Jakarta, Berita11.com— Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepekan terakhir melemah. Pada Jumat (19/4/2024), nilai tukar dolar AS sempat mencapai Rp16.275. Salah satu yang menyebabkan nilai rupiah kalah dari dolar karena keputusan Bank Sentral AS The Fed menunda turunnya suku bunga.
Sementara itu, penyebab lain rupiah melemah karena terkena dampak eksternal, yaitu inflasi di AS yang belum menurun. Inflasi AS semakin meningkat hingga 3,48%. The Fed juga tidak menurunkan suku bunganya, walaupun pada mulanya pada kuartal dua atau tiga akan menurunkan suku bunga.
Sebelumnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ditutup naik ke level Rp16.179. Namun demikian, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat prospek penyaluran kredit industri pembiayaan atau multifinance masih cerah di tengah kondisi melemahnya rupiah pasca lebaran Idul Fitri 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Agusman mengatakan, sejumlah Perusahaan multifinance telah menyiapkan sejumlah mitigasi risiko.
“Prospeknya masih tetap baik dan positif karena industri pembiayaan juga sudah menyiapkan langkah-langkah mitigasi risiko yang diperlukan dengan melakukan hedging,” kata Agusman dikutip dari Bisnis, Jumat (19/4/2024).
Agusman menjelaskan, hedging atau lindungi nilai yang dilakukan perusahaan multifinance dengan pertukaran lintas mata uang (cross currency swap) untuk memitigasi risiko nilai tukar. Menurutnya, pembiayaan multifinance masih bisa bertumbuh pada kuartal II/2024 maupun sampai akhir 2024 dengan pertumbuhan 10–12%.
Pada bagian lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memantau harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menyusul eskalasi konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel semakin memanas.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan, setiap kenaikan harga minyak mentah dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berdampak pada kenaikan belanja subsidi energi.
Tutuka merinci, setiap kenaikan US$ 1 harga minyak mentah, maka beban subsidi dan kompensasi energi akan naik sekitar Rp 4,5 triliun. Sementara, setiap melemahnya kurs rupiah Rp100 per dolar AS bakal berdampak pada kenaikan subsidi energi Rp2,5-3,5 triliun.
“Nah itu simulasi saat ini yang kita hitung, karena itu penting nanti kita akan detailkan lagi hitungan itu,” kata Tutuka dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (19/4/2024).
Guna mengatasi kondisi tersebut, saat ini pemerintah bersama Pertamina tengah mencari sumber pasokan energi dari negara lain. Terutama, yang tidak berasal dari Timur Tengah.
“Jadi kita bekerja sama dengan Pertamina mencari sumber lain yang sekiranya tidak terdampak geopolitik. Kalau harga kemungkinan bisa sama tapi kalau sumber lain yang lebih murah kita upayakan,” tuturnya. [B-19]
Follow informasi Berita11.com di Google News