Suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Mei 2024 tercatat masing-masing sebesar 4,61% dan 9,26%, relatif stabil dibandingkan dengan perkembangan bulan sebelumnya. Sementara itu, imbal hasil SBN tenor 2 dan 10 tahun per 19 Juni 2024 tercatat sebesar 6,70% dan 7,13% relatif meningkat, khususnya pada tenor 10 tahun, sebesar 22 bps dibandingkan dengan akhir Mei 2024 sejalan yield US Treasury dan premi risiko pasar keuangan global yang masih tinggi.
Pertumbuhan kredit tetap tinggi. Kredit tumbuh sebesar 12,15% (yoy) pada Mei 2024 didorong oleh pertumbuhan kredit di sebagian besar sektor ekonomi, terutama Perdagangan, Industri, dan Jasa Dunia Usaha.
Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit terjaga, didukung oleh peningkatan DPK menjadi sebesar 8,63% (yoy) dan berlanjutnya strategi realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan serta dukungan likuiditas seiring dengan penerapan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) oleh Bank Indonesia.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh kinerja korporasi dan rumah tangga yang baik. Pertumbuhan penjualan dan belanja modal korporasi tetap positif sehingga mendorong kebutuhan pembiayaan modal kerja dan investasi.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga tetap kuat, terutama dari kelas menengah dan atas, seiring dengan ekspektasi penghasilan yang meningkat. Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh sebesar 14,80% (yoy), 11,59% (yoy), dan 10,47% (yoy) pada Mei 2024. Pembiayaan syariah tumbuh tinggi sebesar 14,07% (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 6,74% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan berada pada batas atas kisaran 10-12%.
Bank Indonesia menetapkan kebijakan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) untuk memperkuat pengelolaan pendanaan luar negeri bank dalam mendukung kredit/pembiayaan bagi perekonomian nasional dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. RPLN merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal Bank Indonesia untuk memperkuat pengelolaan sumber pendanaan luar negeri jangka pendek bank.
Kebijakan RPLN mengatur batas maksimum kewajiban luar negeri jangka pendek terhadap modal bank yang dapat disesuaikan dengan besaran parameter kontrasiklikal Bank Indonesia berdasarkan asesmen forward looking atas siklus keuangan, risiko eksternal, dan risiko SSK. Selain pengaturan mengenai aspek kontrasiklikal, penguatan RPLN juga dilakukan melalui pengaturan baru mengenai cakupan RPLN.
Implementasi RPLN oleh perbankan, perlu tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, yang antara lain mencakup manajemen risiko kredit, risiko pasar dan permodalan, sesuai dengan aturan yang berlaku. Bank Indonesia akan terus memperkuat efektivitas implementasi kebijakan makroprudensial akomodatif dan mempererat sinergi dengan pemerintah, KSSK, perbankan, serta pelaku usaha untuk mendukung kredit/pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Menurut Erwin, ketahanan perbankan tecermin dari likuiditas yang memadai, risiko kredit yang rendah, dan permodalan yang kuat. Likuiditas perbankan yang tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi sebesar 25,78%. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 25,97% pada April 2024, sementara rasio kredit bermasalah perbankan (Non-Performing Loan/NPL) tercatat rendah sebesar 2,33% (bruto) dan 0,81% (neto).
Ketahanan perbankan yang kuat juga didukung oleh kemampuan membayar korporasi dan rumah tangga yang baik. Ketahanan permodalan dan likuiditas perbankan yang kuat juga ditunjukkan dengan hasil stress test perbankan. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Pada Mei 2024, transaksi BI-RTGS tercatat meningkat 0,16% (yoy) sehingga mencapai Rp14.557,29 triliun. Transaksi BI-FAST tercatat Rp701,61 triliun atau tumbuh 53,08% (yoy).
Transaksi Digital Banking Capai Rp5.570 Triliun
Transaksi digitalbanking mencapai Rp5.570,49 triliun atau tumbuh sebesar 10,82% (yoy), sementara transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 35,24% (yoy) sehingga mencapai Rp92,79 triliun. Transaksi QRIS tumbuh 213,31% (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 49,76 juta dan jumlah merchant 32,25 juta. Sementara itu, transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/D turun sebesar 5,41% (yoy) sehingga mencapai Rp615,18 triliun.
“Transaksi kartu kredit masih meningkat 6,60% (yoy) mencapai Rp35,18 triliun. Dari sisi pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) meningkat 6,82% (yoy) sehingga menjadi Rp1.038,26 triliun,” kata Erwin.
Stabilitas infrastruktur sistem pembayaran tetap terjaga, ditopang interkoneksi struktur industri yang semakin luas. Dari sisi infrastruktur, kelancaran dan keandalan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) terjaga dengan baik, aman, dan andal, didukung kondisi likuiditas dan operasional yang memadai. Dari sisi struktur industri, interkoneksi sistem pembayaran dan perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) terus meningkat.
Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) yang memfasilitasi interkoneksi di sistem pembayaran tumbuh positif didorong perluasan kerja sama antara pelaku industri. Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, Terpencil). [B-19]
Follow informasi Berita11.com di Google News