Berita11.com— Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih (KSTEB) menilai usulan perubahan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 tahun 2021 tentang Sistem PLTS Atap yang terhubung dengan jaringan pemegang IUPTLU berpotensi menghambat pertumbuhan startup pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap.
Kementerian ESDM telah mengadakan public hearing mengenai usulan perubahan Permen tersebut pada Jumat (6/1/2023) lalu. PlhDirektur Aneka EBT, Hendra Iswahyudi menyampaikan substansi usulan perubahan, di antaranya meniadakan batasan kapasitas per pelanggan selama masih memiliki kuota (semula 100%), meniadakan biaya kapasitas untuk golongan industri, menghapus ekspor listrik, serta ketentuan pelanggan eksisiting harus mengikuti peraturan baru setelah tercapainya payback period (paling lama 10 tahun).
Menyikapi usulan tersebut, pengurus KSTEB, Muhammad Rayhan Alghifari menilai, usulan perubahan kebijakan tersebut akan menurunkan minat masyarakat untuk memasang PLTS atap, terutama untuk pasar pelanggan residensial.
Peniadaan skema ekspor listrik akan menurunkan nilai keekonomian PLTS atap dengan jumlah penghematan tagihan listrik menjadi lebih kecil dan masa pengembalian modal (payback period) menjadi lebih panjang. Survei pasar yang dilakukan oleh IESR di tujuh provinsi menunjukkan bahwa mayoritas pelanggan PLTS atap mengharapkan penghematan hingga 50% melalui penggunaan PLTS atap. Hal itu menandakan bahwa aspek ekonomi menjadi salah satu faktor penentu minat masyarakat untuk memasang PLTS atap skala residensial.
Senada dengan hal itu, Amarangga Lubis, anggota KSTEB dan founder dari SolarKita menyatakan peniadaan skema ekspor impor akan mengurangi minat calon pelanggan PLTS atap.
“Concern utama dari usulan perubahan ini adalah hilangnya kWh meter ekspor-impor akan mengubah minat customer dan berdampak pada total market yang tersedia,” kata Amarangga melalui siaran pers KSTEB yang diterima redaksi Berita11.com, Selasa (10/1/2023).
Senada dengan SolarKita, anggota KSTEB sekaligus founder dari BTI Energy Erlangga Bayu Rahmanda, merasa usulan perubahan Permen ESDM akan mematikan bisnis perusahaan rintisan (startup) PLTS atap secara langsung.
“Adanya perubahan pada permen ESDM tentang PLTS atap akan membunuh startup PLTS atap, terutama seperti BTI Energy yang mayoritas pelanggannya adalah pelanggan residensial,” ujarnya.
Menurutnya, dalam jangka waktu yang lebih panjang, kondisi itu juga akan berimplikasi negatif pada ekosistem startup PLTS atap di Indonesia, di mana kebijakan energi yang tidak suportif akan menurunkan minat calon pengusaha untuk merintis usaha di sektor itu.
KSTEB juga menyayangkan usulan perubahan kebijakan tersebut karena akan menyebabkan semakin sulitnya pemerintah mencapai target kapasitas PLTS atap di Indonesia sebesar 3.610 MW pada 2025. Sebagai catatatan, per November 2022 lalu kapasitas terpasang PLTS atap di Indonesia hanya mencapai 77,6 MW atau jauh dari target pemerintah.
Terkait tidak adanya pembatasan kapasitas PLTS atap maksimum 100 persen daya terpasang melainkan berdasar kuota sistem, KSTEB juga menyoal transparansi data kuota per sistem yang hanya dapat diakses oleh PLN. Keterbukaan data sangat penting untuk menghindari adanya upaya penghambatan instalasi PLTS atap yang mengatasnamakan kuota sistem yang sudah penuh.
Dalam keterangannya, Amarangga khawatir akan terjadi penyelewangan sistem apabila data kuota sistem tidak terbuka ke publik. Menurut dia, definisi teknis kuota sistem perlu diperjelas.
“Saya khawatir kuota sistem akan disesuaikan dengan kebutuhan PLN sebagai utility company,” ungkapnya.
Kekhawatiran juga diungkapkan Erlangga. “Kapasitasnya sekarang dibatasi per kuota, itu juga berbahaya, karena yang menentukan kuota adalah pemegang IUPTLU. Bisa saja mereka menyatakan kuota full dan baru diperbaharui setiap lima tahun, jadi selama lima tahun itu tidak akan ada penambahan PLTS atap,” ujarnya.
Untuk diketahui, Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih (KSTEB) adalah komunitas pertama di Indonesia yang menjadi platform jejaring perusahaan rintisan (startup) teknologi energi bersih. Komunitas ini diprakarsai oleh New Energy Nexus Indonesia dan didirikan pada tahun 2022. Diharapkan melalui KSTEB ini, para penggiat startup teknologi energi bersih dapat saling bertukar ide, informasi, dan jejaring untuk mendukung pertumbuhan ekosistem startup teknologi energi bersih di Indonesia.
Saat ini, KSTEB beranggotakan 50 startup teknologi energi bersih yang terdiri dari startup yang bergerak di sektor ketenagalistrikan, transportasi, industri, dan bangunan. Startup yang tergabung dalam KSTEB merupakan startup yang memiliki peran penting dalam usaha Indonesia untuk melakukan transisi energi dan memitigasi perubahan iklim. [B-19]