Langit di atas Teluk Bima masih gelap ketika Elang bergerak. Nama aslinya Bagas, seorang agen intelijen yang menyamar sebagai konsultan lingkungan. Misinya: menyusup ke jaringan penambangan emas ilegal yang merusak hutan lindung di perbatasan Kabupaten Bima.
Di sebuah warung kopi di Kota Bima, Elang bertemu dengan Rangga. Rangga, nama sandi untuk Rizky, adalah seorang jurnalis lokal yang memiliki akses ke data internal pemerintahan daerah dan laporan lapangan. Mereka adalah sepasang mata dan telinga negara yang beroperasi di bawah radar.
Pagi itu, mereka menyusun strategi akhir di tengah obrolan santai tentang harga jagung yang sedang anjlok.
“Rangga, laporan terakhirmu menyebutkan ada tiga lokasi pengeboran baru di dekat aliran sungai. Konon, mereka didukung oleh seorang pejabat di Mataram,” bisik Elang, menyesap kopi Bima yang kental.
Rizky, si Rangga, membolak-balik buku catatannya yang tampak seperti notes liputan biasa. “Betul, Elang. Pemilik sah tambang itu, Tuan M—kita sebut saja begitu—baru saja memasukkan alat berat terbaru. Mereka beroperasi siang dan malam. Data GPS lokasi pengeboran sudah saya kirim ke safe line satu jam yang lalu.”
Misi Pengintaian di Hutan Larangan
Misi utama Elang hari itu adalah mengambil sampel batuan dan memverifikasi identitas para pekerja kunci di lokasi pengeboran ilegal tersebut.
Dengan mobil double cabin yang dicat lusuh, Elang berkendara menuju wilayah Tambang Kora yang terpencil, area yang dikenal sebagai jantung aktivitas penambangan liar. Ia harus melewati jalan setapak berlumpur yang hanya bisa dilalui kendaraan 4×4.
Di tengah perjalanan, ia melihat pemandangan memilukan: hutan yang seharusnya hijau kini dipenuhi lubang-lubang galian yang terbuka dan air sungai yang keruh bercampur merkuri.
Elang memarkir mobilnya jauh dari lokasi dan bergerak maju dengan berjalan kaki, membawa tas ransel berisi peralatan sampling dan kamera tersembunyi.
Saat mencapai lokasi, suasana penuh hiruk-pikuk. Puluhan pekerja hilir mudik membawa karung berisi tanah liat, sementara mesin-mesin excavator terus mengeruk lereng bukit tanpa ampun. Elang berhasil menyamar dengan berpakaian layaknya mandor tambang lokal. Dengan cepat dan tanpa menarik perhatian, ia mengambil sampel batuan dari tiga titik yang dicurigai sebagai lokasi pengolahan inti.
Saat ia sedang mengambil foto diam-diam wajah seorang pengawas lapangan—yang dicurigai sebagai perwakilan Tuan M—ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Rangga: “Gendang Patah. Keluar sekarang.”
Gendang Patah adalah kode darurat. Artinya, mereka tahu ada penyusup.
Elang segera menghentikan aktivitasnya. Ia menyadari sebuah mobil pick-up hitam mencurigakan baru saja tiba, dan beberapa pria berbadan tegap mulai mengawasi sekeliling dengan pandangan curiga.
Ia berlari menembus semak belukar, meninggalkan jalur utama. Aksinya tidak luput dari perhatian. Tiga pria tegap segera mengejarnya.
Elang adalah seorang mantan pasukan khusus; keahliannya dalam melarikan diri di medan sulit tak tertandingi. Ia menggunakan jalur air kecil yang menuju ke jurang, menyembunyikan jejaknya di lumpur dan bebatuan.
Setelah dua jam bersembunyi dan bergerak secara zig-zag, ia berhasil mencapai titik aman di Desa Raba yang sudah dijanjikan. Di sana, Rangga sudah menunggunya dengan wajah tegang, mengendarai sepeda motor.
“Mereka menerima info dari Mataram tentang ‘orang baru’ yang mencari data. “Untungnya belum tahu identitasmu,” kata Rangga sambil menyerahkan helm.
“Data sudah aman. Tiga sampel batuan dan foto pengawas utama,” jawab Elang, menyerahkan tas ransel kecilnya kepada Rangga. “Penyelundupan itu bukan hanya emas. Ada aliran dana besar yang mencuci uang dari kasus lain.”
Rangga mengangguk. “Saya akan terbang ke Mataram besok pagi dengan dalih meliput wisata. Data ini akan saya serahkan langsung ke ‘Sinyal Utara’.”
Elang mengawasi Rangga hingga menghilang di tikungan jalan. Di bawah langit senja Bima yang mulai kemerahan, misi mereka hampir selesai. Bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Elang dan Rangga, Elang si pengumpul data lapangan dan Rangga si pembawa pesan rahasia, kini siap menjadi dasar operasi penegakan hukum skala nasional untuk menyelamatkan hutan dan hukum di Tanah Bima.
Elang tahu, ia harus segera berganti penyamaran. Perjalanan untuk membersihkan Kabupaten Bima dari jaringan tambang ilegal baru saja dimulai (*)
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.







