Cipayung Plus Gelar Unjuk Rasa di Polres Bima dan kantor Pemkab, ini Tuntutannya

Ratusan mahasiswa dari sejumlah OKP yang terhimpun dalam Cipayung Plus Bima saat audiensi terbuka di depan Mako Polres Bima Senin (3/5/2025).
Ratusan mahasiswa dari sejumlah OKP yang terhimpun dalam Cipayung Plus Bima saat audiensi terbuka di depan Mako Polres Bima Senin (3/5/2025).

Bima, Berita11.com— Ratusan mahasiswa dari sejumlah organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang terhimpun dalam Cipayung Plus Bima menggelar unjuk rasa di depan Mako Polres Bima dan kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima, Senin (3/5/2025).

Massa Cipayung Plus Bima yang dikoordinir Fathurrahman mengawali aksi dengan konvoi dari lapangan Serasuba Kota Bima menuju Mako Polres Bima. Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain mendesak pemerintah pusat menyelesaikan perancangan, pengesahan peraturan pemerintah terkait penataan daerah. Kemudian mendesak DPRD dan pemerintah daerah se-Pulau Sumbawa, serta Provinsi NTB menetapkan anggaran percepatan pembangunan Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Pulau Sumbawa.

Bacaan Lainnya
Pendaftaran%20Maba%20UM%20Bima

Massa juga mendesak agar enam aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Bima yang telah ditetapkan tersangka perusakan mobil dinas dibebaskan tanpa syarat.

Setelah tiba di Mako Polres Bima, perwakilan massa menyampaikan orasi secara bergantian. Massa sempat hendak merangsek ke halaman Polres Bima. Ketegangan berhasil mereda setelah ditenangkan kedua belah pihak.

Kabag Ops Polres Bima, Kompol Iwan Sugianto, saat audiensi terbuka dengan mahasiswa menjelaskan, sejumlah objek yang tidak bisa menjadi titik aksi unjuk rasa, antara lain istana negara dan objek vital negara seperti bandara, Pelabuhan, Pertamina.
“Kemudian tempat ibadah itu tidak bisa dilakukan aksi unjuk rasa. Makanya kami waktu itu mengimbau adik-adik yang melaksanakan unjuk rasa supaya tidak berhenti di situ (bandara) dan melanjutkan perjalanan ke titik tujuan. Namun apa yang kami sampaikan tidak diindahkan dan akhirnya adik-adik melaksanakan orasi di sepanjang jalur bandara,” jelas Kompol Iwan Sugianto.

Iwan juga menjelaskan ketegangan yang terjadi di depan kampus STKIP Taman Siswa Bima yang terjadi di luar kendali korlap atau pimpinan massa hingga kemudian terjadi aksi perusakan mobil dinas.

Ia menegaskan, pada prinsipnya aparat kepolisian tidak melarang penyampaian aspirasi. Namun yang diharapkan pihaknya agar disampaikan sesuai koridor atau tidak anarkis.

“Itu bukan kami melarang adik-adik menyuarakan apa yang menjadi tuntutan adik-adik. Tidak ada sedikitpun kami menghalang-halangi untuk menyuarakan dari awal, saya sendiri yang sampaikan. Kami mendukung sesuai dengan apa yang disampaikan supaya ini bisa tersampaikan sesuai dengan baik,” tandas Kompol Iwan.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bima, Ajun Komisaris Polisi, Malik, menjelaskan proses hukum hingga pihaknya menetapkan enam mahasiswa sebagai tersangka perusakan mobil dinas. Proses hukum oleh Polres Bima setelah menerima laporan dari Kepala Dinas Peternakan Kabupten Bima.
“Jadi dapat saya jelaskan bahwa penetapan tersangka itu atas laporan dari Kepala Dinas Peternakan. Kemudian kami lakukan proses hukum. Kami periksa saksi dan kebetulan pada saat itu ada semua. Kenapa cepat sekali? Kebetulan pada hari itu semua saksi ada. Kemudian kami lakukan gelar perkara sesuai SOP,” ujar Malik.

BACA JUGA: Nyolong Dua Meja Pimpong di Kompleks Kantor Pemkab Bima, Supir RSUD Sondosia Ditangkap Polisi

Dikatakannya, menurut fakta penyidikan pihaknya, penetapan status tersangka enam mahasisw memenuhi pasal yang telah ditetapkan.
“Sehingga adik-adik itu kami tetapkan sebagai tersangka atas dugaan perusakan mobil dinas Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Bima,” ujarnya.
“Jadi tidak ada kaitannya dengan pembungkaman adik-adik yang melaksanakan orasi, karena itu di luar tuntutan adik-adik,” ujar Malik.

Seiring berjalannya waktu ada kesepakatannya perdamaiannya. Polres Bima telah menerima permohonan restorative justice. “Pada saat ini sedang kami proses, ada SOP dan tahapannya. Jadi tidak ujuk-ujuk begitu ada perdamaian langsung dikeluarkan. Tidak begitu prosesnya tapi ada tahapannya dan surat kami terima itu baru sepihak, karena surat yang menandatangani kesepakatan itu harus kedua belah pihak. Pelapor dan terlapor atau korban dan tersangkanya,” jelas Malik.

Malik juga menjelaskan mengapa enam mahasiswa yang telah berstatus tersangka dipindahkan ke Rutan Mako Polda NTB. “Tahanan yang kami pindahkan, baru kali ini. Kapasitasnya yang seharusnya 20 orang sekarang sudah 60 orang. Bukan saja kasus ini, sudah tiga kali. Bukan saja karena kasus ekstra ordinary crime. Pemindahana itu sudah biasa saja,” tandas Malik.

Sementara itu, Ketua PC Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Bima, Anas Arifin mengulas kronologi hingga terjadinya aksi perusakan mobil dinas oleh mahasiswa.

“Kemudian kaitan dengan demo tanggal 28 Mei 2025 di depan Bandara Bima, sebentulanya bapak ibu, semuanya kesepakatan awal Intelkam dengan Cipayung Plus ada dua titik di Cabang Talabiu, akan tetapi yang disepakati satu saja, sehingga titik di Bandara Bima pada hari Rabu lalu itu bukan tempat aksi. Sekarang regulasi nasional penyampaian di tempat umum, betul tidak bisa dilakukan penyampaian aspirasi di depan tempat vital,” ujarnya.

Anas menyoal cepatnya penetapan status tersangka enam mahasiswa yang kemudian pihak penyidik bekerja marathon hingga dipindahkan ke Rutan Polda NTB. Menurutnya, kasus yang melibatkan mahasiswa itu bukan termasuk extra ordinary crime seperti kasus korupsi dan terorisme.

BACA JUGA: 497 Kasus Positif, 14 Warga Kabupaten Bima Meninggal karena DBD

Ia menilai ada upaya penghalangan jalur restorative justice yang diajukan kelompok mahasiswa. “Kemudian terkait penetapan status tersangka kawan-kawan kami kurang dari 24 itu janggal. Padahal bukan kejahatan ekstra ordinary crime seperti kasus korupsi maupun kasus terorisme. Sehingga bisa indikasi bahwa teman-teman kami dipindahkan ke Polda NTB dalam waktu kurang dari empat hari tempat tidurnya,” ujarnya.

Menurut dia, pidana merupakan bagian dari upaya terakhir penyelesaian kasus. Apalagi yang dilakukan mahasiswa bukan terkamsuk estra ordinary crime.

“Pointnya yang ingin kami tanyakan apa alasan enam tersangka dilimpahkan ke Polda NTB terlepas dari over kapasitas tahanan di Polres Bima,” katanya.

Usai menggelar audiensi terbuka, kelompok Cipayung Plus Bima kemudian melanjutkan orasi di depan kantor Pemkab Bima. Mereka diterima Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupten Bima, Syahrul.

“Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa tidak boleh ditunda-tunda. Kita melihat ketimpangan yang terjadi di daerah daerah yang ada. Perbandingan yang signifikan yang terjadi ini adalah ketimpangan-ketimpangan yang terus terjadi karena keputusan politik yang terus diambil NTB,” kata Anas Arifin saat orasi di depan kantor Pemkab Bima.

Menurutnya, solusi dari ketimpangan pembangunan, pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa. “Kemudian kedua, soal diberlakukan kebijakan moratorium oleh pemerintah pusat itu juga menghambat atau membatasi pembahasan rancangan tata kelola daerah baru. Karena itu kami berharap bukan kewenangan pemerintah daerah dalam mencabut moratorium itu, akan tetapi dengan dukungan pemerintah daerah, termasuk Pemkab Bima,” katanya.

Ia juga menuntut penetapan anggaran oleh seluruh pemerintah daerah di Pulau Sumbawa. ”Bagaimana Kabupaten Bima menjemput provinsi yang baru, karena kebijakan moratorium itu diberlakukan karena ada beberapa ketimpangan yang notabane seperti daerah yang tidak mandiri secara fiinacial. Namun kami melihat daerah kabupaten di Pulau Sumbawa ditransfer ke NTB dan pengelolaan sumber daya diperuntukan lebih banyak untuk Pulau Lombok,” kata dia.

Anas juga meminta Pemkab Bima bersikap berkaitan penahanan enam aktivis mahasiswa.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupten Bima, Syahrul, mengisyaratkan, menindaklanjuti tuntutan mahasiswa, pihaknya akan berkoordinasi dengan kepala derah. ”Karena kewenangan kami di Kesbang hanya bisa menfasilitasi dan mengkoordinasi. Mengenai jadwal audiensinya kami akan kabarkan setelah kami melakukan koordinasi dengan kepala daerah,” ujar dia.

Setelah puas menyammpaikan aspirasi, massa membubarkan diri dengan tertib. [B-22]

Follow informasi Berita11.com diGoogle News

Pos terkait