Mataram, Berita11.com— ESPE Syndicate kembali menggelar diskusi mingguan virtual. Kali ini mengangkat tema “Menggagas Pondok Isolasi Mandiri dan Gerakan Vaksinasi. Peran Organisasi Keagamaan Melawan Covid-19”.
Diskusi digelar pada Kamis (29/7/2021) sore dan berlangsung hingga petang. Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah menjadi pembicara utama. Hadir pula para tokoh lintas agama, akademisi, tenaga medis, dan para pemangku kepentingan dari beragam profesi.
Memberikan sambutan sebagai pembuka diskusi, Founder ESPE Syndicate Sirra Prayuna mengatakan, pihaknya memang menggagas diskusi ini sebagai bagian dari upaya memastikan sigeritas pemerintah daerah dengan para pemangku kepentingan yang ada di tengah situasi Covid-19 NTB yang terus naik.
“Pemerintah menyiapkan skema PPKM yang sebetulnya masih cukup baik. Namun, bagi sebagian masyarakat ini belum memiliki dampak,” kata Sirra.
Saat ini kata dia, perhatian ada pada sektor kesehatan dan ekonomi. Namun, tidak semua warga NTB saat ini merupakan kelas menengah, sehingga manakala mereka terpapar Covid-19, banyak di antara mereka yang tidak bisa menjalankan isolasi mandiri secara memadai. Karena mereka yang terinfeksi Covid-19 butuh alat, butuh obat. Butuh asupan yang baik. Termasuk multivitamin.
“Karena itu, kita melihat di sini pentingnya peran organsiasi kemasyarakatan, sehingga diskusi ini ingin sama-sama mencoba memnggagas jihad kemanusiaan untuk membantu masyarakat terutama dalam hal menyiapkan fasilitas isolasi,” katanya.
Direktur Publik Institut, Ahmad yang memandu diskusi kemudian mempersilakan Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah menyampaikan pemaparan. Orang nomor dua di NTB ini menegaskan, Covid-19 di NTB dalam keadaan terkendali.
“Kondisi NTB masih aman. Tapi dalam arti, kini kita berada pada titik waspada,” katanya.
Wagub menjelaskan, keterisian tempat tidur ruang perawatan intensif pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit di Kota Mataram kini sudah mencapai 81 persen. Sementara kondisi lebih buruk lagi ada di Lombok Barat. Seluruh rumah sakit di Lobar, ruang ICU pasien Covid-19 kini sudah terisi 90 persen.
Sementara untuk angka kematian, delapan daerah berada pada zona merah. Kondisi paling buruk ada di Lombok Tengah. Dengan angka kematian 5,3 persen dari seluruh penderita Covid-19 di daerah tersebut.
Wagub menjelaskan, di tengah kondisi seperti ini, NTB sedang tidak punya pilihan. NTB harus memutuskan untuk hidup aman tapi tetap produktif. Karena itu, mutlak bagi seluruh masyarakat di NTB untuk hidup dengan mengedepankan protokol kesehtan.
“Tidak ada pilihan lain. Kalau kita tidak menjalankan prokes, kita kolaps. Kita tidak bisa memilih,” tandas Wagub.
Memang kata dia, kondisi Covid-19 di saat NTB terkendali. Namun harus diakui, akhir-akhir ini jumlah kasus memang terus melonjak. Kemarin, kasus harian di NTB kembali di atas 200 orang.
Di sisi lain kata Wagub, angka kesembuhan di NTB juga terus menurun. Jika sebelumya angka kesembuhan di NTB berada di atas 90 persen. Maka kini kondisi angka kesembuhan berada pada posisi 85,6 persen.
Lonjakan Kasus
Wagub menjelaskan, lonjakan kasus di NTB mengalami kenaikan yang sangat tinggi setelah perayaan Hari Raya Idul Adha. Padahal saat bersamaan, Kota Mataram sedang menjalani PPKM Darurat. Sementara kabupaten/kota yang lain di NTB menjalani PPKM Mikro.
Belakangan kata Wagub, kondisi kian menkhawatirkan. Sebab, kebutuhan oksigen yang terus naik. Sementara pasokan juga memerlukan waktu untuk memenuhi seluruh permintaan. Kabar gembiranya, kemarin, NTB sudah mendapat bantuan 19 ton oksigen.
Ditegaskannya, penanganan Covid-19 ini akan terlalu berat jika diserahkan sepenuhnya pada pemerintah sendiri. Karena itu, Wagub menegaskan, seluruh komponen di NTB butuh kerja sama.
“Kita harus gotong royong. Gotong royong tegakkan prokes di seluruh lini kehidupan. Sepele. Tapi banyak orang yang anggap enteng,” tandasnya.
Mengandalkan penanganan pandemi Covid-19 hanya dari sisi kuratif belaka, sudah pasti kata Wagub tak akan mampu mengatasi persoalan. Sebab, seluruh sumber daya yang dimiliki pemerintah pasti ada batasnya. Dia mencontohkan. Untuk menyiapkan satu orang tenaga kesehatan saja butuh puluhan tahun.
Karena itu, pilihan terbaik yang dimiliki NTB saat ini adalah mengedepankan tindakan preventif. NTB punya peluang besar dalam hal tindakan preventif ini. Kuncinya kata Wagub, asal kita semua mau menjalankannya.
Itu sebabnya, dia menegaskan pentingnya peran masyarakat yang sangat besar. Dan inilah yang kini menjadi PR besar. Bagaimana meyakinkan masyarakat agar bersatu sehingga dalam seluruh aktivitas yang dijalani, bisa semuanya mematuhi protkol kesehatan.
Diakuinya, selama ini, masih ada fokus yang terbelah pada hal-hal yang tidak esensial. Karena itu, saatnya kini fokus dikembalikan pada upaya-upaya untuk memastikan masyarakat mematuhi protokol kesehatan. Mereka yang abai harus sadar sepenuhnya, bahwa mereka bisa menjadi pembunuh bagi orang lain.
Ditekankannya, upaya pemerintah sebetulnya tidak kurang. Yang kurang saat ini di NTB hanyalah kegotong royongan untuk menegakkan protokol kesehatan. Namun begitu, Wagub mengingatkan agar jangan lagi ada saling menyalahkan.
“Dari pada saling menyalahkan, mengapa kita tidak disiplin bersama-sama menegakkan protokol kesehatan,” katanya.
Sementara itu, terkait capaian vaksinasi, untuk NTB sebetulnya sudah sangat baik. Di seluruh NTB total sudah 593.323 orang telah menerima suntikan dosis pertama. Sementara 226.025 orang sudah menerima suntikan kedua. Angka ini memang masih jauh dari jumlah warga NTB yang harus divaksinasi yang jumlahnya mencapai 3,6 juta orang.
Karena itu, kata Wagub, NTB butuh peran tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mendorong mayarakat agar mau divaksin. Wagub bersyukur, saat ini, animo masyarakat untuk divaksin sebetulnya sudah baik.
“Kita di NTB, berapa vaksin yang datang, segitu vaksin yang habis,” ungkapnya.
Masalahnya, ketersediaan vaksin memang terbatas. Pemprov NTB sendiri bukannya berpangku tangan. Permintaan agar kuota vaksin untuk NTB ditambah terus dilayangkan ke pemerintah pusat.
Sejauh ini, pemerintah pusat menyampaikan bahwa penambahan itu akan tergantung pada keseriusan kasus Covid-19 di suatu daerah terlebih dahulu, sehingga saat ini, daerah dengan kondisi kasus yang lebih serius masih didahulukan.
“Karena itu, di tengah keterbatasan vaksin, kuncinya saat ini adalah pentingnya protokol kesehatan,” katanya.
Inilah cara penanganan pandemi yang mudah dan murah. Tapi, memang, hal yang murah dan mudah tersebut rupanya tidak mudah pula kita lakukan. “Sekali lagi, ini PR besar kita di NTB,” tandasnya.
Ormas Siap Bersinergi
Terkait isolasi terpadu ini, Ketua PW NWDI NTB TGH Mahally Fikri menegaskan, NWDI memiliki komitmen tinggi bersama-sama pemerintah untuk bisa mengendalikan Covid-19. Ketua Umum Dewan Tanfidz PB NWDI TGB HM Zainul Majdi telah mengeluarkan perintah untuk hal tersebut.
“Covid-19 ini sangat luar biasa bahayanya. Harus serius untuk ditangani. Karena kalau tidak, ini tidak akan menguntungkan kita semua,” kata anggota DPRD NTB ini.
Karena itu, saat ini butuh persepsi yang sama dari kita semua. Agar semua pihak bisa ambil bagian dan PW NWDI siap untuk ambil bagian tersebut.
Karena itu, manakala NWDI diminta ambil peran untuk menyiapkan ruang isolasi terpadu, TGH Mahally menyebut ide tersebut sangat bagus. Pondok Pesantren bisa menjadi lokasi isolasi secara terpusat.
Diakui Mahalli, memang di waktu awal, masyarakat sangat percaya dengan Covid-19, sehingga tahun lalu misalnya masyarakat patuh untuk tidak tarawih berjamaah. Tidak menjalankan Salat Jumat berjamaah dalam kurun waktu yang panjang. Namun, belakangan, hal tersebut menjadi sulit untuk dijalankan kembali.
“Entah karena apa. Apakah karena ada sesuatu yang salah atau bagaimana. Jadi kesannya seperti saat ini masyarakat nggak percaya lagi,” katanya.
Disebutnya, beredarnya hoaks yang sangat banyak bisa menjadi salah satu andil. Informasi tersebut menyesatkan dan tidak bertanggung jawab. Karena itu, pihaknya sangat setuju kalau tokoh agama dan tokoh masyarakat harus berada di garis depan untuk kembali meyakinkan masyarakat. Betapa Covid-19 ini bahaya sekali.
Terkait vaksinasi, NWDI sudah turun sosialisasi ke masyarakat. Cuma memang pihaknya memahami, vaksin kini memang lagi kurang di NTB. Dia memberi contoh di Pondok Pesantren miliknya, Al Kamal, vaksinasi belum bisa dilakukan. Sebanyak 70 persen guru belum divaksin hingga saat ini.
Sementara itu, akademisi UIN Mataram DR Jamaluddin mengatakan, saat ini masih banyak hal yang belum sampai secara menyeluruh pada masyarakat. Misalnya terkait bagaimana masyarakat belum percaya betul tentang penanganan jenazah pasien Covid-19. Yang sampai ke masyarakat justru jenazah tidak dimandikan dengan baik. Sehingga manakala ada jenazah yang sudah ditangani dengan prosedur Covid-19 oleh petugas kesehatan, masyarakat ada yang ramai-ramai ingin membuka peti jenasah.
“Ini butuh penjelasan sampai ke masyarakat bawah,” katanya.
Sementara itu, Ida Made Santi Adnya, Ketua PHDI NTB menegaskan, pihaknya siap mendukung program pemerintah untuk menangani Covid-19. “Kita memang saat ini harus memulai kolaborasi semua pihak,” katanya.
Terkait dengan fasiltias isolasi secara terpusat, dia meyampaikan gagasan untuk memanfaatkan lahan-lahan yang dimiliki pure-pure besar di NTB. Lahan-lahan itu berada pada posisi yang strategis. Memiliki akses dan bisa dijangkau. Ada jaringan listrik pula. Hanya saja, di atasnya butuh dibangun tempat semi permanen. Yang tentu bisa dibangun oleh pemerintah untuk menjadi pusat isolasi.
Lahan ini juga berada di daerah yang sangat alami. Memiliki udara yang sangat bersih, sehingga sangat bagus untuk meningkatkan imun. Tapi untuk mewujudkan ini. Kata dia, tentu butuh komunikasi antara pemerintah dengan Parisade dan juga Kramapure. [B-19]