Kepada kawan yang kutemui di ruang fana,
Di antara notulen, deadline, dan secangkir basa-basi,
Kau hadir bagai nama tanpa gema,
Diam dalam obrolan, hilang di notifikasi.
Pesan kulontar seperti batu ke danau kering,
Tak berbalas, tak beriak,
Tapi bila kabar menyenangkan datang menyinggung namamu,
Kau tiba—penuh tanda seru dan emoji semarak.
Gelarmu dua, strata ilmu menjulang,
Namun dalam seni menyapa, kau masih asing,
Dalam menghargai langkah kecil rekanmu,
Kau pelit pada kata, kikir pada “terima kasih”.
Tak kupinta kau membalas tiap titik dan koma,
Hanya sedikit rasa: bahwa hadir bukan sekadar saat dipuji,
Bahwa kolaborasi bukan hanya milik kabar baik,
Dan komunikasi lebih dari sekadar “ada untung buatku atau tidak?”
Aku tak hendak merendahkanmu, kawan,
Hanya bertanya dalam batin yang tenang:
Apakah ilmu membuatmu tinggi,
Atau justru membuatmu jauh?
Sebab karya bukan hanya tentang nama di halaman depan,
Tapi juga tentang siapa yang sempat bertanya:
“Bagaimana kabarmu hari ini?”
Tanpa menunggu jawaban yang menguntungkan dirinya.