Kota Bima, Berita11.com— Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) Bima menggelar unjuk rasa di persimpangan Jalan Seokarno-Hatta dan di depan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima, Kamis (9/3/2023) pagi. Massa menyorot liberalisasi ekonomi tidak menguntungkan Indonesia.
Massa KPR Bima berasal dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) yang dipimpin oleh Nani. Aksi massa bagian dari rangkaian Internasional Women’s Day (IWD) tahun 2023.
Dalam aksinya massa menyampaikan 13 tuntutan, di antaanya meminta Presiden Republik Indonesia mencabut Perppu Cipta Kerja. Selain itu meminta pemerintah menghapus sistem kerja kontrak, alih daya, sistem magang dan stop politik upah murah serta berlakukan upah sesuai dengan kualitas hidup layak.
Massa juga mendesa agar pemerintah menghentikan liberalisasi agraria dan perampasan tanah, menolak bank tanah serta mendesak agar menjalankan reforma agraria sebagai basis pembangunan nasional.
“Wujudkan kebebasan akademik pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis di segala jenjang. Hentikan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat di seluruh sektor. Segera terbitkan dan sahkan seluruh peraturan perundang – undangan yang melindungi hak-hak rakyat,” teriak Nani dalam orasinya.
Selain itu, mewakili mahasiswa lainnya, dia mendesak pemerintah mencabut seluruh kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi. Mendesak agar wujudkan demokratisasi kampus. Memastikan pelaksanaan program Indonesia Pintar sesuai dengan prinsip program Indonesia Pintar.
Poin liannya, massa KPR Bima meminta agar kampus mewujudkan kegiatan akademik sesuai standar pendidikan nasional. Mendesak transparansi keuangan BPJS Kesehatan. Mendesak pemerintah mewujudkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat dari aspek pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, agraria.
“Revisi UU Pemilu dan partai politik yang tidak demokratis. Terbitkan Perda perlindungan dan pemberdayaan petani,” desak Nani.
Menurutnya, sebagai jalan keluar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, KPR Bima menyarankan agar mewujudkan reforma agraria sejati, nasionalisasi aset-aset strategis di bawah kontrol rakyat, membangun industrialisasi dengan nasionalisasi yang kuat dan mandiri. Selain itu, meminta mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan berbasis kerakyatan serta meminta agar berbagai pihak membangun partai massa rakyat untuk persatuan kelas dan pembebasan nasional melawan kapitalisme- imprealisme
“Pada momentum Hari Perempuan Sedunia kali ini tidak ada perkembangan baik yang cukup signifikan dirasakan oleh rakyat indonesia pada umumnya. Hampir seluruh sektor mengalami satu kegagalan dalam penyelesaian program yang menjawab kebutuhan khusus maupun kebutuhan umum rakyat,” katanya.
Dikatakannya, masalah lain berkaitan diskriminasi terhadap perempuan, kenaikan harga BBM, komersialisasi pendidikan, sektor pertanian, kebijakan tentang pemilu, kesehatan rakyat yang kurang mendapat perhatian.
“Buruh atau tenaga kerja dieksploitasi dan juga regulasi terbaru, UU Nomor 11 tahun 2020, KUHP, RUU Sisdiknas yang anti terhadap kepentingan rakyat. Hari ini kita dihadapkan dengan persoalan baru yaitu diterbitkannya PERPPU Nomor 2 tahun 2022, dalam perkembangan terakhir ini rakyat Indonesia semakin jauh dari kedaulatan terhadap bangsa dan negara,” katanya.
Dia menuding pemerintah semakin memperlihatkan praktik anti demokrasi dengan lahirnya kebijakan sapu jagat. Konstitusi dan ideologi nagara sudah tidak lagi menjadi landasan dalam membentuk kebijakan yang mengatur hajat hidup orang banyak. Alih-alih memperhatikan aspirasi rakyat,
“Tumbuhnya ekonomi yang dibanggakan pemerintah sejak 2014 sebesar 5,2 % merupakan sumbangsi konsumsi rakyat yang menjadi konsumen. Hingga 2022 pertumbuhan ekonomi 5,31% setelah pandemi. Sudah sejak 2014 hingga kini berbagai visi dan misi penguasa adalah membuka investasi sebesar- besarnya dengan harapan munculnya lapangan pekerjaan, akan tetapi tidak memberi dampak sama sekali bagi rakyat,” katanya.
Usai menggelar orasi di persimpangan Jalan Soekarno-Hatta, massa melanjutkan aksi di depan DPRD Kabupaten Bima di Jalan Gatot Soebroto Kelurahan Penatoi Kota Bima. Massa kemudian menyampaikan tuntutan yang sama.
“Perppu Nomor 02/2022 tentang Cipta Kerja tidak banyak merubah isi dengan alasan geopolitik dan ketidakpastian global sebagai kepentingan memaksa. Pemerintah mengklaim telah berbicara dengan beberapa pihak melalui Satgas Cipta Kerja dari seluruh kalangan, akan tetapi bias pemerintah telah kelihatan dengan mengedepankan usulan KADIN/APINDO sebagai pemangku kepentingan utama,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima M Aminullah mengisyaratkan akan menampung aspirasi mahasiswa.
“Dari 13 tuntutan adik-adik yang menjadi kewenangan Kabupaten (Bima) sekarang adalah nomor 13 yaitu terbitkan Perda perlindungan dan pemberdayaan petani, kami di DPRD Kabupaten Bima sudah melakukan harmonisasi terhadap Perda perlindungan dan pemberdayaan petani melalui Komisi II, bahkan sudah Pansus melalui DPRD Kabupaten Bima,” kata pria yang akrab disapa Maman itu.
Maman mengungkapkan, secara pribadi dia mendukung dan sependapat dengan mahasiswa yang mendesak Parppu Cipta Kerja dicabut, namun secara kelembagaan atau sesuai sikap PAN, sejajalan dengan pemerintah.
Setelah mendengar penjelasan Wakil Ketua DPRD Kaupaten Bima, massa membubarkan diri dengan tertib. [B-12]
Follow informasi Berita11.com di Google News