Bima, Berita11.com— Hari Antikorupsi Sedunia diperingati setiap 9 Desember. Lalu apa saja catatan pada momentum hari internasional tersebut? Pimpinan oganisasi kepemudaan dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Nusa Tenggara Barat (NTB) memberikan catatan untuk pemerintah dan penegak hukum.
Ketua Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bima, Ardin mengatakan, pada momentum Hari Antikorupsi Sedunia, pihaknya merekomendasikan strategi pemberantasan korupsi kepada penegak hukum di NTB.
Ditegaskannya, korupsi merupakan tindakan kejahatan yang bersifat luar biasa (ekstra ordinary crime), di mana Provinsi NTB termasuk sebagai salah satu daerah dengan angka kerupsi cukup tinggi.
“Melalui data yang diungkap oleh Mapolda NTB, Kejati NTB, sepanjang tahun 2022- 2023 (kasus korupsi) cukup memprihatinkan kita semua. Dugaan korupsi dilakukan mulai dari pemerintah daerah provinsi, Pemda kota-kabupaten, hingga pemerintah desa di NTB menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum,” ujar Ardin melalui layanan media sosial whatshapp, Sabtu (9/12/2023).
Menurut Ardin, pemberantasan korupsi perlu penegakan hukum secara terintegrasi atau kerja sama intensif, kolaboratif dan regulasi yang harmonis. “Saya pesimis jika penegakan hukum di NTB hanya dilakukan melalui proses criminal justice system tanpa ada upaya pencegahan secara intens oleh lembaga yang dimandatkan oleh undang-undang,” ujarnya.
“Menurut saya mengungkapkan kasus korupsi adalah bukan prestasi Inspektorat, Kapolri, Kejaksaan, BPK, KPK dan seterusnya, tapi wujud kegagalan lembaga-lembaga tersebut dalam melaksanakan pencegahan tindakan pidana korupsi,” lanjutnya.
Oleh karena itu lanjut Ardin, perlu evaluasi secara berkala upaya memberantas korupsi secara paripurna di Nusa Tenggara Barat, karena dalam hukum perlu memerhatikan aspek filosofi, sosiologi dan yuridis untuk mencapai keadilan, kemanfaatannya dan kepastian bagi seluruh masyarakat Indonesia terhadap uang negara yang dirampok oleh para oknum koruptor.
“Saya juga merekomendasikan penegak hukum di NTB untuk tidak terjebak hanya pada UU 31/1999, UU 30/2002 dan UUD 1945 sebagai dasar hukum pemberantasan korupsi. Namun harus mampu melakukan interpretasi terhadap UU tersebut dalam rangka memperluas strategi pemberantasan korupsi di Nusa Tenggara Barat,” ujarnya.
Strategi yang dilakukan oleh KPK selama ini hanya dengan cara represif, perbaikan sistem, serta edukasi dan kampanye.
“Saya tidak menyalahkan strategi tersebut, namun saya belum menemukan strategi implementasi tiga strategi utama KPK, sehingga kemampuan melakukan interpretasi terhadap UU merupakan suatu proses menuju pada strategi implementasi tiga strategi utamanya KPK,” ujar mahasiswa Fakultas Hukum ini.
Awal pembentukan KPK pada tahun 2002 beranjak dari semangat pasca reformasi yang merupakan kehendak rakyat. Agenda utamanya adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih baik dengan mengatasi korupsi yang merajalela di semua sektor. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan melalui berbagai cara, namun hingga saat ini masih saja terjadi korupsi dengan berbagai cara yang dilakukan oleh berbagai lembaga, termasuk pada pemerintah di NTB.
Secara terpisah, aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Nusa Tenggara Barat, Ady Ardiansyah menyikapi maraknya kasus korupsi di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Barat, termasuk di Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu dan Kota Mataram. Mulai dari tingkat pemerintah desa hingga pemerintah provinsi, tak terkecuali pada lingkungan pendidikan.
Menurutnya, akar masalah munculnya korupsi di tubuh birokrasi saat ini karena lemahnya integritas personal pejabat dan adanya ruang nepotisme yang menggurita.
“Korupsi juga menurut saya adalah persoalan mental, di mana mental pejabat kita yang tidak siap menerima kenyataan tentang suatu sistem yang kuat, sehingga membuat mereka cenderung melakukan praktik-praktik manipulative,” ujar Wakil Sekretaris DPD I KNPI Provinsi NTB ini.
Mantan Ketua Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram ini menukil pernyataan ahli hukum tata negara yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM, Prof Yusril Iza Mahendra, orang buruk sekalipun kalau ada dalam sistem yang baik, maka dia akan berlaku baik dan itu juga akan berbanding terbalik.
“Upaya pencegahan di tubuh birokrasi kita saat ini harus kita mulai dengan mengkonstruksi kesadaran birokrasi, baik itu secara personal maupun institusional. Pihak eksternal juga harus mengambil peran penting untuk tetap mengawal pengelolaan setiap anggaran negara di setiap levelnya. Biar elit birokrat kita juga tetap sadar, bahwa anggaran yang mereka kelola harus sesuai dengan sasaran pemanfaatannya,” ujar mahasiswa Fakultas Hukum ini.
Adi menambahkan, rekonstruksi kesadaran birokrasi bisa terealisasi manakala dalam proses dan perjalanan pada momentum pemilu, Pilkada maupun pilkades tidak ada unsur politik uang (money politics) atau take and Give dari para kontestan. [B-19]
Follow informasi Berita11.com di Google News