Mataram, Berita11.com—Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mengimbau masyarakat tidak mudah percaya informasi tidak valid terutama berkaitan isu penculikan anak yang beberapa waktu kembali menyebar dan meresahkan masyarakat.
Imbauan Polda NTB tersebut disampaikan Pelaksana Harian Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTB, Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan.
“Yang pasti hingga saat ini Polda NTB belum menerima laporan terkait penculikan anak sehingga saya imbau masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan terhadap isu tersebut,” ujar Iwan di Mataram, Kamis (2/2/2023).
Kombes Pol Lalu Iwan juga meminta agar masyarakat di NTB belajar dari kejadian tahun 2012 lalu, di mana beberapa korban yang tidak bersalah dikeroyok massa karena dituduh melakukan penculikan anak, padahal isu itu tidak benar, sehingga merugikan masyarakat.
Iwan juga mencontohkan peristiwa dua orang di Kabupaten Dompu menjadi sasaran massa karena dituduh hendak menculik anak. Padahal faktanya tidak demikian.
“Saya mengimbau agar masyarakat cerdas menerima informasi-informasi yang diterima, terkait isu penculikan anak ini karena isu tersebut sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan gangguan Kambtibmas serius seperti peristiwa yang dulu pernah terjadi,” katanya.
Iwan juga menanggapi selebaran yang beredar di Desa Badrain, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Berkaitan selebaran itu diklarifikasi langsung oleh Kepala Desa Badrain dan mengakui kekeliruannya karena tandatangannya dipindai (discan) oleh perangkat desa, sehingga pemerintah desa tidak mengeluarkan selebaran yang beredar itu secara sah.
Menurut Iwan, masyarakat harus tetap waspada terhadap semua bentuk kejahatan, namun aksi dan reaksi berlebihan yang dilakukan masyarakat atas isu yang meresahkan secara kolektif juga dapat mengganggu keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.
“Hal inilah yang perlu diantisipasi agar masyarakat lebih cerdas dan bijak menerima dan menanggapi informasi,” tegasnya.
Dia juga meminta masyarakat agar bijak dalam menggunakan media sosial, dengan tidak menyebarkan atau tidak membagikan ulang informasi-informasi simpang siur di jejaring media sosial, karena dapat memicu keresahan publik terhadap isu yang belum tentu kebenarannya. [B-22]