Aktivis Sorot, Renovasi Pasar Sila Rp46 Miliar Diduga Gunakan Material dari Tambang Ilegal

Proyek renovasi Pasar Sila di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat senilai Rp46.214.518.000 dari APBN.
Proyek renovasi Pasar Sila di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat senilai Rp46.214.518.000 dari APBN.

Bima, Berita11.com— Pelaksana proyek renovasi Pasar Sila Kecamatan Bolo Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, diduga menggunakan material pasir dari tambang galian C illegal. Kondisi ini disorot aktivis di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima.

Salah satu aktivis di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Faisal mengungkapkan, pelaksana proyek renovasi Pasar Sila dengan nomor kontrak: HK.02.01/SP/PS.BPB-NTB/579/2023/ PT Relis-Buser, KSO, diduga menerima material pasir biasa yang bercampur tanah (lempung) dari tambang galian C tanpa izin. Harga pembelian oleh pelaksana proyek Rp1,5 juta setara dengan pasir kualitas baik dari wilayah Tambora, padahal harga pasir local pada tingkat rekanan yang bersumber dari tambang tanpa izin tersebut hanya Rp500 ribu per dum.

Bacaan Lainnya

Menurut Faisal, mega proyek dengan anggaran senilai Rp46 miliar lebih dari APBN tersebut, mestinya menerapkan kualifikasi untuk jenis material yang diterima, seperti pasir besi dan batu untuk pondasi. Selain itu, bagi penyuplai material wajib memilik legalitas, yakni memiliki izin pertambangan galian C sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan, Mineral, serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi.

BACA JUGA: Sorot Kasus Distributor Gelembungkan Data Pupuk, Petani di Bima Blokade Jalan Negara

“Pelaksana harus memahami siapapun yang akan menyuplai material, dengan kata lain mereka harus memiliki izin resmi. Ini untuk menghindari jangan sampai pelaksana menjadi penadah dengan menerima pasir hasil pertambangan ilegal,” tegas Faisal di Kecamatan Bolo, Selasa (19/12/2023).

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara, kata Faisal, berbunyi bahwa yang dipidana adalah setiap orang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan dan lain-lain. Bagi yang melanggar maka sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda uang sampai Rp100 miliar.

“Jika ada kontraktor yang mengambil material dari tambang illegal sama halnya dengan mengambil barang curian atau bisa disebut penadah, dan juga bisa merugikan negara,” ujarnya.

Faisal mengungkapkan, sebagaimana hasil pemantauannya di lapangan, pihak pelaksana lapangan PT Relis-Buser sudah menerima distribusi pasir biasa (bercampur lumpur) yang bersumber dari hasil tambang illegal.

“Kami mencium ada aroma bagi hasil di situ. Dugaan kuat oknum pelaksana proyek bermain dengan penyuplai material lokal (pasir), dengan perjanjian bagi hasil tanpa diketahui oleh pihak perusahaan. Dugaan karena oknum penyuplai tidak memiliki izin resmi galian C,” kata Faisal.

Dugaan ini bukan tidak mendasar, menurut Faisal, sebelumnya fenomena yang sama juga terjadi sejak awal pekerjaan pelaksana proyek berani mengakomodir penyuplai tanah timbunan yang tidak memiliki ijin galian C, sehingga, waktu itu menjadi sorotan publik, hingga semua pihak dipanggil oleh penyidik Tipiter Polres Bima, termasuk penyuplai dan pelaksana proyek Pasar Sila.

BACA JUGA: 573 Adhoc Dilantik, Bawaslu Temukan Banyak Anggota PPS masuk dalam Data Anggota Parpol

“Harusnya palaksana ini belajar dari pengalaman. Ini proyek besar dengan anggaran puluhan miliar. Tentu para penyuplai material dan kualitas material pun harus diperhatikan. Meski dengan alasan pemberdayaan bagi masyarakat, tetapi syarat administrasi (izin) juga harus mereka penuhi, jangan asal pemberdayaan, sehingga tidak menjadi bumerang bagi perusahaan,” ujarnya.

Berkaitan masalah tersebut pula, lanjut Faisal, Bupati Bima bahkan telah mengeluarkan surat edaran, dengan mengimbau agar tidak merusak lingkungan dengan aktivitas galian C, galian golongan batuan dan penambangan pasir yang tidak memiliki izin resmi dari pemerintah.

“Kami menilai, Surat Edaran Bupati ini menindaklanjuti persoalan galian C yang tak berijin kemarin, untuk timbunan lokasi proyek Pasar Sila dan juga secara tidak langsung mempertegas bagi pelaksana proyek untuk tidak menerima material yang tidak memiliki izin aktivitas galian dan pertambangan pasir,” katanya.

Pelaksana lapangan Proyek Pasar Sila PT Relis-Buser, KSO, Ayung dikonfirmasi secara tertulis melalui perwakilan melalui layanan media sosial WhatsApp, tidak menanggapi. Bahkan saat dikonfirmasi melalui sambungan ditelpon langsung menolaknya.

Beberapa kali Upaya konfirmasi oleh awak media, pihak pelaksana tidak merespon. [B-19]

Follow informasi Berita11.com di Google News

Pos terkait