Mataram, Berita11.com— Aliansi Jurnalis Independen Kota Mataram, mendesak terduga pelaku kekerasaan terhadap jurnalis InsideLombok, Yudina Nujumul Qurani, diproses secara hukum. Korban yang sedang hamil dua bulan mengalami trauma berat.
Kronologis kejadiannya, sekira pukul 11.30 Wita, Jurnalis InsideLombok, Yudina bersama Wendi (wartawan Radar Mandalika), Muzakir (INews) dan Awal (SCTV) hendak meminta konfirmasi kepada PT. Meka Asia selaku pengembangan perumahan. Permintaan konfirmasi itu, berkaitan dengan keluhan warga yang mengalami kebanjiran.
Sebelum masuk ke ruangan, owner PT Meka Asia menanyakan satu persatu jurnalis yang datang. Saat Yudina menyebutkan nama medianya langsung ditunjuk dan tidak dipersilahkan masuk ke ruangan. Jurnalis lainnya sempat memberikan penjelasan kepada owner PT Meka Asia tetapi tidak digubris.
Yudina memilih keluar. Justru, korban diduga ditarik oleh staf pengembang perumahan tersebut berinisial DP dan wajahnya diremas. Korban merasa ketakutan karena diintimidasi. Yudina langsung menangis. Terduga pelaku mendesak korban agar tidak menangis sambil melontarkan kata-kata kasar.
Ketua AJI Mataram, M Kasim mengecam tindakan dari tindakan dari pimpinan PT Meka Asia dan staf pengembang berinisial DP yang diduga mengintimidasi dan melakukan kekerasaan fisik terhadap jurnalis InsideLombok, Yudina. Korban tidak mengetahui permasalahan yang diprotes oknum staf pengembang tersebut. Karena, postingan yang disiarkan di medsos InsideLombok merupakan kiriman warga perihal keluhan kondisi perumahan yang mengalami banjir.
“Jadi tidak ada sama sekali kaitannya dengan produk jurnalistik,” kata Cem sapaan akrab Ketua AJI Mataram.
Cem mendesak terduga pelaku diproses secara hukum. Karena kekerasaan dialami korban bertentangan dengan Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang pers sebagaimana disebutkan pasal 2 dan 3 tentang hak dan tanggungjawab media.
“Jurnalis mempunyai hak mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi,” jelasnya.
Korban memiliki itikad baik mengkonfirmasi keluhan warga ke pengembangan perubahan, tetapi mengalami persekusi. Wartawati Inside Lombok, Yudina mengalami persekusi saat sedang hamil dua bulan.
Menurut Cem, tindakan pengembang mengusir wartawan terindikasi melanggar Pasal 2 UU Pers, karena menghalang-halangi kerja jurnalis.
“Pasal 18 menyebutkan siapapun yang melakukan upaya menghalang-halangi kerja jurnalistik, apalagi berujung pada kekerasaan fisik, maka pelaku diancam pidana dua tahun penjara dan denda Rp500 juta,” kata Cem.
Pada bagian lain, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) NTB yang terdiri dari sejumlah organisasi, forum wartawan dan organisasi perusahaan pers seperti, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB, Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) NTB, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Asosiasi Media Siber (Amsi) NTB, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) NTB juga mengecem dugaan persekusi yang dialami wartawati Inside Lombok.
Dukungan juga disampaikan Lembaga Studi Bantuan Hukum (LSBH) NTB. KKJ NTB dan LSBH sedang mengkaji opsi menempuh jalur pidana terhadap terduga pelaku. Korban terus dilakukan pemantauan dan pemulihan, karena akibat kejadian itu mengalami tekanan mental.
Kronologi kejadian yang dialami korban, berawal pada Senin 10 Februari 2025, akun Instagram Inside Lombok mengunggah laporan warga berupa kondosi banjir di wilayah Lombok Barat, dengan footage foto perumahan Meka Asia. Namun tidak ada narasi atau keterangan menyebutkan objek perumahan Meka Asia.
Lantaran pihak pengembang merasa narasi merugikan mereka, terjadi komunikasi antara redaksi Inside Lombok dan Meka Asia untuk take down atau hapus unggahan. Namun permintaan itu ditolak.
Solusi yang ditawarkan adalah hak klarifikasi. Tapi tim Meka Asia menyatakan akan berkoordinasi internal terlebih dahulu. Hari yang sama, Inside Lombok tak kunjung mendapat kejelasan soal rencana hak klarifikasi.
Pada Selasa 11 Februari 2025, wartawan Inside Lombok Yudina Nujumul Qurani yang sedang dalam kondisi hamil datang bersama beberapa wartawan lainnya. Awaludin (SCTV) dan Wendi (Radar Lombok) untuk konfirmasi serta mengawal warga yang hendak meminta solusi terkait banjir ke pihak pengembang.
Di tengah proses wawancara, pihak Meka Asia memprotes langsung postingan Inside Lombok pada Yudina.
Yudina merasa tertekan karena cara bicara pihak pengembang yang dirasa memojokkan dengan mempertanyakan kredibilitas pribadinya. Karena tidak tahan, Yudina memutuskan keluar dan menangis, namun dikejar oleh pihak pengembang berinisial AG dan ditarik serta diduga diremas bagian wajahnya. Akibat kejadian itu, korban pulang ke rumahnya dalam kondisi shock.
Atas kejadian ini, KKJ menyesalkan sikap oknum pengembang yang melakukan tindak kekerasan dan intimidasi. Apalagi kejadian ini dialami jurnalis perempuan dalam kondisi hamil.
“Apapun alasannya, perbuatan ini tidak bisa dibenarkan,” ujar Koordinator KKJ Haris Mahtul.
Seharusnya pengembang memanfaatkan ruang klarifikasi yang sudah disediakan oleh Redaksi Inside Lombok. Sikap redaksi Inside Lombok sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 11 dan 12 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, serta sejalan dengan Pasal 7 ayat 2 tentang Kode Etik Jurnalistik poin 11. Namun yang dilakukan malah tindakan intimidasi dan kekerasan fisik. Perbuatan ini justeru terindikasi memenuhi unsur Pasal 18 ayat 1 dan ayat 2 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, bahwa setiap pelaku yang melakukan upaya menghalang halangi kerja jurnalistik, apalagi berujung kekerasan fisik, pelaku dapat dipidana dua tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Atas kejadian ini, Direktur LSBH NTB Badaruddin juga sedang melakukan kajian untuk melakukan upaya hukum terhadap pelaku. Baik dari segi delik pidana UU Pers maupun kekerasan terhadap perempuan.
“Ada dua delik pidana yang memungkinkan untuk menjerat pelaku, baik itu UU Pers maupun Kekerasan terhadap perempuan,” ujar Badaruddin.
Saat ini KKJ NTB terus berkoordinasi dengan KKJ Indonesia untuk melakukan langkah advokasi lanjutan sembari terus memantau pemulihan psikis korban. Laporan awal terkait kasus ini sudah tersampaikan ke Koordinator KKJ Indonesia, Eric Tanjung.
Klarifikasi Pengembang
Pada bagian lain, PT Meka Asia Properti memberikan penjelasan terkait dugaan intimidasi wartawan Inside Lombok Yudina saat melakukan peliputan banjir, Senin (10/2/2025).
Perwakilan PT Meka Asia berinisial DP mengaku tidak pernah melakukan intimidasi dalam bentuk apapun.
“Saya hanya diberikan mandat oleh direktur untuk menolak menjawab apapun dari Inside karena dianggap pemberitaannya berat sebelah,” ucapnya mengutip TribunLombok.com.
Menurut DP, Meka Asia tidak memperkenankan Inside Lombok melakukan wawancara. “Dalam hal ini kami berhak untuk menolak wawancara, ini kan memang sudah sesuai dengan kode etik jurnalistik yang berlaku,” klaimnya.
Usai wartawan lain melakukan wawancara, Yudina kemudian beranjak pulang dengan berlinang air mata. “Karena saya lihat dia menangis sudah dari dalam, makannya saya kejar agar tidak terjadi kesalahpahaman, makannya saya pegang tangannya sembari minta maaf,” ujarnya.
Yudina kemudian menolak ajakan tersebut dan memilih untuk pulang. “Saya kaget denger isu ada intimidasi itu, saya tekankan sekali lagi, itu nggak ada,” tegasnya.
DP mengaku telah meminta maaf secara langsung dengan mendatangi rumah mertua Yudina. “Jadi saya dan mertuanya sudah saling maaf, dan memang tidak ada apa-apa, hanya kesalahpahaman saja, bahkan mertuanya bilang kalau ada wartawan yang menghubungi bilang saja saya sudah memaafkan,” pungkasnya. [B-19]