Oleh: Andhika Wahyudiono*
ransisi energi di Indonesia menuju sumber energi terbarukan menghadapi tantangan yang kompleks. Pemerintah harus memfasilitasi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dengan memanfaatkan potensi yang melimpah, seperti energi surya, angin, dan biomassa.
Potensi energi terbarukan yang besar di Indonesia, mencapai lebih dari 7.800 GW, belum dimanfaatkan secara optimal, terutama di daerah pedesaan. Pemerintah daerah harus mengambil peran aktif dalam merencanakan dan mengembangkan infrastruktur ketenagalistrikan, termasuk jaringan distribusi dan pembangkit listrik yang berbasis EBT. Pada saat yang sama, pembiayaan yang memadai untuk proyek-proyek EBT menjadi krusial. Pemerintah tidak bisa bergantung hanya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), melainkan juga perlu menggandeng investor swasta. Oleh karena itu, kerangka regulasi yang mendukung investasi swasta dalam sektor energi terbarukan sangat diperlukan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat diharapkan dapat mempercepat transisi ini dan mewujudkan ketahanan energi nasional yang berbasis pada energi terbarukan. Selain itu, masyarakat juga perlu diberikan edukasi terkait pemanfaatan listrik yang aman dan hemat. Tanpa sinergi yang efektif, transisi menuju energi terbarukan yang berkelanjutan akan sulit tercapai.
Di sisi lain, pemerintah harus menanggulangi masalah ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil, yang masih cukup besar, melalui kebijakan yang mendukung percepatan pemanfaatan EBT. Infrastruktur ketenagalistrikan di pedesaan perlu diperkuat untuk mendukung penyediaan listrik yang merata dan berkualitas. Beberapa daerah pedesaan bahkan masih belum memiliki akses listrik, dengan 86 desa yang belum teraliri listrik hingga November 2024. Oleh karena itu, pemerintah harus berfokus pada pembangunan pembangkit listrik terbarukan berbasis potensi lokal, serta pembangunan jaringan distribusi yang dapat menjangkau wilayah-wilayah yang terisolasi. Pendekatan yang holistik dan terintegrasi dalam perencanaan sektor ketenagalistrikan sangat diperlukan untuk mengatasi masalah spatial mismatch antara lokasi sumber daya energi terbarukan dan pusat permintaan energi. Jika permasalahan tersebut tidak segera diselesaikan, akan sulit bagi Indonesia untuk mencapai target swasembada energi dan mewujudkan ketahanan energi nasional.
Namun, dalam upaya mempercepat transisi energi, pembiayaan tetap menjadi kendala utama. Investasi dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, khususnya di pedesaan, membutuhkan dana yang sangat besar. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mendorong sektor swasta untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah mengembangkan instrumen kebijakan yang dapat mengurangi risiko investasi, seperti policy derisking. Kebijakan ini dapat memberikan kepastian kepada investor terkait regulasi dan dampaknya terhadap keuntungan jangka panjang. Selain itu, pemanfaatan dana berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang diarahkan pada proyek energi terbarukan di pedesaan juga dapat menjadi solusi pembiayaan yang efektif. Melalui inisiatif ini, perusahaan yang berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dapat berkontribusi langsung dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Langkah ini juga dapat membantu mempercepat realisasi proyek energi terbarukan yang selama ini terhambat oleh masalah pembiayaan.
Pentingnya pengembangan kebijakan yang mendukung transisi energi terbarukan juga tidak lepas dari komitmen Indonesia dalam memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris. Indonesia, sebagai negara kepulauan, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, sehingga transisi menuju energi terbarukan memiliki dampak yang sangat besar bagi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan biomassa, dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang merupakan penyumbang utama emisi karbon. Selain itu, pemanfaatan energi terbarukan juga dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, yang semakin menuntut penerapan praktik ramah lingkungan.
Pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai kebijakan untuk mendukung transisi energi ini, namun implementasinya masih menemui berbagai hambatan. Salah satunya adalah kurangnya koordinasi antar lembaga dan pihak terkait dalam merencanakan dan mengimplementasikan proyek-proyek energi terbarukan. Kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan transisi energi yang lancar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan peta jalan transisi energi yang mencakup perencanaan jangka panjang, pengembangan infrastruktur yang terintegrasi, serta penetapan kebijakan yang mendukung investasi. Selain itu, pemberdayaan masyarakat desa juga harus menjadi fokus utama, mengingat banyak wilayah yang masih tertinggal dalam hal akses energi. Masyarakat desa dapat diberikan pelatihan dan edukasi terkait penggunaan energi terbarukan, sehingga mereka dapat memanfaatkan potensi lokal secara maksimal.
Sebagai bagian dari transisi energi, pengembangan listrik terbarukan juga dapat berkontribusi pada modernisasi sektor pertanian. Di daerah pedesaan, akses listrik yang berkualitas dapat meningkatkan produktivitas pertanian melalui penggunaan teknologi yang berbasis energi terbarukan. Misalnya, penggunaan pompa air tenaga surya untuk irigasi atau penerangan berbasis energi terbarukan dapat membantu meningkatkan hasil pertanian dan kesejahteraan petani. Selain itu, di desa-desa nelayan, listrik yang terbarukan dapat digunakan untuk fasilitas penyimpanan hasil tangkapan ikan, seperti cold storage, yang memungkinkan ikan segar disimpan lebih lama, sehingga meningkatkan kualitas dan nilai jualnya.
Pembangunan sektor energi terbarukan di Indonesia bukan hanya menjadi kewajiban pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Tanpa kerjasama yang solid, transisi energi yang bersih, aman, dan terjangkau akan sulit terwujud. Oleh karena itu, penguatan regulasi, penyediaan pembiayaan yang memadai, dan kolaborasi lintas sektor menjadi langkah kunci untuk mencapai visi Indonesia sebagai negara yang mandiri dalam penyediaan energi, serta berkomitmen dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
*) Dosen UNTAG Banyuwangi