bantuan sosial yang harus dievaluasi,” kata Yahya.

Bansos selama ini telah menjadi instrumen vital bagi jutaan warga miskin dan rentan. Bansos adalah jaring pengaman sosial yang diandalkan, terlebih di masa krisis ekonomi dan pasca-pandemi.
“Tetapi, apa jadinya jika jaring pengaman itu justru bocor di titik-titik paling krusial? Ketika mereka yang sebenarnya berada di kursi empuk gaji tetap dan tunjangan tetap ikut “terjaring” dalam daftar penerima, maka bukan hanya anggaran yang terbuang, tetapi juga rasa keadilan yang tercabik dan remuk,” sorot Yahya.

Menurut Yahya, temuan PPATK menunjukkan dua hal. Pertama, basis data penerima yang seharusnya menjadi hal utama belum sepenuhnya akurat dan terintegrasi dengan sumber-sumber data lain seperti pajak, BPJS, data kepegawaian, atau registrasi profesi. Kedua, lemahnya proses verifikasi pra-penyaluran membuat celah penyalahgunaan tetap terbuka lebar, baik karena kelalaian administrasi maupun niat buruk sebagian pihak.

BACA JUGA:  Direktur Program Regional Institute 104 NTB Nilai Pembentukan Danantara Bagus, tapi…

“Kemensos harus berani melakukan pembekuan sementara pencairan untuk daftar terindikasi, menggelar audit independen dengan melibatkan BPK dan PPATK, serta membuka hasilnya kepada publik. Setiap rupiah bansos adalah uang rakyat, dan rakyat berhak tahu ke mana uang itu mengalir,” ujar Yahya.

Dia mengatakan, pada sisi lain, pemerintah harus membangun sistem data terpadu yang benar-benar hidup dan terbarui. Integrasi lintas lembaga bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Setiap nama calon penerima bansos seharusnya otomatis dicek lintas basis data apakah tercatat sebagai pegawai BUMN? Apakah punya NPWP dengan penghasilan kena pajak tinggi.

“Apakah ia tercatat aktif di BPJS Ketenagakerjaan? Bila jawabannya ya, sistem harus memberi tanda merah sebelum uang negara berpindah tangan,” katanya.

Bansos yang tepat sasaran bukan sekadar urusan administrasi namun merupakan cermin keberpihakan negara dan ketika cermin itu retak oleh praktik salah sasaran, yang tercermin bukan lagi wajah negara yang peduli, melainkan negara yang abai.

“Inilah momen untuk membuktikan bahwa pemerintah bukan hanya pandai memberi bantuan, tetapi juga tegas menjaga integritasnya. Sebab, di mata rakyat, keadilan bukanlah soal jumlah bantuan, melainkan kepada siapa bantuan itu benar-benar sampai,” tandasnya. [B-22]

Follow informasi Berita11.com di Google News

Pos terkait