Bima, Berita11.com— Keberadaan juru parkir (Jukir) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bima yang masih dalam satu kompleks kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima meresahkan sejumlah warga yang mengurus pelayanan dokumen kependudukan di instansi setempat.
Ironisnya, pengutan parkir hanya ada di Dinas Dukcapil, padahal di kompeks kantor Bupati Bima atau kantor Pemkab Bima banyak kantor organisasi perangkat daerah (OPD) yang tidak memberlakukan parkir.
Warga Kabupaten Bima, Irfan mengaku resah terhadap keberadaan Jukir di Dinas Dukcapil Kabupaten Bima. Untuk itu dia berharap Pemkab Bima segera meninjau para tukang parkir tersebut. Karena pada sisi lain, Jukir tersebut tidak bisa menerima jika pengunjung yang mengurus pelayanan di Disdukcapil tidak memiliki uang.
“Dia tidak bisa paham kalau dibilang kalembo ade(mohon maaf) karena tidak belum bisa bayar biaya parkir. Anehnya, hanya di Dinas Dukcapil Kabupaten Bima yang punya tenaga parkir. Bahkan wajib bagi masyarakat membayarnya tanpa adanya toleransi,” ujarnya di Kecamatan Bolo, Selasa (18/10/2022).
Irfan berharap agar Jukir di Dinas Dukcapil Kabupaten Bima yang berada di dalam satu kompleks kantor Pemkab Bima atau kantor Bupati Bima dibubarrkan. Karena tidak ada paying hokum yang mengatur setiap kantor organisasi perangkat daerah (OPD) atau dinas harus ada Jukirnya.
“Coba saja lihat di kantor-kantor dinas lain yang ada sekitar sini, tidak ada dipasang tukang parkir dan aman-aman saja. Lalu pertanyaan kami selaku masyarakat, kenapa khusus di Dinas Dukcapil Kabupaten Bima, punya kewajiban di pasang tukang parkir, ada apa? Persoalan ini harus disikapi serius oleh para pemangku kepentingan yang ada di Kabupaten Bima,” tandasnya.
Warga lainnya yang enggan namanya disebut juga meminta Pemkab Bima segera menertibkan Jukir di Dinas Dukcapil Kabupaten Bima jika memang tidak ada regulasi atau payung hukumnya. Karena hal tersebut jelas merupakan bagian dari praktik pungutan liar (Pungli). Apalagi sebelumnya Pemkab Bima telah menyatakan komitmen memberantas pungutan liar, salah satunya dengan terbentuknya sapu bersih pungutan liar.
Jika pun terdapat regulasi yang mengatur tarif parkir di instansi pemerintah atau OPD. Maka harus diterapkan secara merata di seluruh kantor instansi atau OPD. Selain itu harus berlaku juga terhadap pegawai OPD dan Sekretariat Daerah selaku pemilik kendaraan.
Menurutnya, wajak jika penerapan parkir khusus di Dinas Dukcapil Kabupaten Bima ditanyakan warga. Karena tidak ada OPD lain yang menerapkan parkir dan jika tidak ada paying hukumnya dapat dikategorikan pungutan liar.
“Jika memang ada ketentuan, maka terapkan secara merata. Termasuk para pegawai pemilik kendaraan juga harus membayar biaya parkir. Karena sama-sama dengan masyarakat menggunakan fasilitas parkir, jika memang berlaku tarif parkir di kantor instansi pemerintah. Bahkan di kantor-kantor desa, kantor kecamatan juga terapkan yang sama,” ujarnya.
Dikatakannya, jika Pemkab Bima berkomitmen memberantas korupsi, maka harus dimulai dari hal terkecil. Sebagai bukti bukan saja lip service.
Penarikan tarif parkir di instansi pemerintah di Dinas Dukcapil Kabupaten Bima yang berada dalam kompleks kantor Pemkab Bima (kantor Bupati Bima) sudah berlangsung beberapa tahun.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan Pasal 1 angka 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha. Termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir
Adapun sesuai Pasal 2 ayat (2) UU PDRD, pajak parkir merupakan salah satu jenis pajak daerah yang kewenangan pemungutannya berada di Pemda tingkat kabupaten atau kota, di mana pajak tersebut dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah.
Adapun yang menjadi objek parkir menurut Pasal 62 ayat (1) UU PDRD adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Namun, tidak semua penyelenggaraan tempat parkir dapat dikenakan pajak.
Terdapat empat hal yang tidak termasuk objek pajak parkir sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (2) UU PDRD. Pertama, penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan Pemda. Kedua, penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri.
Ketiga, penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik. Keempat, penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah (Perda).
Merujuk pada Pasal 63 UU PDRD, subjek pajak parkir ialah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Sementara itu, pihak yang menyelenggarakan tempat parkir, baik perorangan atau badan menjadi wajib pajak parkir. Dengan demikian, penyelenggara berkewajiban untuk melapor dan menyetor pajak parkir yang telah dibayarkan oleh pengguna parkir.
Dalam pemungutan pajak parkir, UU PDRD menetapkan tarif paling tinggi sebesar 30%. Namun, masing-masing daerah dapat menetapkan besaran tarif tersebut sesuai dengan potensi pajak di wilayahnya sepanjang tidak melebihi tarif maksimal yang ditentukan. [B-27]