Bima, Berita11.com— Presiden Republik Indonesia, H Joko Widodo resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan disingkat PP Kesehatan yang di antara poinnya melarang praktik sunat perempuan.
Selan itu, Presiden juga sudah meneken Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang salah satu itemnya penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah (pelajar).
Koordinator Komunitas As Sunnah Bima Mengaji, Ustadz Haryanto mengisyaratkan tidak setuju dengan peraturan pemerintah yang melarang sunat (khitanan) bagi perempuan di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.
“Karena Islam memerintahkan wanita untuk berkhitan (sunat),” ujar pimpinan Ponpes Rumah Quran Kota Bima ini melalui layanan media sosial whatshapp, Rabu (7/8/2024).
Pada bagian lain, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bima, Ustadz Irwan mengatakan, sepengetahuan pihaknya larangan sunat terhadap perempuan sudah sejak dari dulu. “Cuma tidak melarang mutlak, jadi lebih kepada kehati-hatian para penyunat, maklum selama ini yang khitan perempuan rata-rata tradisional,” ujar Direktur Ponpes Al Maliky Kabupaten Bima yang juga Ketua Ikatan Qori-Qoriah dan Hafiz- Hafizah Kabupaten Bima sekaligus akademisi Universitas Muhammadiyah Bima ini.
Secara terpisah, aktivis sosial Forum MeDAN Kabupaten Bima, Ustadz Mahfuddin mengatakan, menurut Imam Syafi’i (ulama mazhab mayoritas di Indonesia), khitanan bagi perempuan hukumanya wajib. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam fikih sunnah bagi wanita karangan Abu Malik Kamal.
“Sunat bagi perempuan adalah memotong bagian paling bawah dari kulit yang terdapat di bagian atas kemaluan. Tujuan sunat bagi perempuan dalam Islam adalah menstabilkan syahwat seperti dijelaskan Fikih Sunnah Wanita karangan Abu Malik Kamal,” ujar pria yang akrab Ustadz Fedo yang juga salah satu Nakes di Kabupaten Bima ini.
Sebelumnya, pemerintah resmi menghapus praktik sunat pada perempuan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Jumat (26/7/2024).
Larangan itu sebagai upaya mendukung ketahanan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.
“Menghapus praktik sunat perempuan,” demikian bunyi Pasal 102 huruf a peraturan tersebut. Selain itu pemerintah meminta agar balita dan anak prasekolah diedukasi agar mereka mengetahui organ reproduksinya, serta mengedukasi mengenai perbedaan organ reproduksi laki-laki dan perempuan.
Pada bagian lain, sebelumnya, Asisten Depbid Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA Eni Widiyanti mengakui penghapusan praktik sunat pada perempuan yang dilakukan oleh pemerintah masih menuai pro dan kontra.
Eni menilai bahwa hadirnya Permen No. 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 menjadi jalan yang mudah untuk menggerakkan pelarangan khitan bagi perempuan. Baginya, sunat bagi perempuan tidak ada manfaatnya dan cenderung menyakiti perempuan.
“Istilah sunat bagi perempuan itu kurang tepat. Bagi pria mungkin tepat karena dilakukan pemotongan kulit yang sedikit, tapi untuk perempuan adalah mutilasi sebagian,” kata Eni dikutip dari RRI, Rabu (7/8/2024).
Eni menyebut terkait masih adanya penerapan sunat bagi perempuan. Pihaknya mendapatkan survey di tahun 2021 bahwa bahwa 5,5 persen perempuan di Indoensia masih mengalami tindakan pemotongan genital.
Meskipun larangan pemotongan genital bagi perempuan telah dikeluarkan oleh pemerintah, hal ini masih menimbulkan kontroversi di berbagai kalangan. Hal yang sama juga dialami oleh WHO ketika mengeluarkan larangan sunat bagi perempuan.
Ia mengatakan hal tersebut bahwa perempuan saat ini masih dipandang sebagai objek ajaran agama. “Mereka anggap bahwa tindakan sunat merupakan proses penyucian bagi perempuan,” ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo ikut mengatur ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Pasal 103 menyebut soal upaya Kesehatan system reproduksi anak sekolah. Anak usia sekolah dan remaja diwajibkan mendapat edukasi Kesehatan reproduksi mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.
Selain itu, anak usia sekolah dan remaja juga diminta mendapatkan edukasi mengenai perilaku seksual berisiko beserta akibatnya. Tidak hanya itu, anak dinilai penting mengetahui pentingnya keluarga berencana sampai kemampuan melindungi diri dari tindakan hubungan seksual atau mampu menolak ajakan tersebut, demikian bunyi ayat 2.
Berkaitan khitan, ulama Mazhab Syafi’iyah berpendapat jika khitan menjadi tindakan medis yang wajib bagi laki-laki dan juga perempuan. Namun ulama lain berpendapat, jika tindakan sunat sebagai sesuatu yang wajib, sunah ataupun mubah.
Imam Ahmad berpendapat, jika tindakan medis sunat wajib bagi laki-laki dan keutamaan bagi perempuan.
Mengutip dari Healthline (2021), WHO menyatakan jika FGM atau Female Genital Multitation adalah tindakan medis yang tidak memiliki manfaat bagi kesehatan dan malah membahayakan untuk perempuan. Tindakan FGM bisa menghilangkan serta merusak jaringan genital pada perempuan yang sehat dan normal serta bisa mengganggu fungsi alami pada tubuh perempuan. [B-22]
Follow informasi Berita11.com di Google News