Mataram, Berita11.com— Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat Heru Saptaji mengingatkan, secara umum pada tahun 2020 dan 2021 tekanan inflasi di NTB relatif rendah karena permintaan yang menurun selama pandemi. Namun sejak awal 2021, tekanan volatile food inflation (VFI) terus menunjukkan trend meningkat.
Kenaikan tekanan VFI kata dia, diindikasikan sejalan dengan trend perbaikan perekonomian yang mendorong adanya recovery permintaan, namun belum diimbangi dengan ketersediaan pasokan yang mencukupi sehingga terjadi kondisi imbalance antara demand and supply bahan pangan.
Hal tersebut disampaikan Heru saat High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTB dalam rangka menjaga ketersediaan bahan pokok menjelang event world superbike championship (WSBK) yang digelar di Gedung Serbaguna Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Rabu (29/9/2021).
Dikatakannya, secara spesifik, komoditas seperti cabai rawit dan cabai merah, daging ayam ras, serta minyak goreng meningkat cukup signifikan dibanding 2020. Secara historikal lima tahun terakhir, komoditas tersebut juga termasuk dalam komoditas yang paling sering menjadi penyumbang inflasi.
Heru Saptaji juga menekankan pentingnya memastikan ketersediaan bahan pangan strategis menjelang pelaksanaan WSBK, karena jika hal tersebut tidak diantisipasi, akan mengakibatkan kelangkaan pasokan dan lonjakan harga yang semakin mendorong kenaikan tekanan inflasi.
Menurut Heru, konektivitas antarkabupaten /kota di Provinsi NTB perlu dioptimalkan. Sebagai ilustrasi, kebutuhan pasokan bahan pangan di Mandalika dapat dipenuhi tidak hanya dari sentra produksi di Lombok Tengah, namun juga dari daerah-daerah lain di NTB. Konektivitas antardaerah perlu selalu didorong pada masa mendatang, tidak hanya saat event-event khusus.
“Untuk mendukung hal ini, setiap daerah harus memiliki data neraca pangan yang baik, sehingga kita mudah mengetahui daerah mana yang mengalami surplus atau defisit,” ujar dia.
Selain itu, penguatan klaster pangan volatile food, peningkatan infrastruktur pendukung pertanian, melaksanakan kerjasama dengan mitra strategis sebagai off-taker yang bersinergi dengan BUMD, penguatan konektivitas distribusi pasokan, dan mendorong diversifikasi pola konsumsi masyarakat.
Heru Saptaji juga menyampaikan urgensi penyediaan data neraca pangan dari masing-masing daerah serta penguatan konektivitas antardaerah segera ditindaklanjuti.
Dia juga menyampaikan optimisme perbaikan ekonomi masa mendatang, baik di level global, nasional, maupun regional di Provinsi NTB. Sebelumnya pada Juli dan Agustus 2021 terdapat lonjakan kasus Covid-19 yang signifikan seiring dengan merebaknya varian Delta. Namun dengan sinergi penanganan Covid-19 yang diterapkan oleh pemerintah, perkembangan Covid-19 saat ini jauh lebih terkendali. Per 27 September 2021, penambahan kasus harian di tingkat nasional tercatat 1.390 kasus, sementara di Provinsi NTB sebanyak 10 kasus.
Pada tingkat nasional, sejumlah indikator seperti Prompt Manufacturing Index (PMI), mobilitas masyarakat, keyakinan konsumen, serta SKNBI & RTGS kembali meningkat per Agustus dan awal September. Kinerja ekspor, neraca perdagangan, serta posisi cadangan devisa juga tercatat meningkat. Sementara di Provinsi NTB, optimisme perbaikan tercermin dari peningkatan indeks keyakinan konsumen, mobilitas masyarakat, serta ketahanan korporasi yang masih terjaga per Agustus dan September 2021.
Namun demikian, di tengah optimisme perbaikan kondisi ekonomi, Heru Saptaji juga mengemukakan tantangan dalam pengendalian inflasi di Provinsi NTB yang perlu segera ditindaklanjuti bersama. Sebagaimana data BPS, pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II-2021 tercatat sebesar 4,68% (yoy), masih lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 7,07% (yoy). Pada tahun 2021 mulai bulan Maret, inflasi NTB secara tahunan (yoy) selalu lebih tinggi dari nasional. Trend ini berlanjut hingga Agustus 2021 di mana inflasi NTB mencapai 1,75% (yoy) sedangkan nasional sebesar 1,59% (yoy).
“Hal ini perlu menjadi perhatian (alert), karena inflasi yang terjadi tersebut utamanya didorong oleh dominasi Volatile Food Inflation (VFI) yang relatif kerap tinggi, sebesar 5,76% (yoy) per Agustus 2021,” ucap dia.
Sebelum itu, dalam sambutannya, Ketua TPID Provinsi NTB, H Zulkieflimansyah menyampaikan, WSBK perlu diantisipasi dengan baik mengingat merupakan event berskala internasional pertama yang akan digelar di Indonesia paska pandemi.
Selain itu, kata Gubernur NTB ini, WSBK dan pre-event Asia Talent Cup (ATC), yang akan diselenggarakan secara back-to-back pada 12-14 November 2021 dan 19-21 November 2021, akan menjadi kick-off untuk Sirkuit Mandalika sebelum gelaran Moto GP pada tahun 2022.
“Dengan magnitude event berskala internasional, diharapkan nantinya dapat menarik animo penonton yang besar di NTB. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah melalui TPID perlu memastikan ketersediaan pasokan pangan strategis, kesiapan infrastruktur, akomodasi, dan lain-lain menjelang jalannya event WSBK tersebut,” ujar Zul.
Selain Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB dan Ketua TPID, HLM TPID Provinsi NTB juga dihadiri Direktur Reskrimsus Polda NTB, Kombes Polisi I Gusti Putu Gede Ekawana Putra, beberapa kepala OPD tingkat provinsi dan anggota TPID Provinsi NTB, TPID kota/ kabupaten di Provinsi NTB serta asosiasi komoditas pangan di Provinsi NTB.
Berdasarkan diskusi dan pendalaman, terdapat langkah pengendalian inflasi dan stabilisasi harga pada tahun 2021 dengan mengacu pada strategi 4K (ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif). Beberapa rekomendasi program dan kegiatan yang dihasilkan dalam HLM TPID yaitu, koordinasi antarstakeholder untuk memastikan ketersediaan pasokan terutama untuk mengantisipasi gelaran WSBK, penyelenggaraan operasi pasar murah dan komunikasi kepada masyarakat untuk belanja bijak. [B-19]