Meregang nyawa adalah salah satu berita sejumlah media, sebagai ungkapkan berkaitan nyawa seseorang. Banyak media yang memilih kata tersebut yang maknanya dianggap sama dengan meninggal. Namun arti sebenarnya sesuai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bukanlah demikian.
Berita-berita di media kerap menggunakan kata meregang nyawa untuk mengungkapkan hilangnya nyawa seseorang. Salah satu contohnya, Dikeroyok Pencuri, Ansar Meregang Nyawa. Asumsi dan penafsiran publik pun sama, menanggap meregang nyawa identik dengan meninggal dunia.
Ada beberapa alasan dan kemungkinan media menggunakan unsur kata tersebut. salah satunya, daya dorong terhadap pembaca untuk mengetahui isi dari informasi.
Dalam KBBI Daring versi V ditemukan arti meregang nyawa (tesaurus) berarti hampir-hampir mati. Salah satu kondisi itu, misalnya dialami pencuri yang dikeroyok massa, dalam kondisi terpojok.
Dikutip dari Kolom Bahasa Liputan6.com, Fajriah Nurdiarsih menulis, Bahasa Indonesia ternyata punya banyak varian untuk menyebut kata “mati”. Dalam Tesamoko, Tesaurus Bahasa Indonesia Edisi Kedua yang terbit tahun 2016, disebutkan mati bersinonim dengan berkalang tanah, berlalu, berpulang, berputih tulang, binasa, lewat, mangkat, mendahului, mengembuskan napas penghabisan, meninggal, putus jiwa, tewas, dan wafat.
Sementara untuk kata-kata yang dianggap lebih kasar, Tesamoko menyarankan jangkang, koit, kojor, mampus, modar, dan terjengkang.
Mati, merujuk pada KBBI edisi IV, didefinisikan sebagai ‘sudah hilang nyawanya; tidak bernyawa; tidak pernah hidup’.
Namun, penggunaan kata mati berbeda-beda, tergantung pada konteks dan nilai rasa yang melekat pada kata tersebut.
Pada kata tewas, misalnya, lebih tepat dipakai untuk menyebutkan tidak bernyawanya seseorang akibat kejadian yang tidak wajar, misalnya korban pembunuhan.
KBBI IV sendiri merujuk tewas sebagai ‘mati dalam perang, bencana, dan sebagainya’.
Lalu bagaimana untuk meninggal? Kata ini dianggap bersinonim mutlak dengan mati, tapi tentu kita lebih wajar menyebut, contohnya: kucing itu mati dibanding kucing itu meninggal.
Ada pula kata koit, mampus, dan modar. KBBI IV menggolongkan ketiganya berarti ‘mati’ dengan keterangan kasar. Namun, kapan ketiga kata itu dipakai?
Mampus agak bermakna menyumpahi, sementara kata modar dan koit bisa dipakai untuk menunjukkan bahwa yang meninggal adalah orang yang tak berharga. Misalnya, penjahat itu koit di tangan polisi atau penjahat itu modar kena tembakan polisi.
Selain kata-kata di atas, masyarakat juga mengenal mengembuskan (bukan meng-hembus-kan) napas terakhir sebagai sinonim meninggal. Kadang-kadang dipakai pula ungkapan meregang nyawa. Namun rupanya, meregang nyawa tidak bersinonim dengan mengembuskan napas terakhir [B-11]