Mataram, Berita11.com— Komunitas Pemuda Progresif (KPP) Tarlawi Kecamatan Wawo Kabupaten Bima mengajukan laporan kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB terkait dugaan pelanggaran pengelolaan hutan di Desa Tarlawi.
Ketua KPP Tarlawi, Al Muhaijiri mengungkapkan, laporan tersebut disertai surat aduan dan dilengkapi bukti.
Menurut Muhajirin Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Maria Donggo Masa dan Kepala Desa Tarlawi diduga terlibat dalam praktik yang merugikan lingkungan dan melanggar regulasi.
“Komunitas Pemuda Progresif Tarlawi menilai bahwa tindakan tersebut telah mengancam kelestarian lingkungan serta hak-hak masyarakat lokal,” kata dia melalui pernyataan tertulis yang diterima, Minggu (28/7/2024).
Dikatakannya, surat aduan tersebut diserahkan langsung pada 26 Juli 2024. Menurutnya, BKPH Maria Donggo Massa membiarkan perusakan hutan melalui program HKM.
“Pihak Gubernur NTB dan DLHK Provinsi NTB diharapkan dapat segera menindaklanjuti laporan ini guna memastikan adanya tindakan yang sesuai dan perlindungan terhadap lingkungan serta masyarakat setempat,” katanya.
Kepala BKPH Maria Donggo Massa, Akhyar yang dikonfirmasi wartawan menyatakan, belum bisa menanggapi aduan KPP Tarlawi, karena hal tersebut belum jelas.
“Permasalahan ini yang mana dulu? Kalau soal yang dulu itu ada, namun itu di luar kawasan, masih wilayah masyarakat, anggota di Tarlawi. Wawo juga sudah melaporkan kepada saya bahwa kegiatan itu di luar kawasan. Jadi tidak ada masalah,” tandas Akhyar melalui layanan media sosial whatshapp.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Desa Tarlawi, Jafar, menyatakan, pengelolaan hutan yang disorot dan diadukan KPP Tarlawi tidak ada masalah, karena sudah ada izin langsung dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Masalah itu ditangani langsung oleh kementerian pusat dan bahkan sudah ada izin langsung dari pusat. Tidak ada kewenangan kepala desa, memang desa yang memfasilitasinya, tapi kelompok itu sendiri yang melakukannya dan itu memang di luar kawasan. Per kelompok itu memiliki anggota lebih kurang 90 orang dan terkait tanah tegalan itu belum maksimal dilakukan,” jelas Jafar.
“Tidak ada kewenangan pemerintah desa terkait hal tersebut karena sudah dari Kementerian (LHK) langsung,” tandas Jafar. [B-12/B-22]
Follow informasi Berita11.com di Google News