Jakarta, Berita11.com— Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) resmi mendaftarkan gugatan berkaitan Presidential Threshold (PT) atau syarat minimal parpol bisa mengusung capres-cawapres, sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gugatan PKN berkaitan Presidential Threshold (PT) teregistrasi di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan nomor permohonan: 09/PAN.Online/2023.
“Kami sudah mengajukan permohonan dan saat datang ke MK hari Jumat kemarin ternyata hanya melayani online saja dan sudah kami masukkan secara online dan kebetulan dapat nomor 9, sesuai dengan nomor urut PKN, ” ujar Wakil Ketua Umum PKN Rio Ramabaskara di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Dikatakannya, meskipun gugatan tentang pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 20217 tentang Presidential Threshold sudah sering diajukan parpol kepada MK, namun terdapat hal mendasar dan berbeda yang diajukan oleh PKN, berbeda dengan belasan permohonan yang pernah ada.
“Pasal 6A ayat 2 sudah tegas menyebutkan yang bisa mengusulkan capres cawapres adalah partai politik peserta pemilu. Tapi ternyata setelah disahkan KPU ada empat parpol peserta pemilu yang tidak bisa mengusulkan karena tidak masuk dalam kriteria memilki kursi atau suara sah,” ujar Rio yang juga tim Kuasa Hukum PKN.
Dijelaskannya, pihaknya bersama pengurus lain PKN yang dikoordinir Sekjen PKN, Sri Mulyono , hadir di gedung MK RI untuk memastikan permohonan sudah masuk. Selanjutnya salinan fisik (hard copy) dokumen pendukung permohonan akan dibawa pada Selasa atau Rabu mendatang.
“Selasa atau Rabu kami akan ke MK untuk memastikan. Walau sudah pernah diuji, tapi dari legal standing dan argumentasi hukumnya kami yakin kali ini akan tembus. Jika ini berhasil, maka akan memudahkan munculnya capres dan cawapres alternatif ataupun mempercepat kepastian capres- cawapres yang telah ada tapi digantung oligarki politik,” katanya.
Berkaitan syarat pencalonan presiden, PKN meminta perlakuan yang adil sesuai asas Pemilu, sehingga berbeda dengan permohonan sebelumnya. PKN tidak menyoal persentase kursi atau suara sah yang ditegaskan MK sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy).
“Tetapi soal ada yang bisa pakai kursi dan suara sah, tapi ada yang nggak konstitusionalnya dihilangkan karena tidak memiliki dua persyaratan tersebut,” ujar Rio.
Menurutnya, Pemilu tidak berlangsung adil ketika proses pendaftaran parpol hingga mengambil nomor urut berlangsung bersamaan mengajukan capres, namun diperlakukan diskriminatif.
“Ada empat parpol yaitu PKN, Gelora, (partai) Buruh dan Ummat terhalang haknya mengajukan calon presiden walau sudah menjadi partai politik peserta pemilu, “kata advokat asal NTB itu.
Rio berharap, hakim MK bertanggungjawab mencarikan solusi yang tidak diperhitungkan sebelumnya berkaitan keputusan tentang Pemilu serentak.
“Jika dulu Pileg dipakai dasar Pilpres di periode yang sama, sekarang malah tidak bisa bagi sebagian partai politik peserta pemilu. MK harus beri solusi agar hak konstitusional parpol peserta Pemilu tidak dihilangkan oleh putusan MK,” katanya.
Diingatkannya, MK RI memiliki tugas menjaga dan memastikan hak konstitusional. Namun putusannya tentang gugatan Pemilu serentak menghilangkan hak empat parpol baru.
“PKN menilai persyaratan kursi dan suara kehilangan makna dengan tidak dihitungnya 2,3 persen suara sah Pemilu 2019 lalu akibat dua parpol tidak lolos sebagai partai politik peserta Pemilu, yaitu Partai Berkarya dan PKPI,” katanya.
Ditambahkannya, hal itu merupakan masalah serius akibat persyaratan Pemilu sebelumnya digunakan sebagai dasar Pemilu berikutnya, sedangkan syarat untuk mengikuti Pemilu berikutnya harus mendaftar ulang dan diverifikasi ulang mulai dari nol.
“Tampaknya ini dilupakan dan tidak dipikirkan konsekuensi dari Pemilu serentak,” imbuh Rio. [B-19]