Bima, Berita11.com— Pengancaman (intimidasi) dialami jurnalis Berita11.com, Safitri, lantaran memberitakan keracunan massal akibat nasi bungkus dari acara deklarasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati di Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Jurnalis Berita11.com, Safitri mengaku, setelah menulis dan membagikan berita tentang keracunan massal yang dialami sejumlah anak hingga lansia akibat nasi bungkus dari acara deklarasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu, ia tiba-tiba dihubungi oknum berinisial S yang mengaku sebagai guru dan panitia deklrasi paslon kepala daerah.
“Ia mengaku keberatan dengan berita tersebut dan mengaku sebagai panitia acara deklarasi Paslon tersebut,” ujar Safitri, Kamis (8/8/2024).
Oknum yang mengaku-ngaku sebagai pekerja media tersebut menyebut dirinya sebagai pendukung Paslon yang menggelar deklarasi hari itu di Dompu. “Padahal dalam berita itu tidak disebut nama paslon. Sumber berita atau informasi itu juga jelas dan kredibel yakni pihak kepolisian,” ujar Safitri.
Dikatakan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bima ini, sang oknum tersebut mengancam akan menjemputnya di tempat tinggal jika tidak ada permintaan maaf kepada Paslon yang menggelar deklarasi.
“Katanya akan jemput dan harus minta maaf. Dia ancam begitu. Padahal berita itu sesuai fakta, bahwa memang benar ada keracunan dan sumbernya jelas dari pihak kepolisian yang menjelaskan kejadian itu, lengkap dengan kronologinya,” ujarnya.
Pada bagian lain, editor Berita11.com, Sukriyadin menyesalkan pengancaman terhadap kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan wartawan. Menurutnya, pengancaman tersebut menciderai kebebasan pers. Padahal misalnya narasumber keberatan dapat menempuh mekanisme sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan sejumlah regulasi turunan yang dibuat Dewan Pers.
Anggota PWI Kabupaten Bima ini juga menjelaskan, berita yang naik sudah melalui pertimbangan pihak redaksi, sehinga jikapun ada keberatan bisa melalui saluran yang sudah diatur.
Ia juga menyesalkan adanya peristiwa pengancaman dan pihaknya mempertimbangkan menempuh mekanisme hukum. Apalagi jika yang melakukan pengancaman mengaku sebagai pekerja media, tapi tidak bisa bersikap independen dan justru mengancam diketahui sebagai pekerja media yang melaksanakan tugas jurnalistik. Sepengetahuan pihaknya, wartawan tidak boleh bersifat partisan, namun harus independen, apalagi PNS.
Ia mengingatkan, Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik mengatur, wartawan Indonesia bersikap independen, sehingga bertolak belakang dengan apa yang dilakukan sang oknum.
Sukriyadin menyebut, sesuai pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Kemerdekaan pers diatur dalam pasal 2 undang-undang yang sama, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Undang-Undang Nomor 40/1999 juga mengatur ketentuan pidana, di antaranya konsekuensi terhadap orang-orang yang menghalang-halangi tugas pers, yakni Pasal 18: Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Pada bagian lain Kepala Kepolisian Sektor Kempo Kabupaten Dompu, Inspektur Dua Jubaidin menegaskan, peristiwa keracunan nasi bungkus yang bersumber dari acara deklarasi pasangan calon kepala daerah di Dompu benar adanya, sebagaimana yang dikonfirmasi awak media kepada pihak kepolisian di Dompu. [B-19]
Follow informasi Berita11.com di Google News
==========================================
Artikel ini telah mengalami perubahan isi. Demikian pemberitahuan kami (redaksi).