Balada Masyarakat Miskin Wilayah Pesisir di Kabupaten Bima, Beli Air saat Musim Kemarau

Distribusi air bersih kepada warga terdampak kekeringan di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima oleh petugas BPBD Kabupaten Bima beberapa tahun lalu.
Distribusi air bersih kepada warga terdampak kekeringan di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima oleh petugas BPBD Kabupaten Bima beberapa tahun lalu.

“Seandainya garis hidup dapat dipilih dan ditentukan sendiri, maka kami akan lebih memilih hidup berkecukupan dan bahagia tanpa kesulitan hak-hak dasar. Namun takdir adalah garis dari Tuhan yang harus dijalani, meskipun bagi sebagian orang keadaan dapat diubah.”

Bacaan Lainnya

Guratan itu mewakili ungkapan warga miskin yang bermukim di Desa Sanolo Kecamatan Bolo, salah satu wilayah pesisir Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Bagi mereka, arti merdeka sebelum sepenuhnya dirasakan, terutama dari belenggu himpitan ekonomi menyangkut kebutuhan vital. Bagaimana tidak, saat orang-orang berkecukupan sandang dan pangan melewati hari-hari bahagia dengan senda gurau, ratusan kepala keluarga di desa ini menghadapi masalah pelik. Terutama saat musim kemarau karena krisis air bersih seperti saat ini.

Masalah krisis air bersih layak konsumsi yang dihadapi ribuan jiwa yang mendiami desa itu sudah berlangsung beberapa tahun. Bahkan bukan hanya saat musim kemarau. Penyebabnya intrusi air laut memaksa mereka harus membeli air minum dari desa lain untuk dikonsumsi. Meskipun untuk menyambung hidup hanya dapat mengandalkan hasil menjadi buruh harian membantu memproduksi garam milik pejabat dan saudagar kaya maupun menjadi buruh tani saat musim tidak bersahabat untuk menggarap potensi laut, mereka harus memutar otak dan merogoh kantung untuk membeli air bersih.

“Kalau masalah kesulitan air di sini sudah lama. Apalagi saat musim kemarau seperti saat ini. Rata-rata setiap hari warga harus beli air 1-3 jerigen per hari. Untuk tiga jerigen air yang didatangkan dari desa lain kami harus bayar Rp12 ribu,” ungkap Nuraini, warga RT 15/06 Dusun Dua Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, salah satu terdampak krisis air bersih, Rabu (2/8/2023).

Menurut ibu rumah tangga dua anak ini, saat pendapatan terbatas, warga terpaksa menghemat dengan hanya membeli air bersih satu jerigen berisi 20 liter. Sebagian warga bahkan terpaksa tidak mandi. “Air yang dibeli Rp4 ribu per jerigen, lebih banyak digunakan untuk kegiatan masak-masak. Kalau untuk kebutuhan mandi air tersebut kurang. Walaupun sebagian sumur masih ada air, tapi airnya payau dan lebih asin, sehingga tidak layak untuk konsumsi,” ujarnya.

Air bersih yang dibeli warga Desa Sanolo untuk kebutuhan harian diambil oleh pengojek di desa sekitar seperti di Desa Darussalam Kecamatan Bolo, jaraknya hingga sekitar 3 kilometer. Khusus di RT 15/06 Dusun Dua Desa Sanolo, terdampak lebih dari 50 kepala keluarga yang terpaksa rutin mengeluarkan uang untuk membeli air bersih kebutuhan konsumsi.

“Kalau kemarin-kemarin harga air untuk tiga jerigen hanya Rp10 ribu, tapi sekarang sudah naik Rp12 ribu seiring naiknya harga BBM,” ujarnya.

BACA JUGA: RSUD Sondosia: Dua Pasien, Selama Tahun 2023 RSUD Bima Rawat 116 Pasien HIV/ AIDS

Nuraini berharap pemerintah daerah memerhatikan krisis air bersih yang dihadapi warga pesisir di Desa Sanolo Kecamatan Bolo. Karena masalah krisis air bersih bukan masalah baru, namun sudah lama dialami warga setempat.

Warga pesisir Desa Sanolo Kecamatan Bolo seperti dia dan suaminya sebagian besar berprofesi sebagai buruh tambak garam milik pejabat dan saudagar. Pada saat musim hujan harus beralih menjadi buruh tani. Pendapatan warga pesisir menjadi buruh tambak pun maksimal hanya Rp1 juta, sedangkan hasil menjadi buruh tani maksimal Rp200 ribu hingga Rp300 ribu.

“Harapan kami agar kiranya pemerintah membantu membangun bak penampung air di sini. Karena rata-rata warga di sini setiap hari harus beli air bersih terutama untuk kebutuhan konsumsi, terutama saat musim kering seperti saat ini,” kata Nuraini.

Dia bercerita, bak penampung air bersih memang pernah dibangun oleh pemerintah di Desa Sondosia Kecamatan Bolo, namun bagi warga Dusun Dua Desa Sanolo fasilitas umum tersebut sulit dijangkau terutama bagi warga yang tidak memiliki kendaraan.

“Kalau bisa dibangun di setiap dusun bak penampung sehingga bisa lebih dekat dengan masyarakat,” harap dia.

Harapan yang sama disampaikan Nuriyah (58 tahun). Dia mengungkapkan, setiap hari masyarakat miskin termasuk yang berpenghasilan di bawah Rp1 juta per bulan masih harus merogoh kocek untuk membeli air bersih kebutuhan konsumsi harian.

“Kalau bisa berharap kepada pemerintah agar bisa mengatasi masalah kekurangan air bersih di dusun kami,” harap Nuriyah.

Meskipun pendapatan dirinya dan suaminya menjadi buruh tambak jauh masih sangat kurang, dia tetap bersyukur bisa tercakup dalam program asuransi sosial, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari pemerintah pusat.

Nuriyah mengatakan, saat ini umumnya warga pesisir yang berprofesi sebagai buruh tambak garam gamang karena harga jual garam saat ini tidak stabil. Hanya berselang 1-3 hari harga garam terus merosot hingga Rp80 ribu per karung, padahal sebelumnya sempat naik Rp600 ribu beberapa bulan lalu. Kondisi itu mengancam jumlah pendapatan mereka dari saudagar dan pejabat pemilik tambak yang telah berkenan mengkaryakan mereka.

“Minggu lalu masih Rp100 ribuan, sekarang sudah Rp80 ribu. Mungkin besok-besok ini juga akan kembali merosot jadi Rp60 ribu. Hampir setiap hari harga garam turun,” ujarnya.

Pemdes Janji Siapkan Solusi

Keluhan warga pesisir di Desa Sanolo pun dipahami pemerintah desa setempat. Pemerintah Desa Sanolo mengisyaratkan merespon kondisi sosial masyarakat setempat menghadapi krisis air bersih dengan menyiapkan sumber air bersih baru yang tidak jauh dari pemukiman warga. Bahkan, Kepala Desa Sanolo, Usman H Ahmad mengaku telah merelakan tanah pribadinya sebagai lokasi bor dalam (Kanada) untuk menjawab kebutuhan warga akan air bersih yang bebas dari intrusi air laut.

“Solusi dari pemerintah akan menyiapkan bor Kanada. Bahkan saya menghibahkan tanah pribadi saya untuk lokasi bor, sehingga nanti ada 2.750 jiwa di Desa Sanolo yang akan menikmati air bersih,” ujar pria yang akrab disapa Dae Papua itu.

BACA JUGA: Bernilai Ekonomis dan Berfungsi Cegah Longsor, BPBD Ajak Masyarakat Tanam Rumput Vetiver

Menurut Usman, rencananya tersebut sudah mendapat restu dari Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri dan Ketua DPRD Kabupaten Bima, Muhammad Putera Ferriyandi dan kepala dinas terkait yang berkunjung ke kebunnya lebih dari tiga jam, Selasa (1/8/2023) lalu.

“Survei geolistriknya sudah ada dan rencana tersebut sudah saya sampaikan kepada Bupati Bima, Ketua DPRD dan kepala dinas yang berkunjung ke sini,” ujar Usman.

Droping air bersih Baznas untuk warga terdampak kekeringan di Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, beberapa tahun lalu.

Diakui Usman krisis air bersih saat musim kemarau termasuk akibat intrusi air laut merupakan masalah klasik yang telah lama dialami warga setempat. Akibat krisis air bersih warga tidak mampu di Desa Sanolo juga terpaksa membeli air bersih untuk kebutuhan minum dan kebutuhan memasak.

Merujuk data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bima, Desa Sanolo Kecamatan Bolo merupakan salah satu dari 32 desa terdampak musim kemarau di Kabupaten Bima yang mencapai 114 titik. Jumlah warga terdampak kekeringan di Kabupaten Bima tahun 2023 yang tercatat sebanyak 22.208 jiwa.

Sekretaris BPBD Kabupaten Bima, Amiruddin mengatakan, pemerintah daerah melalui BPBD telah melakukan berbagai upaya untuk merespon dampak kekeringan, di antaranya dengan melakukan distribusi air bersih kepada desa-desa terdampak kekeringan. “Kami juga merespon adanya laporan dan keluhan warga terkait dampak kekeringan atau masalah air bersih sehingga dilakukan droping air bersih,” katanya.

Pada sisi kebijakan, Bupati Bima telah menetapkan status siaga darurat penanganan bencana kekeringan, kebakaran hutan dan lahan tahun 2023 melalui SK Nomor 188:45/233/07.4. Status siaga darurat tersebut berlaku 13 Juni – 10 Desember 2023 mendatang.

Hingga awal Agustus 2023 pemerintah daerah melalui BPBD Kabupaten Bima telah melakukan droping air bersih 60 ribu liter atau 12 rit. Desa Sanolo Kecamatan Bolo memiliki luas wilayah 4,64 dan kepadatan penduduk 454,08 kilometer persegi. Jumlah penduduk yang mendiami desa ini 3.342 jiwa. Sebanyak 180 orang tercatat sebagai buruh tani, sedangkan 638 sebagai pemilik lahan dan 177 sebagai penggarap lahan.

Selain sektor pertanian, merujuk data BPS, sebanyak 112 warga Desa Sanolo Kecamatan Bolo bekerja pada bidang penggalian.

Berdasarkan registrasi pendudukan Kecamatan Bolo pada tahun 2016, jumlah penduduk di Kecamatan Bolo sebanyak 49,175 jiwa. Kepadatan penduduk 734 jiwa per kilo meter persegi, sedangkan jumlah kelahiran pada tahun 2020 mencapai 585 Jiwa, dan jumlah kematian mencapai 197 Jiwa, di mana 3 jiwa di antaranya adalah bayi.

Sumber air yang digunakan untuk memasak pada umumnya di Kecamatan Bolo umumnya berasal dari sumur pompa dan sebagian dari mata air, sumur perigi dan PAM. Sementara jumlah pelanggan PAM di Kecamatan Bolo menurut Kecamatan Bolo dalam Angka, tahun 2020 sebanyak 662 kepala keluarga. (US)

Pos terkait