Indeks ENSO -0,29, HTH di Kabupaten Bima 137 Hari

Petugas BPBD Kabupaten Bima menyalurkan bantuan air bersih untuk ratusan kepala keluarga yang mengalami krisis air bersih akibat dampak bencana kekeringan dan cuaca panas (El Nino) di Kabupaten Bima, Senin (30/7/2024).
Petugas BPBD Kabupaten Bima menyalurkan bantuan air bersih untuk ratusan kepala keluarga yang mengalami krisis air bersih akibat dampak bencana kekeringan dan cuaca panas (El Nino) di Kabupaten Bima, Senin (30/7/2024).

Kota Bima, Berita11.com— Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin (BMKG Bima) mencatat indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) pada awal (dasarian I) September 2024 sebesar -0,29 atau dalam kondisi netral. BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi kondisi netral berpotensi menuju La Nina mulai periode September, Oktober dan November 2024.

Hal tersebut dijelaskan Farecaster Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin (BMKG Bima), Suci Ainun.

Bacaan Lainnya

Suci mengatakan, sebagaimana hasil pengamatan (monitoring) pihaknya, hari tanpa hujan berturut – turut (HTH) Pprovinsi NTB secara umumnya berada pada kategori sangat panjang (31 – 60 hari). HTH terpanjang tercatat di Pos Hujan Palibelo di Desa Teke, Kabupaten Bima, selama 137 hari.

“Saat ini wilayah Bima dan Dompu masih dalam periode musim kemarau. Masyarakat diimbau agar dapat menggunakan air secara bijak, efektif, dan efisien,” imbau Suci melalui pesan layanan media sosial whatshapp kepada Berita11.com, Jumat (20/9/2024).

Suci juga mengingatkan masyarakat juga perlu mewaspadai potensi bencana kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan yang umumnya terjadi pada periode puncak musim kemarau.

BACA JUGA: Polisi Tangkap Pengedar Sabu-sabu di Bima

“Tetap perhatikan informasi BMKG guna mengantisipasi dampak bencana dan tetap selalu menjaga kesehatan,” imbaunya.

El Nino-Southern Oscillation (ENSO) didefinisikan sebagai anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.

Istilah El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang artinya “anak laki-laki”. El Nino awalnya digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang natal.

Kondisi yang muncul berabad-abad lalu ini dinamai oleh para nelayan Peru sebagai El Nino de Navidad yang disamakan dengan nama Kristus yang baru lahir. Menghangatnya perairan di wilayah Amerika Selatan ini berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian timur, bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik tengah.

Iklim di Samudera Pasifik dapat bervariasi dalam tiga kondisi (fase):

Fase Netral

Angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudra Pasifik menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker. Selama fase Netral, suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.

Fase El Nino

Angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.

BACA JUGA: Sambut Harlah, PCNU Kabupaten Bima Gelar Istigosah

Fase La Nina

Embusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin. Bagi Indonesia, hal ini berarti risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.

Dalam istilah ilmu iklim saat ini, El Nino menunjukkan kondisi anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik ekuator bagian timur dan tengah yang lebih panas dari normalnya, sementara anomali suhu permukaan laut di wilayah Pasifik bagian barat dan perairan Indonesia yang biasanya hangat (warm pool) menjadi lebih dingin dari normalnya. Pada saat terjadi El Nino, daerah pertumbuhan awan bergeser dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik bagian tengah sehingga menyebabkan berkurangnya curah hujan di Indonesia. [B-22]

Follow informasi Berita11.com di Google News

Pos terkait