Bagi Buyung, sepak bola dapat menjadi masa depan generasi, termasuk menjadi lokomotif untuk membangkitkan ekonomi masyarakat sekitar. Namun agar sepak bola berkembang, harus ada intervensi pemerintah dalam memberikan garansi, misalnya kepada anak muda yang fokus dan menggantungkan hidupnya dari cabang olahraga ini. “Seandainya pemerintah memberikan perhatian serius seperti bantuan stimulus. Kalau seandainya pemain berbakat bisa dikaryakan di pemerintah-pemerintah daerah,” katanya.
Berpegang teguh pada pernyataan Gubernur NTB saat penutupan event tersebut dan isyarat Bupati Bima yang akan membangun tribun sementara waktu di wilayah Bima dan mewujudkan studion sepak bola jika NTB dan Provinsi NTT diberi kepercayaan pemerintah pusat segagai tuan rumah PON 2028, maka menurut Buyung, Kecamatan Sape Kabupaten Bima akan menjadi prioritas lokasi pembangunan studion sepak bola, sebagaimana isyarat Gubernur NTB, H Zulkieflimansyah.
Menurut Buyung, spirit Gubernur Cup 2022 di Kecamatan Sape dapat menjadi inspirasi dan isyarat dalam mewujudkan kebangkitan sepak bola di NTB, khususnya di Kota Bima dan Kabupaten Bima. Berkaca dari partisipasi yang dibangun sejumlah klub saat kompetisi tersebut hingga dapat mendatangkan para pemain internasional dan mantan pemain Timnas, Askab PSSI Bima dan Askot PSSI Bima serta stake holder yang terlibat di dalamnya dapat membangun sentimen identitas, sehingga dapat membangkit spirit dan partisipasi seluruh elemen masyarakat Bima di daerah hingga luar daerah seperti pengusaha.
“Kalau kita review Gubernur Cup kemarin, begitu banyak masyarakat yang terlibat aktif dari segi pembiayaan. Kenapa Wera Kamane FC bisa sedasyat itu? Karena orng-orang Wera Jakarta yang tergabung dalam IKRA (Ikatan Keluaga Wera) bahu membahu untuk membiayai klub itu, Wera se-Indonesia. Sampai terakhir, Sape saja hadir di Sape seperti pengusaha-pengusaha lain walaupun Sape Putra United nomor 2, tapi tetap mendapatkan sponsor dari pengusaha-pengusaha Jakarta,” ujarnya.
Sentimen identitas seperti trah Bima lanjut Buyung, akan membangkitkan nilai partisipasi untuk mendukung kualitas yang diinginkan dalam membangun sepak bola, khususnya dalam mengatasi kendala modal yang terbatas.
“Orang (Bima) se-nusantara ini bisa bersatu membesarkan bola di Bima ini. Karena selama ini sentimen kewilayahan saja, sentimen tingkat kecamatan, sentimen tingkat klub. Bagaimana sentimen ke-Bima-an muncul,” ujarnya.
Menurutnya, cukup sulit mengharapkan dukungan dana desa untuk mengembangkan potensi sepak bola di Kabupaten Bima. Terlebih di tengah kondisi pandemi Covid-19, sebagaimana diatur dalam regulasi seperti petunjuk teknis, dana desa telah ditetapkan alokasinya untuk berbagai kebutuhan penting di desa seperti bantuan langsung tunai (BLT), bantuan pangan tunai, dan penanganan lain Covid-19.
“Sehingga sisalnya 20 sekian persen untuk dana lain. Itu pun kepala desa sudah mengeluh, tapi memang kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Desa itu pengembangan sarana olahraga, tapi dengan terbatasnya dana ini, ada tapi tidak terlampau besar,” ujar Buyung.