Industri dan Masa Depan Sepak Bola NTB

Coach Bima United, Syamsuddin dan Akademisi STKIP Taman Siswa, Dr Rabwan Satriawan M.Pd., AIFO Memaparkan Masa Depan Sepak Bola NTB.,

Dirinya sepakat jika mengembangkan sepak bola membutuhkan keterlibatan berbagai elemen, termasuk pemerintah dan sektor swasta mendukung prestasi sepak bola, termasuk untuk kebutuhan sarana dan prasarana. Hasil komunikasinya dengan salah satu konsultan, untuk membangun stadion hanya butuh Rp10 miliar. Untuk mewujudkan itu pengusaha dan pemerintah dapat berkolaborasi. Karena sepak bola juga dapat menjadi industri baru yang dapat menghadirkan keuntungan. Sebagai ilustrasi kompetisi sepak bola Gubernur Cup di Kecamatan Sape Kabupaten Bima mampu menyedot penonton 20 ribu hingga di atas 30 ribu setiap pertandingan. Jika setiap tiketnya Rp10 ribu per orang dan terjual hingga 50 ribu penonton, maka pendapatan penyelenggara kompetisi setiap pertandingan hingga Rp500 juta.

“Uang kita banyak sekali di Pemprov dan Pemda, bahkan GOR kita itu Rp11 miliar. Artinya tinggal political will kita dorong pengusaha dan pemerintah. Mereka tidak tahu kalau kita tidak sungguhkan dengan baik bagaimana berinvestasi di stadion ini,” ujar mantan caleg Partai Golkar ini.

Bacaan Lainnya

Pengamat sepak bola Kota Bima, Syarifuddin menilai, peran organisasi sepak bola seperti Askot, Askab dan Asprov serta pemeritah daerah belum maksimal. Pengembangan talenta sepak bola justru lebih maksimal dilakukan by person dan klub seperti Bima United yang membuka SSB. Pada sisi lain, publik sepak bola justru diusik fakta kontras semakin berkurangnya lapangan sepak bola representatif seperti di Kota Bima melalui kebijakan pemerintah yang mengubahnya sebagai taman kota.

“Kami di Bima butuh stadion. Soal infrastruktur tidak hanya bicara soal fisik, tapi tentang perangkat pertandingan yang juga penting, di Kota Bima alhamdulillah jumlah wasitnnya banyak. Pelatihnya yang disekolahkan Askot 3 orang yang lisensi C, pembinaan tidak ada,” ujar Syarifuddin.

BACA JUGA: Kontingen Kota Bima bawa Pulang Medali Emas Sepak Bola

“Bima United menjadi role model membina U-17 dan U-19. Apakah PSSI mau melakukannya? Orang-orang yang diberikan kepercayaan tidak mengurusnya, orang per orang saja, kompetisi saja tidak ada. Ini kan problem, andalan open turnamen, mana turnamen kompetisi level I dan 2 atau 3 level, Askot nggak ada, U-17 nggak ada, kecuali kehadiran Asprov kemarin yang mengadakan U-17,” kritik akademisi STKIP Tamsis ini.

Pengamat sepak bola lainnya, Suratman M.Pd mengatakan, kompetisi dan berbagai upaya mengembangkan sepak bola tanpa modal uang adalah omong kosong (nonsense). Karena semua motivasi itu berawal dari uang.

“Kita ada peluang, ketua Persebi orang politik, tinggal ada kemauan. Ada pintu masuk di dana desa, saya bayangkan kongkrit, desa itu bisa keluarkan Rp50-70 juta untuk pembinaan usia dini pertahun. Mungkin untuk gaji pelatih kita punya 191 desa, sudah ada modal, tinggal Ibu Bupati,” katanya.

Hingga kini sepak bola di Bima belum memiliki masa depan dengan berbagai keterbatasan, tidak seperti klub sepak bola di Pulau Jawa maupun di Mataram yang sudah mulai disuntik oleh pemodal. Jika arah sepak bola di Bima hanya berorientasi minat, maka tidak berkembang. Hal itu dapat dilakukan dengan menggenjot peran dan partisipasi pengusahan menengah di setiap desa. Misalnya dengan memberi kontribusi masing-masing Rp5 juta per tahun.

“Kalau kita mengharapkan pengusaha-pengusaha kaya tidak ada yang mau hadir di Bima, tapi hanya bisa melaui pengusaha pengusaha menengah. Harus ada wadah, misalnya SSB butuh uang. Bagaimana berkembang SSB seperti Lombok FC karena ada Pak HBK. di Bima belum bisa, tapi bisa melalui pengusaha menengah,” ujarnya.

Tokoh olahraga dari Bima, Dr H Arsyad Gani mengatakan, NTB memiliki sejarah baik dalam prestasi olahraga yang dimulai oleh atlet Ganefo, lari marathon era 1966 saat zaman Presiden Soekarno. Ketika itu NTB diwakili atlet dari Bima. Demikian juga untuk cabang sepak bola memiliki sejarah bagus.

BACA JUGA: Matangkan Persiapan Hadapi Liga 3, Dua Pelatih Berlisensi A-AFC Gembleng 30 Pemain LFC

“Saya tahun 2012 ketika mendapat 7 emas PON, lima orang itu anak Bima. Saya minta kepada Menpora untuk membangun lapangan tartan di Bima saat itu. Oleh Menpora meminta Pemprov dan Pemkot Bima untuk membuat lapangan gravel dulu,” ujar mantan pengurus KONI NTB ini.

Ketika itu Pemkot Bima di bawah kepemimpinan Wali Kota Bima, H Qurais H Abidin sempat menindaklanjuti permintaan Menpora tersebut. Karena pada sisi lain terdapat anggaran Rp10 miliar yang diperoleh Kota Bima. Namun saat itu Pemkot Bima gagal mewujudkan lapangan tartan, karena lapangan yang dibuat tidak memenuhi standar.

“Berbicara sepak bola saya melihat Medsos di Sape ramai orang menonton karena merindukan sepak bola. Tapi mohon maaf saya mengkritik karena menghadirkan pemain-pemain dari luar. Saya tidak setuju dengan itu, saya ingin muncul pemain dari Bima. Siapa pemain terbaik dari klub itu sehingga bisa dilihat oleh teman-teman wasit dan pelatih, bisa dijual mereka itu,” ucap Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram ini.

Menurut Gani, dengan struktur Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang dipimpin Waket DPRD Provinsi NTB, Mori Hanafi yang berasal dari Bima, maka memiliki kekuatan untuk mewujudkan stadion sepak bola.

“Saya sampaikan kepada Pak Mori Asprov PSSI NTB. Anda punya kekuatan melihat sepak bola di Bima, tinggal datang ke Kemenpora dan bawa proposal . Apalagi dia sekarang sudah menjadi ketua KONI, karena tidak terlalu susah jika kita punya kemauan,” katanya.

Dikatakannya, ketika sprinter NTB, M Fadlin menyumbang emas pertama Sea Games, dirinya yang ketika itu bergabung dalam KONI langsung meminta Mempora agar memberi hadiah berupa lapangan tartan untuk Mataram. Permintaan itu pun langsung diberikan Menpora dan kini sudah berwujud GOR. [B-11]

Pos terkait