Jakarta, Berita11.com— Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih (KSTEB) melakukan audiensi dengan Komisi VII DPR RI, Senin (16/01/2023) lalu. Dalam audiensi itu, KSTEB memberikan rekomendasi mengenai beberapa pasal pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU EBET tertanggal 11 Desember 2022 yang berpotensi menghambat pengembangan energi terbarukan dan pertumbuhan ekosistem startup teknologi energi bersih (STEB) di Indonesia.
Audiensi KSTEB disambut baik Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Dony Maryadi Oekon beserta anggota Komisi VII lainnya yang hadir secara luring dan daring.
Saat audiensi, KSTEB menyampaikan kritik atas perubahan beberapa pasal di DIM RUU EBET. Selain itu, KSTEB juga meminta Komisi VII DPR RI untuk mempertimbangkan rekomendasi kebijakan yang KSTEB sampaikan. Selain menyampaikan masukan berkaitan RUU EBET, anggota KSTEB yang hadir juga diberi kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan Komisi VII DPR RI mengenai isu PLTS atap di Indonesia.
Perwakilan KSTEB, Pamela Simamora menyampaikan, selama ini perhatian pemerintah terhadap STEB masih rendah. Hal itu terbukti, karena dalam RUU EBET, belum ada pasal yang mengatur peran perusahaan rintisan (startup) dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
“KSTEB juga merasa bahwa keikutsertaan STEB dalam perumusan kebiijakan masih sangat minim,” ujar Pamela sebagaimana dikutip dari siaran pers KSTEB yang diterima redaksi Berita11.com, Kamis (19/1/2023).
Menurut Pamela, selama ini, pendiri (founder) STEB masih mengandalkan dana pribadi dalam pengembangan bisnisnya akibat masih minimnya dukungan pemerintah dan perhatian investor. Padahal, dengan berkembangnya STEB, akan menghadirkan inovasi dan kemandirian energi serta berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dikatakannya, dukungan pemerintah dibutuhkan terutama untuk membantu pendanaan riset dan pengembangan (R&D) yang dilakukan oleh STEB. KSTEB berharap RUU EBET dapat mengintegrasikan perusahaan rintisan ke dalam pasal-pasalnya untuk memberikan kepastian hukum atas pengembangan STEB di Indonesia.
Pamela juga menyampaikan 10 rekomendasi KSTEB kepada pemerintah dan DPR berkaitan DIM RUU EBET, di antaranya:
1. Menghapus kata “energi baru” dan memfokuskan RUU untuk “energi terbarukan”.
2. Menyebutkan perusahaan rintisan (startup) secara eksplisit dalam RUU EBET untuk memberikan kepastian hukum bagi pengembangan startup teknologi energi bersih di Indonesia.
3. Mengembalikan kata “wajib” dalam Pasal 50 ayat 4 untuk mendukung kegiatan R&D teknologi energi terbarukan di Indonesia
4. Mengembalikan keterangan mengenai “pihak ketiga” dan menambahkan “perusahaan rintisan” ke dalam daftar pihak ketiga pada Pasal 50 ayat 5.
5. Menugaskan K/L tertentu untuk mengelola dana dan aktivitas penelitian serta pengembangan teknologi energi terbarukan.
6. Mewajibkan pemberian insentif untuk energi terbarukan setidak-tidaknya hingga mencapai nilai keekonomiannya (Pasal 55)
7. Mengikutsertakan net-metering sebagai bentuk insentif untuk energi terbarukan, khususnya energi surya (Pasal 55)
8. Mengembalikan kata “wajib” dalam pengalokasian dana EBET oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah yang diatur dalam Pasal 56 ayat 1.
9. Mengembalikan pasal 56 ayat 3, di mana pasal tersebut memberikan kejelasan terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mengakses dana EBET serta adanya subsidi energi terbarukan.
10. Berkaca pada kasus dimana PLN tidak mengikuti Permen ESDM No. 26 tahun 2021 mengenai PLTS atap, pemerintah pusat atau regulator harus memastikan bahwa peraturan harga jual energi terbarukan yang sudah ditentukan akan diikuti oleh semua pihak termasuk PLN (law enforcement) serta memberikan konsekuensi dari pembangkangan peraturan terkait harga jual energi terbarukan.
Anggota KSTEB dan pendiri Kincir Island, Pintoko Aji menyarankan pemerintah dan DPR RI untuk mengembalikan Bab XII tentang partisipasi masyarakat, baik individu maupun kelompok untuk memberikan penyediaan energi terbarukan yang dihapus oleh pemerintah.
Pada kesempatan yang sama, anggota KSTEB sekaligus pendiri BTI Energy, Erlangga Bayu Rahmanda melengkapi pemaparan Pamela dan Pintoko. Dia menyampaikan keresahannya kepada PLN yang membatasi pemasangan PLTS atap.
“Sudah setahun masyarakat hanya bisa memasang PLTS atap dengan kapasitas 10-15% dari daya terpasang,” ujarnya.
Erlangga juga mengungkapkan kekecewaannya kepada pemerintah, khususnya Kementerian ESDM, yang dirasa gagal menjadi ujung tombak transisi energi di Indonesia.
“Adanya penghapusan skema ekspor impor dari yang semula 100% menjadi 0% serta pembatasan instalasi PLTS atap dengan penggunaan sistem kuota dari pemegang IUPTLU pada revisi Permen ESDM Nomor 26 tahun 2021 baru-baru ini sangat mengecewakan,” tandasnya.
“Kementerian ESDM yang seharusnya menjadi ujung tombak perkembangan EBT malah terkesan ikut-ikutan PLN,” lanjut Erlangga.
Inovator daerah sekaligus anggota KSTEB, Chris Longdong, yang mengikuti audiensi secara virtual mengungkapkan, di Manado kerap terjadi kelangkaan solar. Namun melalui produk bio-synthetic solar ciptaannya, pihaknya dapat membantu pemerintah menanggulangi permasalahan kelangkaan solar tersebut.
Perwakilan KSTEB, Pamela Simamora menambahkan, KSTEB sebagai wadah bagi inovator-inovator Indonesia yang bergerak di bidang energy. Keterlibatan STEB dalam transisi energi bukan hanya membantu pemerintah pusat dan daerah untuk mengakselerasi pengembangan energi terbarukan, namun juga membantu pemerintah memecahkan permasalahan yang dihadapi di daerah.
“Pemerintah perlu mengikutsertakan inovator-inovator lokal untuk membantu pemerintah memecahkan masalah-masalah lokal,” ujar Pamela.
Menanggapi berbagai keluh kesah serta saran dari KSTEB, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai PDI Perjuangan, Dony Maryadi Oekon mengapresiasi aspirasi dan masukan yang disampaikan KSTEB.
Dony mengisyaratkan, Komisi VII DPR RI akan mempertimbangkan saran dan rekomendasi KSTEB. Sesuai jadwal, rapat pembahasan RUU EBET oleh legislative akan dilaksanakan pada pekan keempat Januari 2023.
Untuk diketahui, sejak masuknya Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) dalam Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022, DPR bersama pemerintah secara intensif terus menggodok RUU EBET demi menciptakan kepastian hukum, penguatan kelembagaan dan tata kelola, penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan energi baru dan energi terbarukan.
Menurut KSTEB, tidak adanya pasal yang mengatur peran perusahaan rintisan (startup) dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia, menggambarkan kurangnya komitmen pemerintah dalam mendukung inovator lokal guna mencapai kemandirian teknologi di bidang energi serta pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia. [B-19]