Oleh : Surya TD Putra
Banjir yang melanda Kota Bima pada tanggal 24 Desember 2024 disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor meteorologis, klimatologis, dan lingkungan. Berikut adalah penjelasan lebih detil penyebab kejadian cuaca ekstrem yang memicu bencana ini:
1. Curah Hujan Ekstrem
Hujan deras dengan intensitas tinggi terjadi selama lebih dari 6 jam tanpa jeda. Data radar cuaca menunjukkan pola hujan lebat dengan tingkat reflektivitas tinggi (>50 dBZ), mengindikasikan keberadaan awan Cumulonimbus yang sangat aktif. Curah hujan harian yang tercatat pada pos hujan Kecamatan Wawo melebihi 100 mm, yang melampaui kapasitas drainase lokal dan menimbulkan genangan di berbagai wilayah.
2. Aktivitas Mesoscale Convective System (MCS)
Fenomena Mesoscale Convective System (MCS) merupakan kumpulan awan konvektif berskala besar yang menghasilkan hujan deras secara terus-menerus. Pada kejadian ini, MCS terbentuk dan bertahan lama akibat adanya asupan massa udara basah dari Samudra Hindia. Selain menghasilkan hujan, MCS juga membawa risiko angin kencang dan petir yang menambah tingkat bahaya dari cuaca ekstrem.
3. Pengaruh Gelombang Atmosfer
a) Madden-Julian Oscillation (MJO)
Aktivitas MJO berada pada fase basah di wilayah maritim Indonesia (update terakhir di tanggal 22 Desember 2024 berada pada fase 5). Fase ini meningkatkan pasokan kelembapan dan mendukung pembentukan awan konvektif dalam skala besar.
b) Gelombang Kelvin
Gelombang Kelvin mempercepat proses pembentukan awan dengan meningkatkan konvergensi udara di lapisan troposfer bawah, sehingga meningkatkan intensitas dan luas cakupan hujan.
c) Gelombang Equatorial Rossby
Gelombang Equatorial Rossby, juga dikenal sebagai gelombang planet, adalah pola gelombang yang terjadi di atmosfer dan oseanik akibat rotasi Bumi. Gelombang ini mempengaruhi pergerakan udara dan laut, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi cuaca dan iklim di berbagai wilayah termasuk wilayah Bima yang dilewatinya.
4. Indeks Labilitas Atmosfer
Nilai indeks labilitas atmosfer mendukung terbentuknya kondisi konveksi yang kuat:
- K-Index: Nilai tinggi (>30) menunjukkan lapisan atmosfer di wilayah Bima yang sangat lembap.
- Lifted Index: Nilai negatif (<-2) menunjukkan udara sangat tidak stabil, memicu pembentukan awan cumulonimbus di wilayah Bima dan sekitarnya.
- Showalter Index: Angka negatif (<-2) menunjukkan potensi tinggi untuk terjadinya petir di wilayah Bima dan sekitarnya.
5. Kondisi SOI dan Niño 3.4
a) Southern Oscillation Index (SOI)
Dengan nilai +13.10, SOI mengindikasikan kondisi La Niña yang aktif. La Niña cenderung membawa kelembapan tinggi ke wilayah Indonesia.
b) Niño 3.4 Index
Nilai -0,73 menunjukkan La Niña lemah, tetapi cukup signifikan untuk meningkatkan curah hujan di Indonesia bagian tengah dan timur, termasuk Kota Bima.
6. Topografi dan Drainase Lokal
a) Topografi Perbukitan
Kota Bima dikelilingi oleh daerah berbukit, menyebabkan air hujan mengalir dengan cepat menuju dataran rendah, sehingga meningkatkan risiko banjir bandang.
b) Drainase yang Terbatas
Kapasitas saluran air di kota ini tidak mampu menampung volume runoff yang besar, memperparah genangan dan aliran permukaan.
7. Faktor Lingkungan
a) Deforestasi
Penurunan tutupan hutan di daerah tangkapan air menyebabkan berkurangnya kapasitas tanah untuk menyerap air hujan dan mempercepat aliran ke sungai.
b) Erosi dan Sedimentasi
Erosi lereng di daerah perbukitan menyebabkan akumulasi sedimen di sungai, mengurangi kapasitas alirannya dan meningkatkan risiko banjir. Selain itu, sedimentasi sungai dapat menyumbat aliran air, memperburuk kondisi banjir saat curah hujan tinggi.
c) Pengelolaan Sampah
Sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat menyumbat saluran drainase, memperburuk kondisi banjir.
d) Perubahan Iklim Global
Perubahan iklim global menyebabkan pola curah hujan yang tidak menentu dan peningkatan kejadian hujan ekstrem, serta kenaikan permukaan laut yang dapat meningkatkan risiko banjir rob.
8. Runoff Berlebih
Runoff, adalah aliran air di permukaan tanah yang terjadi setelah hujan atau pencairan salju. Air ini tidak meresap ke dalam tanah, melainkan mengalir di atas permukaan menuju saluran air seperti sungai, danau, atau laut. Runoff yang tinggi terjadi akibat kombinasi hujan ekstrem dan kondisi tanah yang sudah jenuh air. Aliran ini membawa lumpur, puing, dan sedimen yang berasal dari hulu sungai. Material ini menyumbat saluran drainase, memperburuk kondisi banjir di daerah Kota Bima.
Kesimpulan dan Saran
Bencana banjir yang telah terjadi di Kota Bima pada tanggal 24 Desember 2024 adalah hasil dari interaksi kompleks berbagai fenomena atmosfer global, seperti MJO dan La Niña, dengan kondisi lokal, seperti topografi, dan drainase yang terbatas. Kejadian ini menunjukkan perlunya pengelolaan risiko bencana yang lebih baik, termasuk:
- Peningkatan sistem peringatan dini
- Penguatan infrastruktur drainase
- Konservasi lingkungan
- Mitigasi dampak perubahan iklim
Langkah-langkah ini penting untuk mencegah bencana serupa di masa mendatang dan memastikan keselamatan serta kesejahteraan masyarakat (*)