Kota Bima, Berita11.com— Pemerintah Kota (Pemkot) Bima mengklarifikasi berkaitan Sekretaris Kota Bima, H Muhtar Landa yang memenuhi panggilan klarifikasi di Polda NTB berkaitan laporan Ahyar atas klaim pencurian dan perusakan lahan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Sekda Kota Bima memenuhi panggilan Polda NTB pada Kamis, 9 Maret 2023 lalu.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfostik) Kota Bima, H Mahfud menjelaskan, Sekda Kota Bima hadir di Polda NTB pada Kamis, 9 Maret 2023 lalu memenuhi panggilan ketiga kali terkait laporan Ahyar di Polda NTB, setelah Sekda menerima surat panggilan klarifikasi pada 7 Maret 2023 lalu.
Dijelaskannya, Sekda yang mewakili Pemerintah Kota Bima hadir atas laporan terkait dugaan tindak pidana pencurian secara bersama-sama dan kekerasan terhadap orang atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP dan atau Pasal 170 KUHP atas laporan Akhyar, di mana surat panggilan itu ditandatangani Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda NTB.
“Pak Sekda hadir di Polda NTB sekitar pukul 10.00 didampingi oleh Kabag Hukum Kota Bima, Dedi Irawan, SH., MH, diterima oleh Penyidik NTB Rusdin dan sempat diantar untuk bertemu dengan Dirsekrimun Polda NTB serta Kasubdit II Reskrimum Polda NTB,” ujar mantan Kepala Satuan Pol PP Kota Bima itu.
Sekira pukul 11.00 Wita, Sekda dan Kabag Hukum Setda Kota Bima dipertemukan dengan pelapor, Ahyar dan keluarganya di ruangan Restoratif Justice Polda NTB. Dalam pertemuan Kasubdit II Polda NTB menjadi penengah atau mediator.
“Dalam pertemuan tersebut, tidak terjadi perdamaian karena pihak saudara Ahyar tetap menuntut untuk memproses laporannya dan menghukum pihak-pihak yang terlibat,” ujar Mahfud.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Kota Bima menyerahkan pada Polda NTB memproses hukum, di mana sebelumnya Ahyar keberatan atas tindakan Pol PP Kota Bima yang telah menertibkan sejumlah berugak dan pagar yang dibangun di atas tanah Pemerintah Kota Bima. Tanah itu diklaim Ahyar sebagai tanah miliknya yang diperolehnya dari warisan.
Mahfud menjelaskan, Pemerintah Kota Bima memperoleh tanah tersebut dari hasil penyerahan aset dari Kabupaten Bima pada tahun 2006, sebagai tindaklanjut perintah Undang-Undang Nomor 13 tahun 2002 tentang Pemerintah Kota Bima.
“Berdasarkan data yang ada bahwa sebelum diserahkan pada Pemerintah Kota Bima tanah tersebut diperoleh oleh Kabupaten Bima melalui tukar guling dengan pemilik tanah atas nama Maman Anwar pada tahun 1998,” ujar mantan Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Bima tersebut.
Lahan yang kini menjadi aset Kota Bima hasil penyerahan dari Pemkab Bima itu merupakan hasil tukar guling Pemkab Bima dengan tanah milik Pemerintah Kabupaten Bima yang berlokasi di Desa Sakuru Kecamatan Monta Kabupaten Bima. Luasnya 53 hektar. Setelah tukar guling, tanah di Sakuru itu sudah dijual oleh Maman Anwar. Bukti-bukti berkaitan tanah itu ada pada Pemerintah Kota Bima.
Dikatakannya, sebagaimana penjelasan Kabag Hukum Setda Kota Bima berkaitan dugaan pencurian dan perusakan yang kemudian diklarifikasi oleh Polda NTB, bahwa dalam setiap delik atau perbuatan seseorang harus dipilah-pilah dahulu.
Seseorang sebagai subyek hukum dapat bertanggungjawab secara pidana atau tidak, karena di dalam KUHP terdapat istilah alasan pemaaf dan alasan pembenar. Salah satunya alasan pembenar orang tidak boleh dipidana adalah karena melaksanakan ketentuan perundang-undangan.
Dalil tersebut sebagaimana Pasal 50 KUHP yang menyatakan “Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang, tidak boleh dipidana.”
“Fakta di lapangan bahwa Satpol PP Kota Bima melakukan tindakan penertiban atas bangunan dan pagar yang dibangun oleh saudara Ahyar di atas tanah yang merupakan aset Pemerintah Kota Bima dan tindakan tersebut dilakukan untuk mengamankan aset daerah dan itu tindakan yang sah berdasarkan Undang-Undang dan ini merupakan alasan pembenar sebagaimana Pasal 50 KUHP,” ujar H Mahfud mengutip penjelasan Kabag Hukum Setda Kota Bima.
Adapun berkaitan pernyataan Ahyar sebagai pelapor sebagaimana dikutip media di Kota Bima, bahwa pihak Polda NTB menyampaikan bahwa kasus tersebut telah matang dan tinggal menetapkan siapa yang bertanggungjawab secara pidana, Kabag Hukum Setda Kota Bima percaya pada Polda NTB, tidak akan gegabah dalam menyikapi atau menyimpulkan tindakan yang dilakukan oleh Pol PP tersebut sebagaimana yang diadukan dalam laporan itu.
“Karena hal itu telah sesuai prosedur dan untuk diketahui bahwa penertiban tersebut dilakukan dengan adanya somasi terlebih dahulu. Oleh karena tidak ada respon dari pihak pelapor, selanjutnya dilakukan penertiban berdasarkan surat perintah dan perintah tersebut pun dikeluarkan berdasarkan hasil rapat dihadiri oleh pihak-pihak terkait,” ujarnya.
Sejumlah pihak yang menghadiri rapat sebelum eksekusi di antaranya dari unsur Polres Kota Bima dan unsur dari Kodim Bima. Demikian pula pada saat penertiban dilakukan oleh tim gabungan Pol PP dengan aparat Polres Bima Kota serta anggota Kodim Bima.
Pemerintah Kota Bima melalui Kabag Hukum Setda Kota Bima berharap, Polda NTB segera menentukan status kasus tersebut, karena penanganannya sudah berlangsung satu tahun dan sampai sekarang aparat Pol PP tidak berani dan trauma melakukan penertiban terhadap beberapa masyarakat yang saat ini sudah mulai mendirikan bangunan di sekitar Amahami karena belum adanya kepastian hukum.
“Adapun barang barang yang ditertibkan antara lain berugak serta pagar kayu dan semuanya sampai sekarang masih dititipkan di kantor Pol PP dalam keadaan baik dan pihak Pol PP sudah berkali kali bersurat pada saudara Ahyar untuk mengambil kembali barang-barang tersebut namun tidak ditanggapi,” jelas H Mahfud.
Sebagai informasi, kasus tanah tersebut sudah selesai dan dimenangkan oleh Pemerintah Kota Bima. Dalam kaitan adanya panggilan klarifikasi dari Polda NTB, Sekretaris Daerah Kota Bima hanya memenuhi panggilan pihak Polda NTB karena adanya laporan penertiban beruga koleh Satpol PP Kota Bima di atas tanah milik Pemerintah Kota Bima. [B-24]