3 Jenis Patahan dan Tektonik Struktur di Pulau Sumbawa serta 10 Mitigasi yang harus Diupayakan

Kondisi rumah warga di Dusun Muku Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, mengalami kerusakan berat akibat fenomena bencana geologi.
Kondisi rumah warga di Dusun Muku Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, mengalami kerusakan berat akibat fenomena bencana geologi.

Berita11.com— Secara geografis Indonesia termasuk wilayah Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, terletak di antara dua benua dan dua samudera. Posisi geografis tersebut menjadikan Indonesia dilewati tiga jalur Lempeng tektonik, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.

Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah Utara dan menyusup ke dalam Lempeng Eurasia, sementara Lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah Barat, sedangkan pergerakan lempeng benua dan lempeng samudera terkadang saling mengunci sehingga menyebabkan pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut, sehingga terjadi pelepasan mendadak atau gempa bumi.

Bacaan Lainnya

Gempa bumi biasanya terjadi di jalur sesar atau patahan. Dalam ilmu geologi, sesar atau patahan (fault) merupakan bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya beberapa millimeter hingga puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa centimeter hingga puluhan kilometer. Hal itu sebagaimana teori Billing, 1959.

Diagram pembentukan sesar dan arah Gaya yang berpengaruh. (a) Normal Faults, (b) Reverse Faults, dan (c) Strike-slip Faults. (Parriaux, 2018).

Sesar dengan ukuran besar terjadi akibat gaya tektonik yang ditimbulkan saat terjadinya pergerakan lempeng, seperti zona subduksi pada pertemuan dua lempeng tektonik. Secara umum, sesar atau patahan dapat terbentuk akibat adanya gaya pada batuan, berupa gaya yang menekan, gaya yang menarik, maupun kombinasi keduanya, sehingga batuan tidak mampu lagi menahan gaya tersebut. Daerah sesar yang masih aktif bergerak merupakan daerah rawan gempa bumi.

Ssesar diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan arah pergerakan batuan terhadap bidang sesar dan gaya yang menjadi penyebab sesar, yaitu Normal Faults, Reverse Fault, dan Strike-Slip Faults.

Secara ilustrasi dijelaskan Normal Faults terjadi akibat adanya gaya tekan maksimum pada arah vertikal sehingga menyebabkan salah satu bidang batuan bergerak ke bawah mengikuti bidang sesar. Sementara itu pada Reverse Faults, gaya maksimum yang bekerja pada batuan berarah horizontal. Batuan yang ditekan oleh gaya tersebut menyebabkan salah satu bagian batuan bergerak ke atas. Reverse Faults biasanya terjadi pada area di mana dua lempeng tektonik bertabrakan.

Selain bergerak ke arah vertikal ke atas atau ke bawah, bidang batuan juga dapat bergerak dengan arah horizontal akibat gaya yang bekerja pada batuan tersebut (Strike-slip Faults). Hal tersebut terjadi akibat gaya maksimum dan gaya minimum memiliki arah horizontal.

BACA JUGA: Tahun 2024 Kemitraan Australia Melalui INOVASI Diperluas jadi Enam Provinsi di Indonesia

Heirtzler dan Le Pichon (1968) mengemukakan lempeng-lempeng litosfer bergerak dan bergeser satu terhadap lainnya dengan kecepatan (V) dan arah yang berbeda-beda, dan dapat berubah-ubah selama berkembangnya dari waktu ke waktu

Ketika material panas secara gradual bergerak ke atas dari tempat yang lebih dalam di perut bumi dan memencar secara lateral (horisontal), maka hal ini menyebabkan lempeng-lempeng di atasnya senantiasa dalam keadaan bergerak. Akibat dari itu pergerakan lempeng litosfer bumi menghasilkan gempa bumi, aktivitas gunungapi, dan deformasi masa batuan yang besar menjadi pegunungan.

Dikutip dari jurnal geologi, secara ilmiah energi yang terkumpul dalam kulit bumi dapat dijelaskan bahwa energi yang terkumpul dan dilepas secara berkala terbentuk karena adanya gaya yang besar dan bekerja sepanjang waktu di dalam bumi. Selain itu, gaya yang besar dan mampu menghimpun energi besar dapat dilihat dari kemampuannya yang menghasilkan pegunungan-pegunungan tinggi yang dibentuk dan diangkat dari bahan-bahan yang semula diendapkan di bawah permukaan laut.

Bangun arsitektur dari pegunungan yang menakjubkan dan indah merupakan karya besar dari gaya yang bekerja di dalam bumi, sedangkan sebahagian besar kekuatan energi yang merupakan sumber dari gejala tektonik, justru terdapat pada batas antara lempeng-lempeng yang saling bertemu atau bersentuhan.

Batasan antara masing-masing lempeng litosfer yang saling bergeser dan berinteraksi itu dapat berwujud sebagai palung atau parit lautan (oceanic trench), apabila dua lempeng saling berbenturan, dimana salah satu dari lempengnya kemudian menunjam dan menyusup ke bawah lempeng yang satunya hingga ke dalam mantel bumi.

Punggungan samudera (oceanic ridge), terjadi apabila dua lempeng saling bergeser dan memisah diri disertai pembentukan kerak baru. Sementara sesar transform, yaitu sesar mendatar yang terdapat di lantai-lantai samudera dan kurannya sangat panjang.

Pola interaksi lempeng litosfer pada dasarnya terdapat 3 (tiga) jenis interaksi lempeng litosfer, yaitu interaksi konvergen (convergent), di mana dua lempeng saling mendekat. Kemudian interaksi divergen (divergent), di mana dua lempeng saling memisah daninteraksi saling berpapasan secara horisontal (strike-slip). Arah gerak relatifnya pada interaksi dapat berarah menyerong (oblique), sehingga interaksi yang bersifat konvergen akan menimbulkan suatu gejala tegasan.

Menurut Hamilton (1979), Pakinson (1991), dan Mathews (1992) dalam Darman dan Sidi (2000), setting tektonik Kepulauan Nusa Tenggara dibagi empat tektonik struktur, yaitu Back Arc, Inner Arc, Fore Arc, dan Outher Arc.

Secara geologi Kepulauan Nusa Tenggara berlokasi di Banda Arc. Batuan tertua penyusun Banda Arc, batuan volkanik yang berumur Miosen awal atau 26,2 juta tahun yang lalu. Kondisi ini menyebabkan bagian selatan Sumbawa terdiri atas punggungan-punggungan yang kasar dan tak teratur yang disayat perlembahan dari Timurlaut sampai Baratdaya dan Timurlaut sampai Tenggara. Ketinggian bukit berkisar 800 sampai 1400 meter di atas muka laut, sedangkan secara morfologi Sumbawa memanjang pada arah Barat-Timur dan tersayat oleh beberapa lembah yang berarah terutama Timurlaut-Baratdaya dan Baratlauttenggara.

BACA JUGA: Tersebar pada 10 Desa, Mahasiswa STKIP Habi Mulai Gelar PPL-KKN Mandiri Terpadu

Sementara itu, struktur geologi dan tektonik Pulau Sumbawa berada di busur kepulauan arah Barat-Timur akibat penunjaman lempeng Australia terhadap batas kontinen lempeng Indo-Pasifik di selatan Pulau Sumbawa.

Hamilton (1979) dalam Darman dan Sidi (2000) menjelaskan, struktur utama Pulau Sumbawa terdiri dari retakan-retakan arah Baratlaut-Tenggara dan Timurlaut-Barat Daya dan retakan-retakan kurang penting dari Utara-Selatan dan Barat-Timur. Retakan tersebut merupakan daerah tererosi yang membentuk lembah-lembah dengan kemenerusan yang jelas. Sepanjang lembah di Sumbawa Barat kelurusannya dapat diikuti sampai utara Pulau Moyo dan terdapat dua bongkah struktur yang memisahkan Sumbawa Barat bagian Utara.

Secara geografis Indonesia adalah Negara kepulauan dan sebagian besar pulau-pulaunya dilalui salah satu patahan atau lempeng dunia, sehingga berpotensi terjadi gempa bumi dan tsunami.

Diperlukan tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari bahaya bencana alam tersebut atau mitigasi, termasuk meminimalisasi risiko bencana alam melalui serangkaian mitigasi seperti, bangunan sipil dengan konstruksi tahan getaran (gempa) serta memiliki fleksibilitas untuk menahan getaran khususnya di daerah rawan gempa.

Selain itu, menggunakan bahan material yang ringan dan kenyal. Bahan material yang ringan tidak membahayakan jika runtuh dan lebih ringan sehingga tidak sangat membebani struktur yang ada. Kemudian prinsip massa yang terpisah-pisah, dengan memecah bangunan dalam beberapa bagian menjadi struktur lebih kecil, sehingga tidak terlalu besar dan terlalu panjang karena jika terguncang gempa harus meredam getaran lebih besar.

Upaya mitigasi lainnya, mengupayakan prinsip kekakuan struktur bangunan, yaitu mewujudkan struktur bangunan lebih solid terhadap goncangan. Karena struktur kaku seperti beton bertulang jika dibuat dengan baik dapat meredam getaran gempa dengan baik. Selain itu, menguatkan bangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan, melakukan pemetaan geologi teknik seperti pemetaan permukaan dan bawah permukaan (subsurface mapping) dan metode seismic untuk merekam kondisi tanah dibawah permukaan tempat berdirinya bangunan sipil.

Upaya lainnya, pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi, menguatkan bangunan-bangunan vital yang telah ada, zonasi daerah rawan gempabumi dan pengaturan penggunaan lahan serta melalui rencana kontinjensi (kedaruratan) untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi gempabumi. [B-19]

Follow informasi Berita11.com di Google News

Pos terkait